Pahit nya kehidupan yang membelengguku seolah enggan sirna dimana keindahan yang dulu pernah singgah menemani hari-hari ku terhempas sudah kalah mendapati takdir yang begitu kejam merenggut semua yang ku miliki satu persatu sirna, kebahagiaan bersama keluarga lenyap, tapi aku harus bertahan demi seseorang yang sangat berarti untuk ku, meski jalan yang ku lalui lebih sulit lagi ketika menjadi seorang istri seorang yang begitu membenci diri ini. Tak ada kasih sayang bahkan hari-hari terisi dengan luka dan lara yang seolah tak berujung. Ya, sadar diri ini hanya lah sebatas pendamping yang tak pernah di anggap. Tapi aku harus ikhlas menjalani semua ini. Meski aku tak tahu sampai kapan aku berharap..
Adakah kebahagiaan lagi untuk ku?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cty S'lalu Ctya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tolong Aku
Deras nya hujan tak menyurutkan langkah kaki ini, tak perduli dengan tubuh yang basah kuyup air mata pun tersapu oleh guyuran air seolah menyatu dan terus mengalir tanpa henti. Satu jam lalu sesampai di rumah sakit dokter bilang jika ayah mengalami pendarahan di otak nya dan harus segera di operasi, pihak lapas tidak bisa membiayai karena biaya terlalu besar.
"Berapa biaya operasi nya dok?" cicit ku.
"Sekitar 300 juta mbak, jika ayah anda tidak langsung di operasi takutnya akan berakibat fatal mbak" terang dokter.
"Ya Tuhan, cobaan apalagi ini?" lirih ku terduduk lemas di bangku tunggu.
Darimana aku dapatkan uang sebesar itu. Tak ada pilihan selain dia, apa pun akan ku lakukan bahkan menjadi budak nya seumur hidup pun aku rela. Dan disini lah aku sekarang di depan pintu ruang kerjanya tak peduli dengan tubuh yang basah kuyup ini mencoba membuka pintu. Dia menatap ku mungkin terkejut dengan kedatangan ku. Dia berdiri dari duduk nya seraya melangkah menghampiriku yang terlihat begitu menyedihkan dengan pakaian basah dan linangan air mata yang tak bisa terhenti.
Bruk..
Ku luruhkan tubuh ini di depan nya dengan tatapan memohon.
"Tolong selamatkan ayah ku, aku mohon kak!" lirih ku bersimpuh di kaki nya. Dia bergeming, tapi tangisku semakin pecah.
"Kau bisa melakukan apapun padaku, bahkan menjadi budak mu seumur hidup ku pun aku bersedia, ayah sedang kritis dan harus segera di operasi kak, aku mohon kak, hiks.. hiks.." cicit ku.
"Kak, aku tahu kamu begitu membenci kami, tapi aku mohon, tolong hanya kamu kak, tolong hiks..hiks.."
"Berdiri!" perintahnya tegas. Aku bergeming.
"Tolong.." mohonku masih bersimpuh.
"Cepat berdiri!" tekan nya lagi, tapi aku masih menggeleng.
"Tolong..!" cicitku bergetar.
"CUKUP!" geramnya seraya menarik tangan ku agar berdiri. Aku seolah tak berdaya dan begitu putus asa tak ada yang bisa ku lakukan untuk ayah. Tangisku semakin pilu. Dia menatap diri ini begitu dalam lalu memutuskan untuk meninggalkan ku sendiri. Aku terduduk lemah karena merasa begitu tak berguna sebagai anak.
"Ayah,, maafkan aku.." lirih ku tercekat.
Pintu ruangan pun terbuka ternyata dia kembali dan membawa paper bag di tangan nya.
Bruk..
"Cepat berdiri dan ganti bajumu di dalam!" perintah nya melempar paper bag ke arah ku. Tubuh ini cukup lelah dan juga kedinginan, tak ingin sakit aku pun memutuskan untuk masuk ke dalam ruangan istirahat nya untukbberganti baju.
"Ikut aku!" ajak nya saat aku melangkah menghampirinya di sofa usai berganti baju. Dia mengajak ku keluar dari gedung pabrik ini. Suasana pabrik sudah sepi karena para pekerja sudah pada pulang tinggal pak satpam yang berjaga.
Mobil yang kita tumpangi melaju membelai kota, di dalam hening baik dia maupun aku masih terdiam. Aku memperhatikan ke luar jendela dengan pikiran ini yang kalut, hingga kemudian dia memecah keheningan.
