"Heh, anak sialan! Pergi kamu dari
rumah ini. Keluar!! Gak sudi aku
nampungmu lagi!!" usir Bu Elanor.
membuat Alvin yang sedang melamun
segera terperanjat.
"Berhenti bicara yang tidak-tidak
Ela!!" hardik pak Rohman.
"Kamu pilih aku dan anak anak yang
keluar apa anak sialanmu ini yang keluar
pak!?" teriak Bu Elanor membuat pak Rohman terkejut.
Beliau tak pernah berfikir akan
dihadapkan pada situasi se rumit ini.
"Alvin yang akan keluar pak buk"
ucap Alvin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fantastic World Story, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12 Gaji yang Di Harapkan
Seminggu sebelumnya, saat hendak ke
kantin, Alvin melewati kelas Ratih, dari
kejauhan ia melihat Ratih sedang
membuang kertas, yang telah di remasnya
ke dalam tong sampah depan kelas.
Alvin pun memperhatikan sembari
memicingkan mata, tampak familiar
dengan kertas yang diremas dan di buang
oleh Ratih, ia pun segera memungutnya
dan merapikan kertas yang sudah kusut
tersebut.
Benar dugaan Alvin, kertas yang kini
tampak kusut itu adalah lembaran folio
bergaris yang berisi catatan yang di buat
Alvin kemarin, yang baru ia sampaikan
pada Bu Irma tadi pagi untuk disampaikan
pada Ratih.
"Kalau tahu begini, aku gak perlu
repot-repot bikin catatan kayak gini lagi
hmm" gumam Alvin pada dirinya
sendiri.
Kembali ke saat ini, dimana Ratih
sedang menyesali perbuatannya, ia yang
terlalu iri saat Bu Irma memuji Alvin,
yang bersedia membuat catatan untuk
Ratih kala itu, membuat Ratih kesal dan
membuang catatan yang baru saja
diberikan.
Alvin yang telah berlalu, segera
masuk ke dalam kendaraan sekolah,
disana ia langsung diberi selamat dari
teman-teman yang lain, meski seluruh tim
lomba olimpiade yang dikirim oleh SANG
JUARA mendapatkan juara, namun tim
Alvin yang mendapatkan juara pertama
tentu yang paling menjadi perhatian.
"Loh pak, Ratih belum masuk loh.
Tadi dia masih diatas" protes Alvin saat
kendaraan sedang dipanaskan, tanda akan
berjalan sebentar lagi.
"Oh, Ratih katanya di jemput papanya,
jadi kita bisa pulang dulu" jawab pak Arif.
"Nah itu, mobil papanya Ratih"
sambung pak Arif seraya menunjuk mobil
sedan mewah yang baru datang.
Alvin pun memperhatikan apa yang
di tunjukkan oleh pak Arif. Tampak
seorang pria berusia 40an yang masih
tampak bugar keluar dari mobil, tak lama
kemudian Ratih datang bersama Bu Irma,
Bu Irma pun tampak berbasa-basi
sebentar, sebelum akhirnya meninggalkan
Ratih pada papanya.
Lomba telah berakhir, kini Alvin
bisa sedikit bersantai dan bisa fokus
sambil bekerja kembali.
"Gimana lombanya le?" tanya pak
Rohman ketika Alvin pulang ke rumah.
"Alhamdulillah lancar pak" jawab
Alvin seraya tersenyum.
"Juara berapa?" tanya pak Rohman,
beliau sudah hafal dengan Alvin, yang
jika ikut lomba pasti membawa pulang
yang namanya gelar juara.
"Pertama pak" jawab Alvin.
"Alhamdulillah" ucap pak Rohman.
"Halah, meskipun juara juga gak ada
uangnya, seperti yang sudah-sudah, ya
buat apa. Mending fokus kerja" sahut Bu
Elanor.
"Udah jangan di hiraukan, sini makan
bareng le, mumpung ibumu masak enak
ini" ajak pak Rohman.
"Iya, sini makan Vin, ibu masak ayam goreng kesukaanmu loh" ucap Bu
Elanor.
"Sejak kapan aku suka ayam goreng,
itu kan makanan kesukaan Dina"batin
Alvin, namun ia tetap memilih
menuruti ajakan sang bapak.
Jarang sekali ibunya itu memasak
dengan lauk yang sedikit mewah ini.
