NovelToon NovelToon
First Love

First Love

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Keluarga
Popularitas:4.9k
Nilai: 5
Nama Author: Bulbin

Beberapa orang terkesan kejam, hanya karena tak sesuai dengan apa yang diharapkan.
Kata-kata mengalir begitu saja tanpa mengenal perasaan, entah akan menjadi melati yang mewangi atau belati yang membuat luka abadi.

Akibat dari lidah yang tak bertulang itulah, kehidupan seorang gadis berubah. Setidaknya hanya di sekolah, di luar rumah, karena di hatinya, dia masih memiliki sosok untuk 'pulang' dan berkeluh kesah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bulbin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 11. Kencan

"Nak, ada apa?"

Pria itu mengikuti arah pandang anaknya, lalu cepat menarik tangan Melda untuk menjauh. Sementara gadis itu masih saja terdiam, tak menghiraukan dirinya yang dibawa ke sana kemari oleh sang ayah, dan berakhir di dalam mobil.

"Udah jangan hiraukan dia. Kamu sama Papa, biar dia berlaku sesukanya. Kamu aman di sini."

Melda mengangguk, lalu menatap diam pada lalu lintas kota yang padat.

Di waktu yang sama, Nayna baru saja selesai makan bersama kedua orang tuanya. Kini mereka mengobrol di ruang keluarga, sembari menonton televisi yang tengah menayangkan sebuah berita kriminal.

"Tuh, kamu hati-hati, jangan keluyuran sendiri. Sekarang makin edan, bukan lagi bocah yang diculik, sekarang orang asal comot aja, nggak pandang tua muda."

Siti terus mengomentari berita penculikan, pemerkaosan dan berakhir pembvnuhan di salah satu daerah. Setelahnya, dia kembali berkomentar.

"Nay, sekarang jangan gampang kepancing mulut laki-laki. Depannya aja baik, bagus, muji-muji, belakangnya malah gitu. Cuma mau ngambil kesempatan. Jangan macem-macem ya, awas kalau sampai Ibu tahu, kamu aneh-aneh di luar sana!"

Nayna mengangguk, sementara Rahmat melirik ke arah istrinya.

"Kesannya kayak ada dendam terselubung ya ... "

Belum sempat kalimat itu berlanjut, dengan cepat, Siti menimpali, "APA?"

Rahmat dan anaknya kompak menggeleng, Nayna berlari ke kamar, sedangkan Rahmat memilih pergi ke beranda dengan cangkir tehnya.

Di dalam kamar, Nayna membuka laptop. Membaca beberapa pesan yang masuk ke akun instagram dan email-nya tanpa berniat membalas. Namun, matanya berhenti di satu nama yang selalu menghubunginya hampir setiap hari. Kali ini, tak seperti biasanya, akun dengan nama Langitbiru mengirim chat yang terbilang panjang.

Hai, Padma. Gimana kabarmu?

Kapan kamu ada waktu untuk bisa bertemu? Selama beberapa tahun kita kenal, saling chat di sosial media, dari aku yang masih SMP, sampai sekarang, kamu masih sulit diajak bertemu. Oh iya, aku lupa. Kita beda daerah ya, mungkin kamu juga nggak boleh pergi jauh sendirian, ... hm, gimana kalau aku yang datang ke kotamu? Aku nggak bakal macem-macem kok, aku cuma pengin kita ketemu. Ngobrol tatap muka, bukan sebatas maya seperti ini. Berulang kali aku minta nomor hp-mu, selalu saja ada alasan. Aku benar-benar butuh teman untuk cerita.

Padma, tolong beri aku kesempatan untuk bisa mengenalmu di dunia nyata.

Nayna membaca ulang, tak percaya akan apa yang dilihat mata kepalanya saat itu.

Dia ngajak ketemu? Yang bener aja.

Lama jarinya terdiam di atas papan keyboard, namun tak satu pun huruf yang berhasil dilempar ke layar.

Nayna menutup benda pipih berwarna hitam itu. Dia bangkit menuju jendela, mengamati warna warni bunga di taman kecil milik ibunya.

