Sekelompok siswa SMA dipaksa memainkan permainan Mafia yang mematikan di sebuah pusat retret. Siswa kelas 11 dari SMA Bunga Bangsa melakukan karyawisata. Saat malam tiba, semua siswa di gedung tersebut menerima pesan yang menunjukkan permainan mafia akan segera dimulai. Satu-satunya cara untuk bertahan hidup adalah dengan menyingkirkan teman sekelas dan menemukan Mafia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jewu nuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hagian dan Wira
Wira terdiam tempat di ruang persembunyian yang jadi tempat kejadian perkara meninggalnya Jihan. Tampak tegang sekali memikirkan siapa dan kenapa harus Jihan? Saat disana bukan hanya Jihan yang tertidur, tapi ada Wira juga.
Wira mengerjab, berjalan keluar saat mendapati Hagian keluar dari kantin. Tahu kan? Markas yang sering mereka bertiga gunakan untuk bersembunyi. Lebih tepatnya tempat yang jadi rumah untuk mereka sekarang justru jadi dingin dan tidak bermakna.
“Dia mafianya? Bisa jadi!” decaknya kesal sambil mengikutinya tanpa suara.
Ingat, jangan percaya siapapun terlebih itu sahabat lo sendiri.
Jadi begitulah sekarang Wira hidup.
Sementara pada arah yang damai, Nathan sibuk dengan ponselnya sambil sesekali menatap sekeliling untuk memikirkan siapa yang pantas disebut mafia, dirtengah konflik yang terus terjadi. Pandangannya terarah pada Hagian dan tentu Wira yang mengikutinya dibelakang.
“Baru juga mereka dibela, kenapa begitu?”
Pada gudang yang tak jauh dari gedung retret, Nathan melihat betul bagaimana wajah tegang dua sahabat itu.
“Lo nyembunyiin kapak itu?! terus itu apa?”
Sebuah kain penuh darah terjatuh dari kantung plastik, bersama sebuah pematik api yang sering Hagian bawa untuk menyalakan rokok.
“Lo mau bakar barang buktinya?! Lo bunuh Jihan, lo pelakunya, lo sialan?!”
Hagian menelan ludahnya susah payah, “Gue juga dijebak, brengsek”
“Atas dasar apa? gue rasa lo yang lagi jebak gue, dasar mafia gila!”
Saat memproses keadaan Nathan terbelalak menatap Wira sudah lebih dulu meraih kapak yang tak jauh darinya. Menodongkan tepat dihadapan Hagian, pria dengan wajah penuh ketegangan, dan rasa takut.
“Lo masih nyembunyiin identitas lo?!” Wira mengayunkan kapaknya. Untung saja Hagian dengan sigap menghindar, kalau tidak suasana akan semakin kacau, dan dia akan jadi daging manusia cincang.
“Siapa mafia diantara mereka? atau mereka berdua?”
Tanpa disadar, sebuah kaleng tersandung, membuat dua pasang mata tertuju padanya. Nathan dengan wajah yang pucat ditatap oleh Hagian dan Wira secara bersamaan.
“Brengsek” decahnya sebelum beranjak untuk mengejar Nathan. Tentu bersama Wira yang mengikutinya dari belakang. Merasa terancam, Nathan segera meninggalkan tempatnya berdiri. Berusaha mencari tempat persembunyian agar tidak dibantai oleh dua orang gila itu.
—
Khalil berdiri sambil menyandarkan tubuhnya ke dinding. Menghirup udara segar sekiranya bisa membuat otaknya sedikit jernih.
“Seandainya nggak ada permainan ini, apa yang bakal terjadi?”
Bermain sepak bola di sekolah atau memasukkan bola ke dalam ring dan melawan Hagian? Atau mereka sedang menikmati berenang dikolam air hangat bersama-sama, sebagai persembahan ujian akhir?
