Damian, duda muda yang masih perjaka, dikenal dingin dan sulit didekati. Hidupnya tenang… sampai seorang cewek cantik, centil, dan jahil hadir kembali mengusik kesehariannya. Dengan senyum manis dan tingkah 'cegil'-nya, ia terus menguji batas kesabaran Damian.
Tapi, sampai kapan pria itu bisa bertahan tanpa jatuh ke dalam pesonanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lisdaa Rustandy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SAH!
[Pernikahan Damian & Aletha]
Beberapa hari kemudian, rumah orang tua Aletha dipenuhi dengan kesibukan. Meskipun pernikahan ini dirancang sederhana, tetap saja persiapannya membutuhkan perhatian. Dekorasi dengan nuansa putih dan emas memberikan kesan elegan tanpa terlihat berlebihan.
Semua orang terlihat sibuk bersiap di tempat masing-masing. Sanak keluarga Bu Agnes dan Pak Hartman hadir untuk jadi bagian dari hari bahagia Aletha dan Damian.
Di kamarnya, Aletha berdiri di depan cermin, mengenakan kebaya putih sederhana yang membalut tubuh semampainya dengan anggun. Riasan wajahnya tidak berlebihan, namun cukup untuk menonjolkan kecantikannya. Rambutnya di tata dengan rapi, di sanggul dan dihiasi siger yang membuatnya tampak semakin menawan. Aletha tampak sempurna, ia sendiri mengagumi kecantikannya dari pantulan cermin.
Aletha memegang dada kirinya di mana kantungnya yang sejak tadi berdebar tak karuan. Aletha masih tak menyangka hari pernikahan dengan lelaki impiannya menjadi kenyataan.
"Masih gak nyangka banget bakalan nikah sama Damian, berasa mimpi," gumamnya dalam hati.
"Ya, meskipun aku tahu ini hanya pernikahan yang terkesan seperti lelucon. Tapi aku tetap bahagia, setidaknya aku bisa jadi istri Damian dan memiliki raganya walaupun tidak dengan hatinya."
Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan detak jantungnya yang tak beraturan.
"Sudah siap?" suara lembut Bu Agnes terdengar dari belakang.
Aletha menoleh dan tersenyum kecil. "Iya, Ma."
"Kamu sangat cantik, Nak," puji Bu Agnes.
"Makasih, Ma. Aku cantik kan menurun dari Mama."
Bu Agnes tersenyum malu, "Yang pasti, memang anak Mama ini adalah yang tercantik di dunia."
Aletha terkekeh, pipinya semakin merah merona karena malu.
Bu Agnes menggenggam kedua tangan Aletha, matanya berkaca-kaca. "Akhirnya anak Mama menikah juga. Sebentar lagi jadi istri orang. Mama harap kamu bahagia, Nak."
Aletha mengangguk pelan. "Aku juga berharap begitu, Ma. Walaupun pernikahan ini di awali dengan sesuatu yang gak aku duga dan Damian mungkin belum suka aku, tapi aku berharap setelah menikah dia akan menyukai aku dan mencintai aku."
Bu Agnes membelai wajah putrinya. "Mama yakin Damian akan mencintai kamu, dia pria yang sangat baik. Tidak apa-apa menikah tanpa cinta, pada akhirnya cinta akan hadir dengan sendirinya."
Aletha menatap ibunya, kemudian berkata. "Seperti Mama dan Papa, kan?"
Bu Agnes tertegun, tapi kemudian mengangguk. "Ya, Mama juga dulu tidak cinta Papa kamu karena dia memang sifatnya tidak Mama sukai. Tapi, setelah menikah dan menjalani hidup dengannya, Mama mulai mencintai dia. Meskipun Papa kamu bersikap kasar dan arogan pada Mama, tapi Mama tetap mencintainya dan berusaha untuk terus berbakti padanya. Mama tidak mau ada perceraian antara Mama dan Papa, bagi Mama pernikahan hanya cukup dilakukan satu kali."
"Tapi, kenapa Mama gak pengen pisah dari Papa? Papa itu kan kadang main kasar, main kekerasan," pertanyaan yang selama ini ingin Aletha sampaikan akhirnya terucap juga.
"Kamu hanya tidak tahu seperti apa Papa kamu ketika sedang berdua dengan Mama. Dia itu tipe laki-laki yang keras dan kasar pada orang lain, tapi saat bersama Mama dia jadi lelaki yang manja dan ingin selalu diperhatikan. Memang terkadang dia kasar juga ke Mama dan tidak segan untuk menampar, tapi itu hanya terjadi jika dia benar-benar marah, selain itu Papa kamu tidak pernah melakukannya dan selalu bersikap baik."