Apalagi ia juga diajak makan bersama
dengan ramah, tidak seperti biasanya.
"Kamu ambil sayap aja, itu pahanya
buat Dina sama Rafi" ucap Bu Elanor ketika
Alvin hendak mengambil salah satu
paha ayam yang tersedia.
Tanpa protes, Alvin pun menurut
dan segera makan agar dirinya bisa segera
istirahat.
Waktu berlalu, 2 hari kemudian hari
Senin pun tiba. Seperti biasa, upacara bendera pun dilaksanakan. Seluruh tim
yang mengikuti lomba kemarin
dikumpulkan, untuk mendapatkan
piagam serta hadiah dari sekolah.
"Saya sangat salut dengan tim dari
mata pelajaran fisika, yang mana salah
satu pesertanya tidak ikut tambahan
pelajaran di sekolah, tapi mampu
membawa nama baik sekolah kita menjadi
juara pertama. Oleh karena itu saya
ucapkan banyak terimakasih pada Ratih,
atas usaha yang telah dilakukan" ucap
kepala sekolah seraya menoleh pada Ratih
yang langsung mengangguk kemudian
tersenyum.
Sementara rekan Alvin yang lain
hanya menggelengkan kepala, mereka
semua tahu, jika kemenangan lomba fisika
kemarin yang paling banyak berkontribusi
adalah Alvin. Harusnya Alvin lah yang disebut, bukan Ratih.
Usai menyampaikan sedikit pidato,
piagam penghargaan, kalung medali dan
hadiah pun diberikan kepada masing
masing peserta lomba.
Lepas upacara, ke enam perwakilan
lomba kemarin masih berkumpul.
"Weh cuma 300rb, apa karena kita
cuma juara 3 yah sal" ucap Mingyu pada
Faisal. Mingyu yang penasaran memang
segera membuka amplop yang diberikan
tadi.
"Iya kali" jawab Faisal yang tergerak
ikut membuka amplopnya juga.
"Halah sama, ini punyaku juga segitu"
sahut Alex yang turut membuka amplop
miliknya yang ternyata juga hanya berisi
uang 50ribuan sebanyak 6 lembar.
Arumi tak berkomentar, ia hanya ikut
menyetujui ucapan Alex dengan
mengangguk. Padahal ia dan Alex juara 2
di bidang matematika, tapi ternyata
hadiahnya sama.
"Vin ayo buka punyamu, kamu kan
yang paling bagus nih juaranya, masak iya
dapetnya sama kayak kita" pinta Mingyu
pada Alvin.
Tanpa ragu, Alvin pun membuka
amplopnya dengan disaksikan oleh teman-
teman yang terlihat penasaran itu.
"Sama" ucap Alvin begitu
membeberkan uang hadiahnya.
"Aneh" gumam Arumi.
"Iya aneh, perasaan kita selalu
dijanjikan hadiah jutaan, masak dari
jutaan kita cuma dapat segini" ucap
Mingyu menggebu.
"Udahlah Ming, terima aja, mungkin
emang sekolah cuma menyemangati
waktu bilang hadiahnya jutaan, agar kita
terpancing untuk menjadi juara' sahut
Faisal.
Sementara Ratih yang sejak tadi hanya
menyimak, kini hendak pergi, namun
sebelum pergi, ia memberikan amplop
hadiah miliknya pada Alvin.
"Buat kamu aja, uang segitu uang
jajanku tiap hari, aku gak butuh" ujar
Ratih meletakkan amplopnya di pangkuan
Alvin. Sembari membereskan barang-
barangnya sebelum benar-benar pergi.
"Eh jangan, meskipun ini uang yang
sedikit bagi kamu, tetep saja ini hak kamu
tih, ini hadiah buat kamu, bukan buatku"
tolak Alvin.
"Karena ini hak aku, makanya aku berikan ke kamu" jawab Ratih.
"Udah terima aja, uang dia udah
tumpah tumpah, uang segitu gak ada
artinya buat dia" ujar Alex.
"Vin, itu kayaknya lebih tebal, coba
kamu buka deh, isi berapa. Kok aku
penasaran" bisik Mingyu.
Tak ingin membuat temannya
penasaran, Alvin pun segera membuka
amplop yang kini berada di tangannya.
Dan benar saja, isinya jauh lebih banyak
dari milik mereka semua.
