Cerita ini sepenuhnya adalah fiksi ilmiah berdasarkan serial anime dan game Azur Lane dengan sedikit taburan sejarah sesuai yang kita semua ketahui.
Semua yang terkandung didalam cerita ini sepenuhnya hasil karya imajinasi saya pribadi. Jadi, selamat menikmati dunia imajinasi saya😉
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tirpitz von Eugene, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Siang harinya seorang utusan dari markas besar angkatan Laut datang. Ia menyerahkan sebuah sampul dengan stampel 'Sangat Rahasia!" kepada Takumi yang kebetulan sedang berada di halaman depan penginapan.
Tak butuh waktu lama, sampul itu segera sampai di tangan Tirpitz. Tirpitz segera mengeluarkan isi sampul itu yang ternyata sebuah selembaran pesan rahasia. Tirpitz segera memanggil Farel untuk membicarakan pesan rahasia dari markas pusat tadi.
"Bagaimana dengan para gadis?" tanya Farel.
"Siapkan mobil, kita akan pergi ke markas pusat untuk membicarakannya dengan laksamana besar."
Farel segera bergegas untuk menyiapkan mobil, sedangkan Tirpitz kembali ke kamarnya untuk berganti pakaian sekaligus mengemasi barang-barangnya. Lima menit kemudian sedan Toyota Crown sudah melaju di jalan raya. Saat itu lalu lintas lumayan padat, jadi Farel memutuskan untuk melewati jalan tikus yang sebelumnya diberi tahu oleh salah seorang pengawal penginapan.
Di dalam mobil sedan itu hanya ada Farel, Tirpitz, dan juga Singosari, sedangkan Takumi dan yang lainnya di perintahkan untuk menunggu di penginapan.
"Ngomong-ngomong ku dengar angkatan laut sudah menyiapkan asrama untuk para gadis kapal tinggal sementara," ucap Tirpitz membuka percakapan.
"Kalau tidak salah, lokasinya masih di dalam area komando armada," balas Farel sambil mengemudikan mobil, "informasi yang beredar sih, para gadis akan di pindahkan ke sebuah pulau yang nantinya akan menjadi markas pusat mereka."
"Senang rasanya mendengar para manusia mengerti keadaan kami," sambut Singosari yang duduk di kursi belakang.
Beberapa puluh menit kemudian, sedan itu mulai memasuki zona markas militer. Setelah berhenti di pos pemeriksaan sebentar, akhirnya ketiga orang itu kembali melanjutkan perjalanan mereka.
Sedan itu berhenti di depan sebuah gedung tingkat empat dengan lapangan luas di depannya. Tirpitz turun lalu membukakan pintu belakang dan mempersilahkan Singosari untuk ikut dengannya.
"Nanti kau menyusul ke atas setelah memarkirkan mobil."
Mobil itu segera bergerak menuju ke tempat parkir di samping bangunan itu. Farel memarkirkan mobilnya di bawah sebuah pohon mangga dekat pos keluar.
***
Didalam gedung markas besar angkatan Laut. Tirpitz dan yang lain tidak bisa langsung bertemu dengan laksamana karna sedang ada rapat. Jadi mereka bertiga di persilahkan untuk menunggu di ruang tunggu, tepat di sebelah ruang kerja sang laksamana besar yang mereka hendak temui.
"Indah sekali bagian dalam gedung ini," ujar Singosari memuji.
"Dahulu gedung ini adalah markas besar VOC ketika mereka berkuasa di negeri ini," jelas Tirpitz, "tapi akhirnya menjadi markas armada patroli kekaisaran setelah negeri ini di rebut lewat invasi beberapa tahun lalu."
Beberapa jam kemudian sang laksamana terlihat berjalan di lorong. Langkah kakinya memberikan kesan bahwa ia sedang tergesa-gesa karna sebuah tugas maha penting yang saat ini dilimpahkan kepada beliau.
Tirpitz segera memberi hormat secara militer, diikuti oleh Farel dan Singosari di belakangnya. Sang laksamana membalas hormat mereka lalu menjulurkan tangannya mengajak Tirpitz untuk berjabat tangan.