Aletha terus menatap ibunya selama wanita itu bercerita tentang ayahnya. Aletha awalnya tak percaya karena apa yang dilihat olehnya dari sang ayah dan yang diceritakan oleh Bu Agnes jauh berbeda. Namun, Aletha mulai percaya karena ia tahu hanya ibunya yang tahu seperti apa ayahnya.
Aletha kemudian memeluk perut ibunya dan berkata. "Semoga Papa gak kasar lagi ke Mama."
Bu Agnes mengusap kepala Aletha, "Jangan khawatir, Papa pasti tidak akan melakukannya lagi."
Aletha tersenyum kembali dengan penuh kepercayaan pada ibunya, ia berharap Pak Hartman tak akan pernah kasar lagi pada ibunya.
Tak lama kemudian, Pak Hartman masuk ke kamar putrinya dan seketika keadaan menegang. Aletha masih takut terhadap ayahnya setelah apa yang Pak Hartman lakukan padanya. Tetapi, Bu Agnes meyakinkan Aletha bahwa ayahnya tidak akan melakukan hal buruk padanya lagi.
Pak Hartman mendekat, lalu berdiri di hadapan Aletha. Gadis cantik itu menunduk, tak berani menatap mata ayahnya yang selalu terlihat tajam menusuk.
"Sudah waktunya keluar, akad nikah akan segera dilaksanakan," ucap Pak Hartman dengan nada suara dinginnya.
Aletha tidak menjawab, hanya mengangguk saja.
"Kamu masih takut pada Papa?" tanya Pak Hartman.
Aletha diam, jelas sekali menunjukkan bahwa ia memang masih takut pada ayahnya.
Pak Hartman menghela napas, lalu memegang kedua bahu Aletha dan mengangkat wajah putrinya hingga mata keduanya bertemu.
"Kenapa harus takut? Bukankah ini yang kamu inginkan?" tanya Pak Hartman lagi.
"Kamu yang memilih ini dan kamu yang menolak pilihan Papa. Jadi, bukankah seharusnya kamu bahagia sekarang? Kenapa pula harus takut? Ketika kamu memilih apa yang menurut kamu sesuai dengan keinginan kamu, itu artinya kamu berani, bukan?" tambah Pak Hartman.
Walaupun nada bicaranya terdengar santai, tapi tetap saja Aletha merasa takut padanya.
"Kamu mencintai Damian?" sekali lagi Pak Hartman bertanya.
Aletha mengangguk dengan ragu, matanya sudah berkaca-kaca tapi ia menahan air matanya.
"Baik, buktikan pada Papa kalau dia memang bisa menjadi suami yang baik untukmu. Buktikan pada Papa kalau dia jauh lebih baik daripada lelaki yang Papa jodohkan denganmu. Setelah kamu dapat membuktikan, Papa berjanji tidak akan mengganggu hubungan kamu dengannya," tutur Pak Hartman.
Aletha menatap mata ayahnya, Pak Hartman menepuk bahu Aletha lembut, kemudian ia menggandeng tangan putrinya untuk membawa Aletha ke ruangan utama di mana akad nikah akan dilaksanakan.
Jantung Aletha semakin berdebar, menggandeng tangan ayahnya seperti itu cukup membuatnya semakin gugup.
Sementara itu, di ruang utama, Damian sudah duduk dengan tenang mengenakan setelan jas putih. Ekspresinya seperti biasa, dingin dan santai, tetapi sorot matanya menyiratkan ketegasan. Saat penghulu tiba, semua orang mulai mengambil tempat.
Damian tampak sangat gagah, wajah tampan perpaduan bule dan pribumi itu memang sangat menawan. Hidung mancung, bibir tipis dan bola mata hazelnya dapat memikat hati wanita mana pun.
Ya, Damian memang memiliki campuran darah Inggris dari neneknya yang bernama Victoria. Neneknya menikah dengan kakek Damian yang asli pribumi dan menghasilkan dua orang putra, yaitu Pak Pramono dan Pak Hartman. Keduanya diberikan nama Indonesia, atas keinginan ayah mereka. Keduanya juga di didik sesuai dengan standar pendidikan Indonesia, sehingga keturunan mereka pun kental dengan Indonesia.
Damian dan Erik yang memiliki wajah hampir serupa, adalah cerminan Pak Pramono. Mereka sama-sama tampan dan berwajah campuran bule. Hanya Edo yang wajahnya lebih mirip Bu Santi, walaupun sama-sama tampan.
________________
Aletha berjalan memasuki ruangan bersama sang ayah, jantungnya semakin berdebar ketika melihat Damian yang menatapnya tanpa berkedip. Duduk di hadapan penghulu, Damian menggenggam tangannya sendiri, bersiap untuk prosesi akad nikah.