"Ratih, ini punyamu isinya 1 juta loh"
ucap Alvin saat melihat Ratih sudah
beranjak.
"Ya udah sih, berati kan lumayan
kamu jadi dapat banyak vin" jawab Ratih
enteng, sejujurnya ia tak menyangka jika
pihak sekolah akan segila ini dalam pilih kasih.
Alex yang mendengar pun hanya bisa
tersenyum kecut, fakta bahwa sekolah
telah pilih kasih membuatnya geram.
"Tapi ini terlalu banyak tih" protes
Alvin.
"Bagi aja sama yang lain, aku pergi
dulu" ucap Ratih kemudian benar-benar
berlalu.
"Haruskah kita protes mengenai
jumlah hadiah ini?" ucap Arumi pelan.
"Halah bikin ribet rum, udah kita
terima aja" sahut Faisal membuat Mingyu
mengangguk.
Namun tak begitu bagi Alex, ia pasti
akan melayangkan protesnya, tapi nanti.
Jalur pribadi, mengingat ia adalah anak
pemilik sekolah, tentu bukan hal yang
sulit untuk mengetahui fakta yang ada
bukan.
Sementara Alvin yang sadar diri dan
posisi tak ingin terlibat masalah, menjadi
murid beasiswa saja baginya sudah
menyesakkan, apalagi jika sampai timbul
masalah, kalau ia harus memprotes
jumlah hadiah yang ia dapatkan.
"Berati masing-masing dari kita
ketambahan 200 ya, Ratih kan tadi
bilangnya suruh bagi sama kalian" ujar
Alvin seraya memberikan uang 200an
pada masing-masing temannya.
Alex hendak menolak dan
memberikan uang itu pada Alvin,
namun ia sadar tak ingin melukai harga
diri Alvin, makanya ia memilih untuk
menerima uang tersebut.
Pulang sekolah, seperti biasa Alvin kembali menjadi tukang sampah, yang
menjadi pekerjaan Alvin selama sebulan
terakhir.
Hal yang membuat Alvin baru
ingat, jika tanggal gajiannya sudah lewat 3
hari, haruskah ia menanyakannya pada
haji Maliki, pikirnya.
Keesokan harinya, sepulang sekolah
Alvin pun memutuskan untuk mampir
ke rumah haji Maliki, dengan mengayuh
sepeda dengan semangat, Alvin pun
sampai di rumah haji Maliki.
"Assalamualaikum bah" sapa Alvin
pada haji Maliki yang sedang duduk santai
di amben depan rumahnya.
"Waalaikumsalam le, sini sini,
tumben mampir" jawab haji Maliki setelah
Alvin menyalaminya.
"Iya bah, cuma mampir aja, sama itu, sebenarnya ada yang mau saya tanyakan"
ujar Alvin.
"Apa itu le?" tanya haji Maliki.
"Ngapunten sebelumnya ngge bah,
saya kan sudah sebulan kerja jadi tukang
sampah, kalau boleh tahu, untuk masalah
pembayaran itu biasanya di tanggal berapa
ngge?" tanya Alvin dengan hati hati,
membuat haji Maliki mengerutkan
keningnya karena heran.
"Loh kamu itu gajian tanggal 1 le,
sudah diberikan kok, malah sudah saya
potong buat nyicil sepeda itu seperti yang
kamu mau, tak kasih slip juga di
amplopnya le" jawab haji Maliki membuat
Alvin heran.
"Loh engge ta bah?" tanya Alvin,.
"Sek sek tak tanyakan istri saya" ucap
haji Maliki seraya masuk ke dalam rumah.
Tak lama kemudian, haji Maliki pun
keluar dengan istrinya.
"Mik, katanya gaji Alvin sudah
kamu kasihkan, ini kok anaknya nanyain"
tanya haji Maliki pada istrinya.
Sementara Alvin merasa tak enak
hati, takut membuat pasangan suami istri
itu bertengkar.
"Memang sudah tak berikan bah, 4
hari yang lalu Bu Elanor kesini, katanya
Alvin minta tolong buat diambilin
gajinya" jawab umik Hana.
"Kok kamu kasihkan mik" protes haji
Maliki.
"Yah gimana bah, wong Bu Elanor
bilangnya dimintain tolong sama Alvin,
apalagi Bu Elanor sudah dari seminggu yang
lalu juga kesini nanyain gajinya Alvin"
jawab umik Hana.