Susan tak pernah menyangka dirinya di timpa begitu banyak masalah.
Kematian, menghianatan, dan perselingkuhan. Bagaiamana kah dia menghadapi ini semua?
Dua orang pria yang menemaninya bahkan menyulitkan hidupnya dengan kesepakatan-kesepatan yang gila!
Akan kah Susan dapat melewati masalah hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SabdaAhessa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 12
Flashback On
Saat Peter tau siapa orang yang telah mencelakai Susan, dia tampak tak berdaya. kenyataan pahit itu harus dia lalui sendiri.
Peter yang tak mampu menahan emosi dan amarahnya, dia langsung terbang ke Amerika saat itu juga. Karena pada saat itu Anna dan Vannes dia sembunyikan di villa mewah yang baru saja dia beli disana.
Sesampainya disana dia langsung membuka pintu villa dengan keras. Membuat Anna yang berada di ruang tengah terkejut dan langsung berdiri, melihat siapa yang membuat onar dan berani masuk ke villanya. Padahal villa ini sudah di beri penjagaan yang ketat oleh Peter.
Alangkah terkejutnya Anna saat melihat Peter datang dengan penuh amarah. Dia sontak mundur beberapa langkah.
Peter yang sampai di hadapannya langsung menampar Anna dengan keras, sampai membuat tubuhnya terjatuh ke lantai.
Anna memegangi pipinya yang terasa panas. Air matanya sontak mengalir tanpa ijin.
Peter berjongkok dan menjambak rambut Anna hingga wanita itu mendongak dan menatap dirinya.
"Apa yang sudah kau perbuat?" Tanya Peter.
Sontak mata Anna membulat penuh. Dia terkejut dengan pertanyaan Peter. Dia juga sudah tau kemana arah pertanyaan itu. Namun Anna berusaha tenang dan menarik nafas.
"Apa.. Apa maksud mu?" Kata Anna terbata-bata.
Peter kembali menarik rambut Anna hingga membuat wanita itu meringis kesakitan. Anna berusaha melepas jambakan Peter. Namun sia-sia saja, kekuatannya kalah jauh di bandingkan Peter.
"Jangan berlagak bodoh!" Peter mendorong kepala Anna hingga tersungkur.
Anna mulai ketakutan. Dia berusaha bangkit, namun belum juga dia duduk dengan sempurna, tangan kekar Peter sudah menariknya lebih dulu dan mencengkramnya dengan kuat.
"Aarrggg!! Sakittt!!" Anna meringis kesakitan.
"Kau pikir, aku tidak akan tau apa yang sudah kau perbuat pada Susan?"
Anna menggeleng, masih berusaha menutupi kesalahannya.
"Kau hampir saja membunuhnya!!" Peter mendorong tubuh Anna lagi.
Anna tak mampu lagi menghadapi Peter yang sedang di kuasi setan. Dia berlari ke kamarnya dan segera mengunci pintu.
Peter yang melihat itu semakin terbakar emosi. Dia mengejar Anna dan berusaha membuka pintu.
BRAKK BRAKKK BRAKK!!
Suara pintu di tendangi oleh Peter. Membuat Anna semakin gemetaran seakan sedang menghadapi malaikat maut.
"Dia keguguran, Anna! Kau sudah membunuh anakku!" Teriak Peter di depan pintu.
Anna yang mendengar itu semakin tak karuan. Karena dirinya tidak tau menahu jika Susan sedang mengandung. Rencananya dia hanya ingin menggebrak Peter agar tidak menyepelekan dirinya, namun dia malah kelewatan batas.
Anna menutup mulut tak percaya. Tangannya bergetar hebat hingga tak mempu membuatnya berdiri lagi. Anna terduduk di atas lantai dan menangis.
"Kau tau Susan sudah menunggu selama 2 tahun untuk mendapatkan anak itu dan kau dengan mudah membunuhnya!" Kata Peter sambil memukul pintu berulang kali.
Anna yang berada di dalam kamar masih tak percaya dengan apa yang telah dia perbuat. Dia masih menangis dan tak menanggapi perkataan Peter.
"ANNAAA!!!" Teriak Peter.
BRAKK BRAAKKK BRAKKK!!!
Pintu kembali di tendang oleh Peter. Membuat Anna tersadar dari lamunannya.
Dia berjalan ke arah pintu. Bersandar disana.
"Aku tidak tau, Peter. Sumpah.. Sumpahh aku tidak tau jika Susan sedang mengandung!" Kata Anna dengan lemah.
"Apa mau mu? Aku sudah memberikan semuanya untuk mu, villa, resort, mobil, apalagi uang! Semua sudah aku beri, apa masih kurang, huh?" Kata Peter menggebu-gebu.
"KIta sudah sepakat, Anna. kau tidak akan pernah menganggu Susan dan terus berada di belakang ku selama aku belum menjadi presdir!" Sambung Anna.
Anna menelan ludah. Dia menyadari bahwa dirinya salah mengambil keputusan.