Aletha duduk di samping Damian dan Pak Hartman duduk tepat di hadapan Damian. Tatapan mata Damian dan Pak Hartman bertemu, tatapan mata keduanya menunjukkan ketegangan, tetapi mereka tetap berusaha mempertahankan gejolak emosi dalam diri masing-masing agar tak mengacaukan acara. Apalagi dengan adanya Pak Pramono yang mengawasi Pak Hartman dari jarak dekat, membuat pria itu tak berani macam-macam.
Suasana menjadi hening ketika penghulu mulai membacakan ijab kabul. Semua orang menahan napas ketika Damian mengucapkan kalimat sakral itu dengan lantang dan jelas.
"Saya terima nikah dan kawinnya Aletha Nindya Kharisma binti Bapak Hartman Adiguna Pramono dengan maskawin tersebut, tunai."
Sejenak, keheningan menyelimuti ruangan sebelum akhirnya diikuti oleh ucapan syukur dari para saksi yang mengatakan akad nikah sah. Damian dan Aletha sangat lega, kini resmi menjadi suami istri.
Aletha menunduk, merasakan dadanya sesak oleh berbagai emosi. Ia masih sulit percaya bahwa pernikahan ini benar-benar terjadi. Sementara itu, Damian menatapnya sekilas sebelum akhirnya menghela napas pelan.
___________________
Acara dilanjutkan dengan resepsi yang hanya dihadiri oleh keluarga dan sahabat dekat. Meski sederhana, suasananya tetap terasa hangat dan elegan. Aletha menerima ucapan selamat dari para tamu dengan senyum tipis, sementara Damian tetap berada di sampingnya, menjaga sikapnya yang tenang.
Di sudut ruangan, Pak Pramono menatap putranya dengan penuh kebanggaan. "Aku harap pernikahan ini menjadi awal yang baik untuk kalian berdua."
Damian hanya mengangguk. Ia masih belum bisa sepenuhnya memahami apa yang ia rasakan terhadap Aletha, tetapi satu hal yang pasti—ia tidak akan meninggalkannya.
Bu Santi dan Maya mendekat pada mereka, memberikan ucapan selamat dan doa untuk pernikahan keduanya.
"Selamat ya, Dam. Akhirnya, lu gak jadi duda bolong lagi. Hehehe," kata Maya dengan candaan biasanya.
"Makasih, Tante laknat," balas Damian dengan nada bercanda.
"Hish! Gue jitak juga lu!"
Damian hanya tersenyum simpul dan Maya puj berlalu dengan suaminya menuju prasmanan.
Bu Santi memeluk Aletha dan Damian bergantian, ia berkata. "Semoga kalian bahagia, Nak. Semoga pernikahan ini menjadi awal yang akan membawa kalian pada hubungan yang baik dan di ridhoi oleh Tuhan. Mama akan selalu mendoakan kalian, selalu."
"Makasih banyak, Ma. Doa-doa Mama selalu yang aku butuhkan," balas Damian.
Setelah Bu Santi, Erik dan Edo juga menghampiri Damian, mereka memeluk adik bungsunya itu.
"Dam, semoga pernikahan kali ini untuk sehidup semati ya. Abang akan mendoakan agar kamu dan Aletha langgeng, dikaruniai banyak anak dan juga menjadi keluarga kecil yang bahagia," tutur Edo.
"Makasih, Bang. Aku akan berusaha untuk menjadikan pernikahan ini yang terakhir."
"Harus. Jangan jadi duda lagi, malu sama tetangga," canda Edo.
Damian tersenyum lebar, Edo menepuk-nepuk pundak adiknya dan berlalu dari hadapan pengantin dengan anak dan istrinya.
Saat giliran Erik, pria itu tak banyak berkata-kata dan hanya berbisik. "Kalau lu jadi duda lagi, gue doain lu gak bakal laku lagi."
"Sialan," ucap Damian.
Erik yang biasanya tak mudah tertawa, kini tertawa terbahak-bahak untuk pertama kalinya di keramaian. Damian mendengus menatap kepergian kakaknya, Erik bahkan lebih misterius daripada dirinya.
Setelah dirasa para tamu sudah menyalami mereka, Damian dan Aletha duduk di kursi pelaminan mereka. Keduanya duduk bersanding dengan sangat serasi, menjadi pusat perhatian para tamu yang hadir, mereka memperhatikan keduanya dari tempat duduk masing-masing.
*****
Setelah acara resepsi selesai, malamnya diadakan pesta after party di rumah Damian. Berbeda dengan resepsi yang lebih kental dengan adat, pesta ini bertema internasional dan lebih santai. Hanya keluarga inti dan beberapa saudara jauh yang hadir, menciptakan suasana yang lebih akrab dan hangat.