“Pada akhirnya, semuanya akan mati, dan nggak ada yang selamat. Korpan pasti akan terus bertambah, tapi sebelum semuanya terjadi gue harus cari siapa mafianya”
Ingat percakapannya dengan Intan saat di ruang kesehatan, yang pada akhirnya harus berakhir karena kedatangan agil. Apakah pantas mencurigai orang-orang yang sempat mereka singgung?
Khalil menghela napas panjang, berbalik badan untuk mengintai sekitar. Mungkin ada yang bisa dia jadikan petunjuk setelah ini, atau sekiranya, matanya dimanjakan dengan pemandangan palsu dari pada darah yang terus berkucur di gedung.
“Mereka kenapa?”
Pada ujung gedung seseorang menjatuhkan sebuah kaleng saat Nathan sedang mengintip Hagian dan Wira, “Mereka ngapain sih?”
Khalil memicing, memfokuskan seorang gadis berambut pendek yang meninggalkan tempat tepat saat kaleng yang baru saja dia gelindingkan berhenti disamping Nathan, “Merah?”
Sebelum akhirnya, suara nyaring terdengar dan membuat Hagian dan Wira mengejar Nathan menuju gudang.
"Selamatkan Dia."
—
“Lepaskan aku!” sentak suara Nathan membuat Wira dan Hagian semakin geram mengukungnya.
“dasar mafia brengsek!”
Dengan kencang, Hagian mendoorng tubuh Nathan sampai tersungkur ke tanah. Selebihnya medobrak beberapa benda berat yang ada di gudang ini. Maksudnya, sejak kapan gudang jadi tempat penyimpanan bata dan beberapa tong besi?
“Kalian yang bunuh Jihan dan Sadam! Kalian membunuh teman kalian sendiri!”
“Bukan gue?!” sentak Wira membela.
“Gue bakal bilang kalian mafia yang asli”
Wira tanpa banyak bicara membungkam mulut Nathan. Membawa pria itu semakin erat sebelum akhirnya sekiat tenaga dia kerahkan untuk menjatuhkannya kembali.
“Arghhh...”
Hagian meraih batu bata yang sangat mudah sekali dia jangkau. Pemikiran yang cetek untuk kelakuan Hagian yang tidak waras.
“Lo mau ngapain?”
“Kalau dia bilang sama semuanya, habislah kita” Hagian, tanpa dosa menatap Nathan yang sedang kesakitan sebelum akhirnya melayangkan batu bata ke udara agar sampai ke Nathan. Namun sebelum melancarkan aksinya, seseorang mendorong tubuhnya sampai tersungkir sembarangan.
“Argh sialan!!” desaknya kesal.
“Orang gila, lo mau bunuh dia?!”
Hagian mengusap wajahnya kasar sebelum kembali berdiri. Berkacak pinggang sambil menatap ketiga pria dihadapannya.
“Lo bisa bangun?”
“Khal, gue bisa jelasin”
“Kalian?! Brengsek sekali!” Khalil memapah tubuh Nathan. Mengabaikan Wira dan Hagian yang sedang berusaha membujuknya.
“Gue udah ngebelain kalian, kalian malah kayak gini?! Bisa diajak kerja sama nggak sih?!”
Nathan meringis, “Khal, mereka mafianya”
“Dia yang sembarangan nuduh kita!” ujar Wira membela diri. Namun sudah lebih dulu diabaikan. Kedua pria itu meninggalkan gudang di susul Hagian dan Wira.
Tentu menuju ruang kesehatan untuk mengobati luka Nathan yang lumayan parah. Untung saja pria itu datang tepat waktu. Kalau tidak, pasti Nathan sudah jadi manusia geprek oleh Hagian. Dasar bedebah itu.
“Khal, kenapa?’ Olive yang panik mulai menatap Nathan khawatir.
“Kalian tunggu disini, biar gue yang obatin, habis ini gue jelasin semuanya”
Dengan tubuh yang bergetar, gadis itu tersungur. Membuat Intan ikut berjongkok untuk meenangkannya, lagian siapa yang tidak khawatir jika kekasihnya kenapa-napa?
“Tenanglah, Khalil bakal ngobatin dia kok”
“Tega banget, siapa yang ngelakuin?”