"Aku cemburu, Peter!" Kata Anna sambil menangis.
Peter menarik nafas dan menggelengkan kepalanya tak percaya dengan perkataan Anna.
"Hah? Kau gila, Anna! Kalau sampai Susan mati bagaimana?" Kata Peter.
"Bukankah itu bagus?" Jawab Anna dengan cepat.
"Kau bisa langsung menjadi presdir di Alpha Group kan?" Sambung Anna.
BRAKKK!!
Peter memukul pintu.
"Jaga mulut mu! Aku masih membutuhkan dia!" Peter kembali terbakar emosi.
"Untuk apa? Untuk kau pamerkan di acara-acara tv itu? Aku benci saat melihat mu menggandennya di depan wartawan, aku bensi saat kau mengirim pesan untuknya. Aku benci saat kau menelpon dan memuji kecantikannya. Setiap aku berhubungan badan dengan mu, aku merasa mendapatkan barang bekas yang sudah di pakai Susan!"
Peter terkejut dengan perkataan Anna. Dia tidak menyangka bahwa Anna akan mengatakan hal itu. Anna menganggap dirinya sebagai barang bekas.
Peter berusaha mendobrak pintu. Matanya seperti singa yang kelaparan. Namun beberapa kali sudah mencoba tapi pintu itu tetap kokoh berdiri.
Uwweee!! Uwwweee!!
Suara tangisan Vannes terdengar. Sedari tadi anak itu tidur di dalam kamarnya yang terletak bersebelahan dengan kamar Anna.
Anak itu pasti terbangun karena mendengar keributan kedua orang tuanya.
Sontak suara tangisan itu membuat Anna tersadar bahwa dia meninggalkan anaknya disana sendirian dalam kondisi seperti ini. Matanya membulat, dia langsung berdiri di depan pintu. Namun belum berani membukanya.
Sedangkan Peter yang berada diluar kamar langsung teralihkan pada tangisan Vannes. Dia langsung berjalan menuju kamar Vannes. Melihat bayi itu sedang menangis di dalam baby box.
Peter menggendongnya. Melihat Vannes sebentar dan memikirkan cara agar Anna kembali tunduk padanya.
Seketika dia mengambil vas bunga yang ada di atas meja dan melemparkannya ke dinding.
Centarrrr!!!
Suara vas bunga pecah pecah berserakan.Suara itu sontak membuat Anna terkejut dan segera membuka kunci pintu kamarnya. Saat dia keluar dari kamar, dia sudah tidak melihat Peter. Anna langsung mengerti dimana pria itu berada.
Anna langsung berlari ke kamar Vannes. Disana Peter sudah berdiri dengan menggendong Vannes. Tangan kirinya memegang sebuah pistol yang dia arahkan ke kepala Vannes.
Anna langsung berteriak. "Arggg!! Ku mohon jangannn!!"
Peter tak merespon sedangkan Vannes terus menangis di gendongannya. Dia seakan tak mampu mendengar jeritan tangisan Vannes, karena bagaimanapun juga. Vannes adalah anak kandungnya.
Peter menaruh Vannes kembali ke baby box dan memberikannya sebotol susu. Anna yang melihat itu sedikit lega dan hendak menghampiri anaknya. Namun Peter langsung mencengah dan mengarahkan pistolnya ke kepala Anna.
Kali ini Anna tak dapat berkutik. Ternyata ini hanya akal-akalan Peter agar dirinya keluar dari dalam kamar. Karena dia sebenarnya juga tau Peter tak akan mampu menyakiti Vannes.
"Jika kau berani menyentuh Susan lagi, maka aku pastikan kau tidak akan pernah melihat anak mu lagi, Anna!" Kata Peter dengan penuh penekanan.
Air mata Anna kembali mengalir. Dia tidak mungkin berkata tidak kali ini. Jadi dia terpaksa menyetujuinya dengan mengangguk pelan.
"Kemasi barang mu dan Vannes sekarang!" Kata Peter.
Anna melihat Peter dengan penuh tanda tanya. Mengapa harus mengemasi barang, apakah dia akan di usir dari villa ini sekarang?
"Ta.. Ta.. Tapi kenapa?" Tanya Anna dengan penuh ketakutan, dia takut salah bicara dan memprovokasi Peter.
Peter melangkah mendekat, membuat anna bergidik ketakutan.
"Kau pikir, kau akan aman setelah mencelakai Susan?" Ucap Peter dingin.
"Pertama, jika musuh ku tau soal kita, dia akan membuat mu sebagai alat untuk menyerangku. Kedua, ayahku sedang mencari keberadaan orang yang sudah mencelakai Susan. Jika dia menemukan mu, dia pasti akan memenggal kepala mu, Anna!" Peter mendorong pistolnya ke kepala Anna.
"Kita harus pindah sekarang! Ke tempat dimana tak seorang pun bisa mengakses diri mu dan Vannes. Kau sangat merepotkan ku!" Sambung Peter.