"Berapa uang yang kau butuhkan?" tanya nya. Aku mencoba beralih menatap ke arah nya.
"Tiga ratus juta" jawab ku lirih. Ku lihat dia merogoh gawai nya yang ada di saku. Tak lama gawai ku yang ada di dalam tas bergetar, ku mencoba mengambil gawai ku yang ada di dalam tas ku yang agak basah karena terguyur air hujan. Beruntung ponselku masih aman karena tas yang ku pakai anti air.
"Terima kasih banyak pak" ucap ku kepadanya setelah mendapati pesan mendapat transfer dari nya. Tak ada balasan dari dia. Tapi aku yakin dia sudah menyiapkan sesuatu dalam benak nya.
"Keluar, selesaikan urusan mu, waktumu hanya lima belas menit!" seru nya pada ku saat kita sudah sampai di depan rumah sakit. Aku mengangguk segera keluar dari dalam mobil dan berlari masuk ke dalam rumah sakit untuk mengurus administrasi ayah agar segera di operasi.
"Ayah bertahanlah!" lirih ku ketika melihat ayah di dorong menuju ruang operasi.
"Maafkan Alana yang tidak bisa menjaga ayah" ku menarik nafas panjang sebelum ku melangkah pergi dari rumah sakit, disana sudah ada oknum yang bertugas menjaga ayah di depan ruang operasi.
Aku kembali masuk ke dalam mobil, kini mobil melaju meninggalkan area rumah sakit. Dalam hati terus berdoa semoga proses operasi nya berjalan lancar dan ayah bisa sembuh. Tiba-tiba diri baru tersadar ketika mobil berhenti di sebuah rumah lain bukan rumah yang biasanya kita tempati.
"Di mana ini?" tanya ku yang tak ada jawaban dari nya. Dia malah keluar begitu saja meninggalkan aku di dalam. Melihat nya berjalan menuju rumah, aku gegas keluar dari mobil untuk mengejar nya dan mengharap segera pulang, aku baru teringat Emir yang ada di rumah dan kini sudah malam mungkin bibi pun pasti sudah pulang, ya tuhan, bodoh nya aku lupa menghubungi bibi.
"Pak,," panggil ku mengikuti langkahnya yang berhenti di depan pintu.
"Pak, antar aku pulang dulu, Emir pasti mencari ku" harap ku padanya, tapi dia seolah tak perduli, di tekan nya bel.
Ceklek..
"Pak Yoga,," sapa seorang wanita dan ternyata itu bibi.
"Ibu.." panggil Emir yang ada di samping bibi.
"Emir.." segera ku menghampiri Emir dan memeluk nya.
"Maaf mbak Emir saya ajak kesini, tadi bibi memberitahu pak Yoga agar mbak gak khawatir ketika pulang" terang bibi.
"Terima kasih banyak bibi, maaf sudah repotin bibi" kata ku tulus pada bibi.
"Sama-sama" balas bibi.
"Apa kau mau tetap disini" ketus pak Prayoga.
"Ayo kita pulang" ajak ku pada Emir.
"Bibi kita pulang dulu, terima kasih banyak bi"
"Sama-sama mbak"
"Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikum salam"
Kami bertiga melenggang pergi dari rumah bibi. Di dalam perjalanan pulang Emir terlelap di pangkuan ku. Lima belas menit perjalanan kita sampai di rumah pak satpam dengan sigap membukakan pagar rumah, setelah itu menghampiri ku yang turun dengan menggendong Emir.
"Biar saya yang gendong Emir mbak" ujar pak satpam mengulurkan tangan nya untuk mengambil alih Emir.
"Gak usah pak, biar saya saja-"
"Mbak Emir itu berat lho, sini bapak gak keberatan kok" ujar pak satpam memaksa.
"Baik pak.. terima kasih" kata ku seraya menyerahkan Emir pada pak satpam. Pak Prayoga masuk terlebih dahulu.
"Terima kasih pak" ucap ku pada pak satpam usai merebahkan Emir di ranjang.
"Sama-sama" balas pak satpam sebelum berlalu. Terlihat Emir yang terlelap begitu nyenyak dan damai. Sebelum beranjak ku selimuti tubuh nya. Tubuhku cukup lelah aku hendak membersihkan diri dulu. Ketika masuk ke dalam kamar dia menghampiri, berhenti tepat di depan ku.
"Pakai ini, dan lakukan tugasmu!” titah nya dengan menyodorkan sesuatu di tangan ku.