Aletha mengenakan gaun selutut berwarna champagne yang menampilkan sisi elegannya tanpa terlihat berlebihan. Rambutnya yang semula disanggul kini dibiarkan tergerai dengan sedikit gelombang, memberikan kesan anggun dan segar. Sementara itu, Damian tampil dengan tuxedo hitam klasik lengkap dengan dasi kupu-kupu, membuatnya tampak semakin berkarisma.
Ruangan pesta dihiasi dengan lampu-lampu gantung kecil yang memberikan nuansa romantis. Meja-meja diatur dengan rapi, menyajikan makanan ringan dan minuman untuk para tamu. Musik jazz lembut mengalun di latar belakang, menciptakan atmosfer yang nyaman.
Acara diawali dengan beberapa sambutan ringan dari keluarga. Bu Santi kembali memberikan doa dan harapan terbaik untuk pernikahan putranya. Pak Pramono dan Pak Hartman berbicara singkat, meskipun interaksi mereka masih terasa canggung. Sementara itu, Erik dan Edo tak henti-hentinya menggoda Damian, membuat pria itu hanya bisa mendengus kesal.
Setelah berbagai obrolan dan candaan, akhirnya momen yang ditunggu tiba. Edo meminta Damian dan Aletha untuk berdansa bersama.
"Ayo, Damian, jangan cuma duduk diam. Ini malam pertama kalian sebagai suami istri, setidaknya buatlah Aletha merasa spesial," celetuk Edo dengan tawa.
Damian melirik Aletha yang tampak sedikit gugup. Perlahan, ia mengulurkan tangan. "Mau berdansa denganku?" tanyanya dengan nada yang lebih lembut dari biasanya.
Aletha menatapnya, ragu sejenak sebelum akhirnya menerima uluran tangan itu. "Tentu," jawabnya pelan.
Mereka melangkah ke tengah ruangan, diiringi melodi lembut yang mulai dimainkan. Damian meletakkan tangannya di pinggang Aletha, sementara tangan Aletha bertumpu di bahunya. Keduanya mulai bergerak perlahan, mengikuti irama musik yang mengalun.
Saat mata mereka bertemu, Damian merasakan sesuatu yang berbeda. Ada sesuatu dalam diri Aletha yang mulai menarik perhatiannya. Gadis ini memang menyebalkan, keras kepala, dan selalu berusaha menarik perhatiannya dengan cara yang terkadang konyol. Tapi, malam ini, Damian melihat sisi lain dari Aletha—sisi yang lembut, rapuh, dan penuh harapan.
Aletha, di sisi lain, berusaha menenangkan debar jantungnya. Kedekatan dengan Damian membuatnya merasa gugup, tapi juga bahagia. Ia menyadari bahwa meskipun pernikahan ini diawali dengan alasan yang tidak biasa, ia benar-benar mencintai pria di hadapannya.
"Kamu lumayan cantik malam ini," ujar Damian tiba-tiba.
Aletha melotot, "Lumayan?"
Damian menjawab dengan mengangkat sebelah alisnya.
"Keterlaluan! Cantik mempesona gini dibilang lumayan, huh!" kata Aletha sambil mendelik sebal.
Damian tersenyum, lucu melihat tingkah Aletha.
Tak lama kemudian, Aletha bertanya. "Setelah ini kita ngapain?"
"Ngapain? Malam pertama sebagai suami istri, memangnya apa lagi?" kata Damian sambil terus menggerakkan tubuhnya dalam alunan musik dansa.
Aletha tersenyum miring, "Sok-sokan mau malam pertama sebagai suami istri. Kamu aja gak ada nafsu sama aku!"
"Mau bukti?" tantang Damian.
"Ogah! Palingan 'dia' bakalan nunduk kalau ke aku, beda dengan ke sesamanya, pasti langsung tegap berdiri!" jawab Aletha tak sungkan lagi.
Damian mengulum bibirnya, menahan tawa akibat perkataan Aletha yang sembarangan itu. Tubuh keduanya masih bergerak, alunan musik dansa seolah mengantarkan keduanya pada tarian indah sebagai pasangan baru.
Mereka terus berdansa dengan Damian yang mendengarkan ocehan Aletha yang semakin ke sana kemari. Namun, Damian menikmati momen itu tanpa kata-kata berlebihan. Untuk pertama kalinya, Damian tidak lagi merasa terpaksa berada di sisi Aletha. Justru, ada perasaan hangat yang perlahan menyusup ke dalam hatinya.
Mungkin, hanya mungkin, ia benar-benar mulai menyukai istrinya yang menyebalkan ini.
BERSAMBUNG...
padahal Damian sudah menemukan pelabuhannya
selesaikan dulu masa lalumu dam
kamu harus menggunakannya cara yang lebih licik tapi elegan untuk menjaga Damian yang sudah jadi milikmu