Anna seakan tersadar akan sebuah kenyataan pahit. Dia tak seharusnya melakukan itu pada Susan. Karena itu sama saja seperti boomerang baginya sekarang.
Flashback Off
********
Sudah beberapa jam Peter mondar-mandir di ruang kerjanya. Mencari jalan keluar untuk permasalahan ini. Dia tidak mau dirinya ketahuan selingkuh dengan Anna hingga memiliki seorang anak.
Karena jika itu sampai terjadi dia pasti akan di usir dari mension dan kehilangan kesempatan untuk menjadi presdir di Alpha Group.
Dia menikahi Susan memang untuk hal itu. Untuk mendapatkan seluruh harta Ayah Susan dan ayahnya. Karena Alpha Group di dirikan oleh dua orang, sehingga Peter ingin mengklaim seluruh bisnis itu tanpa harus berbagi atau bersaing dengan Susan.
Dengan menikahi Susan, maka itu akan menjadi mudah bagi Peter. Dia bisa memanipulasi Susan secara perlahan. Dia juga menyibukkan Susan dengan kondisi ayahnya yang sakit-sakitan.
Peter juga menginginkan seorang pewaris dari Susan. Karena Alpha Group harus terus berjalan ke depanya.
Namun, Peter dan Anna seakan terkena boomerang dari rencana jahat mereka sendiri.
Semakin hari, Peter seakan jatuh cinta pada Susan. Hingga dia terbuai akan kecantikan dan ketulusan hati Susan. Di tambah malam-malam panas yang mereka lewati berhasil membuat Peter dilema.
Rencananya seakan terkubur perlahan. Dia selalu ingin berada di samping Susan siang dan malam. Namun, di sisi lain dia juga bertanggung jawab terhadap kehidupan Anna dan Vannes. Karena dia juga yang memposisikan wanita itu di kehidupannya dengan Susan.
Akhirnya setelah sekian lama. Peter mengambil ponselnya lagi dan menelpon Traver.
"Traver, kau sudah menukan Anna?" Tanya Peter.
"Belum, Tuan. Kita masih menyisir area selatan dan utara." Jawab Traver di telpon.
Traver masih di Pulau Malaraja untuk mencari keberadaan Anna.
"Tugaskan anak mu untuk mencarinya! Sekarang kau urus saja Vannes. Kau kirim dia ke panti asuhan di luar negeri, carikan yang terbaik dan ubah seluruh identitasnya. Pastikan tidak terdeteksi!" Perintah Peter.
"Baik di mengerti, Tuan." Kata Traver.
Peter menutup telpon dan melempar ponselnya ke sofa. Dia merobohkan diri ke atas sofa itu. Wajahnya nampak kelelahan dan kurang istirahat.
Seketika Peter mengingat janjinya pada Susan. Bahwa dirinya sudah berjanji akan membunuh siapapun yang telah membuat Susan keguguran.
Dia berpikir ratusan kali. Bagaimana dia bisa membunuh Anna, sedangkan wanita itu juga ibu dari anaknya.
Tapi dia juga terlanjur berjanji pada Susan. Peter tak mampu memikirkannya lagi. Dia menginginkan kedua wanita itu dan juga harta yang berlimpah. Jadi dia tak mungkin membunuh salah satunya ataupun kehilangan salah satunya. Dia tak mau!
********
Di kamarnya, Susan juga sulit untuk tidur karena masih memikirkan keadaan Vannes. Akhirnya Susan memutuskan untuk keluar dari kamar mencari Alice.
Alice yang masih berjaga di depan pintu kamar Susan sontak terkejut, karena dia mengira Susan sudah tertidur.
"Nyonya belum tidur?" Tanya Alice.
Susan menggeleng. Dia sudah menggunakan piyama berbahan satin yang mahal. Piyama berwarna hitam yang memperlihatkan sedikit belahan dadanya.
"Peter masih di ruang kerja?" Tanya Susan.
"Iya, Nyonya."
"Apa dia tidur disana?" Tanya Susan lagi.
"Saya tidak tau, Nyonya." Jawab Alice. Lalu melangkah sedikit ke arah Susan.
"Tadi sepertinya, Tuan sedang bertengkar dengan seseorang, Nyonya. Tapi saya tidak tau siapa, saya tidak berani menguping." Lanjut Alice.
Wajah Susan sontak penasaran dengan siapa Peter bertengkar, apa masalah bisnis atau masalah Vannes?
"Traver sudah kembali?"
"Belum, Nyonya."
"Apa tidak ada kabar lagi soal anak itu dan Anna?"
"Belum, Nyonya. Karena Tuan juga sama sekali belum keluar dari ruang kerjanya." Jawab Alice.
"Hmm.. Baiklah, kabari aku jika terjadi sesuatu ya!" Kata Susan.
Lalu dia bergegas menutup pintu dan berbaring di atas tempat tidur.
Bersambung..