Ponsel di atas meja, tiba-tiba menyala, dengan suara khas tanda sebuah notif masuk di sana. Nayna meraihnya dan menatap layar, kening berkerut, lalu dia terduduk.

Pesan instagram dengan nama akun yang sama kembali hadir. Kali ini, terkesan sedikit memaksa dan ... mengancam?

Tolong, aku minta tolong sekali, kasih aku alamatmu, sekarang. Biar aku yang datang dan kamu nggak perlu pergi ke mana-mana. Kalau kamu nggak mau kita ketemu, detik ini juga, aku akan hapus semuanya. Anggap kita nggak pernah kenal satu dan yang lain.

Nayna terpekur dengan ponsel masih di tangan. Ada rasa bimbang yang tiba-tiba datang menyerang.

Apa aku kabulin aja? Tapi aku belum siap ketemu dia. Aku takut dia marah kaya dulu, meski sekarang sikapnya beda banget ... aku juga nggak mau dia pergi.

Nayna menutup wajah dengan kedua telapak tangan. Kesal, marah, sedih, namun ada getar bahagia yang dia rasa.

Di tengah kebingungannya, gadis itu terkejut saat pintu diketuk dan suara sang ayah terdengar memanggil. Buru-buru dia beranjak dan membukakan pintu.

Rahmat mengajak putrinya pergi, "yuk, sekalian healing. Mumpung Ibu nggak ada."

"Ke mana, Yah? Tumben Ibu nggak ngikut," timpal Nayna dengan suara sedikit pelan.

"Ibu ada arisan di tempat Bu RT, kita pergi yuk. Temenin Ayah nyari sesuatu."

Rahmat keluar saat Nayna berkata akan bersiap lebih dulu.

Tak lama, mereka berdua sudah berada di tengah hiruk pikuk jalanan kota, yang terang oleh lampu jalan dan gedung-gedung sekitarnya.

Motor yang dikendarai Rahmat melaju sedang, sambil sesekali pria itu melirik putrinya dari kaca spion.

Rahmat membawa anaknya ke sebuah pusat perbelanjaan, dia menggandeng tangan Nayna yang sejak tadi masih terdiam dengan wajah sendu.

"Nak, kamu kenapa? Dari tadi itu muka asem bener. Diputusin pacar?" Rahmat membawakan segelas es krim cokelat kesukaan putrinya, lalu duduk saling berhadapan.

"Siapa yang pacaran? Ayah sok tahu," balas Nayna yang kini terlihat berbinar setelah satu suapan es cokelat yang lembut itu, masuk ke mulut dan mencair di lidahnya.

Pria itu terkekeh, keduanya saling bertukar cerita, menghabiskan kesempatan yang sangat berharga itu.

"Katanya nggak punya duit, kok bisa keluyuran ke mall? Mana belanja juga."

Nayna dan ayahnya menoleh bersamaan, hingga beberapa detik berlalu, mereka saling diam.

"Eh, Tante. Sama siapa?"

Nayna menegur wanita yang berdiri tepat menghadap kakaknya. Dengan tatapan meremehkan, wanita itu melirik ke arah Nayna, lalu kembali menatap Rahmat tanpa membalas sapaannya.

"Udah punya duit, Mas? Syukur deh, jadi nggak perlu ngemis-ngemis lagi ke rumah. Eh iya, Mas. Besok dateng ya, suamiku naik jabatan, niatnya mau bikin pesta gitu. Nggak usah bawa apa-apa, Mas. Kita nggak butuh, kita punya lebih malah. Kalau bisa, pakai baju yang bener ya, biar nggak kelihatan dekil, soalnya mertuaku yang kaya raya itu mau dateng, sama keluarga besar juga pada ngumpul," terang Fitri panjang lebar. Dia tersenyum sinis sebelum pergi.

Rahmat melepas cekalan di lengan putrinya, dia menatap dengan senyuman.

"Inget, jangan gampang kepancing amarah. Api lawannya air."