"Syukurlah anda datang tepat waktu," ucap sang laksamana lalu membukakan pintu ruang kerjanya, "sebaiknya kita bicarakan di dalam."
Laksamana segera masuk ke dalam, diikuti oleh Tirpitz dan yang lainnya. Setelah Farel menutup pintu, perbincangan di mulai saat itu juga.
"Saat ini saya mendapatkan tugas maha penting dari panglima tertinggi, dan saya membutuhkan bantuan anda."
"Kalau saya diperbolehkan untuk tahu permasalahannya, saya siap membantu."
Sang laksamana segera duduk di belakang meja kerjanya, tangannya meraih lemari kecil di bawah meja itu lalu menarik sebuah sampul coklat dan sebuah gulungan peta.
"Seperti yang sudah saya tuliskan pada surat yang diserahkan oleh bawahan saya tadi pagi. Faksi Eagle Union meminta kita untuk membantu mereka menghubungkan kembali jalur pelayaran ke laut Filipina."
Gulungan peta tadi segera di bentangkan di atas meja. Disana nampak jelas garis-garis yang merupakan jalur pelayaran hampir semua faksi. Beberapa garis terputus sebagai hasil aktivitas Seiren yang sangat tinggi pada jalur-jalur itu.
"Saat ini armada utama mereka masih bersandar di Pearl Harbor. Dan kemungkinan malam ini mereka berangkat," jelas laksamana sambil menunjuk garis berwarna biru yang nampak samar mengarah ke perairan Filipina, "armada mereka saat ini kekurangan kru, jadi mereka meminta kita untuk memberikan dukungan dengan armada yang kita miliki sekarang."
Tirpitz menatap garis samar itu dan segera mengenali lokasinya, laut koral.
"Lantas apa yang menjadi masalah bagi kita, pak?"
"Armada kita kan tergolong baru terbentuk, otomatis kita masih perlu melatih para pelaut sebagai kru kapal. Masa kamu gak ngerti sih?"
Secercah senyum tertoreh di wajah Tirpitz. Ia telah memiliki solusi untuk mengatasi permasalahan yang di utarakan oleh sang laksanana.
"Menurut saya, kita tidak perlu repot-repot melatih para pelaut," jawab Tirpitz lalu menoleh menoleh ke arah Singosari yang berdiri beberapa langkah di belakangnya, "karna kapal-kapal ini bisa berlayar tanpa perlu campur tangan manusia."
Mata sang laksamana terbelalak mendengar ungkapan dari orang kepercayaannya itu.
"Apa kau sudah gila? Mana ada kapal yang bisa berlayar tanpa membutuhkan kru?!"
"Tentu saja ada, dan saat ini kapal itu berada di belakang saya."
Singosari segera maju beberapa langkah lalu mengambil sikap istirahat ditempat.
"Maaf tuan laksamana, tapi apa yang di bicarakan oleh Eugene-kun adalah benar."
"Tutup mulutmu! Saya tidak meminta mu untuk berbicara!" suara sang laksamana mulai meninggi, tanda bahwa ia mulai terbawa emosi.
"Maaf pak, bukan maksud saya bercanda," sela Tirpitz tenang, "tapi jika anda tak mempercayai ucapan saya, anda boleh ikut bersama kami dalam operasi serang cepat malam ini juga."
Seolah mendapatkan tantangan, sang laksamana langsung setuju tanpa banyak berpikir.
"Baik, jika itu mau mu. Tapi ingat! Jika ucapanmu tidak terbukti, maka kau akan menghadapi pengadilan militer sebagai akibat pembangkangan mu!"
"Dan jika benar terbukti?"
"Maka saya siap menghadapi pengadilan militer, apapun tuduhan anda terhadap saya pribadi!"
Tirpitz segera bangkit lalu menjulurkan tangan kanannya untuk mengajaknya berjabat tangan.
"Sepakat?"
Uluran tangannya segera di jabat dengan gerakan mantap oleh sang laksamana.
"Sepakat!"
"Baiklah," ucap Tirpitz sambil merapihkan seragamnya, "malam ini kita bertemu di dermaga tepat saat tengah malam. Kita akan berangkat lima menit setelahnya."