"Tapi, Yah. Dia udah kelewatan. Ini di tempat umum lho, Ayah juga Kakaknya. Nggak ada sopan santun sama sekali." Nayna melirik ke arah tantenya yang semakin menjauh.

"Pulang yuk, takut kemalaman. Ntar Nyonya singa ngamuk," bisik Rahmat dengan tawa khasnya. Dia menggandeng tangan Nayna dan berlalu pergi.

Tak ada yang membuka suara, mereka sama-sama sibuk dengan pikirannya sendiri. Rahmat fokus pada lalu lintas, sementara Nayna menikmati hilir mudik kendaraan yang tak ada habisnya, membuat ibu kota tetap hidup meski malam mulai larut.

Perlahan, Rahmat mengurangi kecepatan saat mendekati rumahnya. Dia masih mencuri pandang di kaca spion, berharap sang anak membuka suara. Hingga akhirnya...

"Jadi, besok Ayah mau dateng ke sana? Ayah yakin?" tanya si gadis setelah mereka berdua turun dan berjalan ke arah pintu rumah. Belum sempat menjawab, terdengar seruan yang membuat keduanya diam di tempat.

"Oh, gitu. Pergi nggak ajak-ajak? Pilih kasih ya, ditinggal arisan bentar, udah ngilang aja. Kirain pada nonton tv, tapi kok motor nggak ada. Tahunya jalan-jalan," ujar Siti dengan mimik kesal. Dia berdiri tepat di ambang pintu, sembari berkacak pinggang. Daster bunga yang mulai pudar, terlihat robek di beberapa bagian.

Rahmat mendekat, lalu mengulurkan satu paper bag pada istrinya.

"Apa?" Siti tak langsung menerima, wanita itu menatap tajam ke arah benda cokelat di tangan suaminya.

"Buka aja, eh iya, ini satu lagi ... mana, Nay?" Rahmat menoleh pada Nayna yang menahan senyum di belakang mereka. Gadis itu memberikan sebuah kantong plastik dan berlari masuk sambil berkata, "Bu, Ayah tadi lirik-lirik cewek lho, malah disuit-in pula. Katanya yang di rumah kaya singa, gitu."

Nayna lanjut berlari masuk kamar sambil tertawa dan terdengar suara ayah dan ibu yang saling bersahutan di belakangnya.

Tepat saat itu pula, ponselnya berdering halus.

Dia lagi? Mau apa sih malem-malem gini?

***

1
Dewi Ink
musuh bgt 😅😅
Dewi Ink
🤣🤣🤣
Alyanceyoumee
lah, jangan jadi matre Bu Siti. Pak wistu nyebelin.
Alyanceyoumee
ga suka!
Alyanceyoumee
bagus nay..
Alyanceyoumee
waduh, na... tiba-tiba saja ketemu sama camer.
Pandandut
nah ini baru gentle nih
Pandandut
jadi inget dulu jerit jerit pas jurit malam wkwkwk
Kutipan Halu
untuk ajaa ayahnya segera datang kalau nggk udah kena modus dua cowok itu2 tuh 😂
Iqueena
Hahah, anteng dulu ya Bu 🤣
Iqueena
Ya Allah, ada aja ujian mereka
Iqueena
Ayo diingat lagi Na
Iqueena
Sebentar sebentar, jadi bukan ortu kandung Nayna?
TokoFebri
yang kayak gini itu bacanya sedikit nyesek. Sandy cengengesan tapi sebenarnyaa hatinya raapuh.
TokoFebri: salam ke Sandy ya Thor. semangat. hihihi
total 2 replies
Yoona
siapa yang natap nanya dari jauh itu, penasaran 🤔🤔
Septi Utami
aku kok muak ya sama Melda!!!
Bulanbintang: Aku juga,😥
total 1 replies
Miu Nuha.
mau pinjem PR kok /Hey//Hey/
Miu Nuha.
pinisirin juga nih aku 🤔
Miu Nuha.
gara2 ketemu mantan
Miu Nuha.
jangan nakutin tooo /Sweat//Sweat/
Bulanbintang: Demi keselamatan sang anak,
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!