NovelToon NovelToon
Deepen The Role: Water Flow

Deepen The Role: Water Flow

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Spiritual / Vampir / Manusia Serigala / Mengubah Takdir / Keluarga
Popularitas:394
Nilai: 5
Nama Author: LIMS OFFICIAL

"Cahaya akan menuntun kita pulang"

Setelah berhasil berbagai masalah dengan para vampir, Benjamin justru dihadapkan kembali dengan masalah lainnya yang jauh lebih serius. Dia dan teman-temannya terus menerus tertimpa masalah tanpa henti. Apakah Benjamin dan yang lain bisa mengatasi semua ini?

Mari kita simak kembali, bagaimana kelanjutan kisah Benjamin dan yang lainnya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LIMS OFFICIAL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Safety

"Ya?" sahut Justin dari dalam. Ia segera membuka pintu. Dan, "Selamat.. pagi," sapa Esmeralda ketika tatapan mereka bertemu.

"Ada apa, nak?" tanya Justin terheran.

Beberapa saat setelahnya, "Bertanya sesuatu?" tanya Ocla menyajikan kopi untuk Justin. "Apa yang ingin kau tanyakan?" tanya Justin penasaran. "Soal.. Lathesa, adik Damian" jawab Esmeralda ragu.

"Ada apa dengannya?" tanya Justin terheran. Esmeralda yang mendengarnya terkejut. "Kalian belum tahu?" tanya Esmeralda balik.

Justin dan Ocla saling memandang. "Apa yang terjadi?" tanya Justin terheran. Esmeralda menunduk lalu menghela nafas.

"Damian dibawa Jackson" Justin yang mendengarnya tampak murka. "Dia lagi" gumam Justin menahan amarahnya. "Tenanglah, ceritakan apa yang terjadi" perintah Ocla seraya menenangkan Justin.

Kedua kalinya, Esmeralda menghela nafas.

"Tadi malam, Ben dan Jennifer berpapasan dengan Lathesa yang tergesa-gesa. Lathesa bilang, Jackson datang hendak membawanya namun Damian mengulur waktu. Malangnya mereka membawa Damian, dan Abigail yang membantu kami terkena cakaran orang itu"

Justin tampak setres mendengarnya. "Lalu mengapa kau bertanya soal Lathesa?" tanya Ocla terheran. "Mereka pergi mengejar Damian, dan Lathesa ikut. Aku ingin tahu, apa gadis itu juga serigala? Mengapa tadi malam ia tidak bisa berubah wujud?" Justin dan Ocla beradu pandang. "Dia.. ikut?" gumam Justin.

"Ya, aku ragu dia bisa berubah" jawab Esmeralda membenarkan. "Apa dia serigala?" Esmeralda kembali bertanya.

"Esmeralda, Lathesa itu.. manusia"

"Yang benar saja"

Di sisi lain. "Mengapa mereka mengincarmu? Bangsawan tidak suka aroma serigala" Sharon terheran ketika Lathesa menceritakan penyebabnya. "Aku juga tidak tahu. Jackson itu sudah lama berkonflik dengan keluarga kami"

Sharon mengangguk-angguk kecil. Joseph menatap ragu Lathesa. "Mengapa kalian berhenti?" tanya Sharon terheran.

"Biar kami di belakang" jawab Benjamin segera. Joseph seakan mengerti maksud sahabatnya itu. Ketika jarak mereka cukup jauh, "Kau mencurigainya bukan?" tanya Benjamin pada Joseph dengan nada pelan. "Aku tidak tahu banyak hal tentang keluarga Petersone. Jadi aku meragukannya" jawab Joseph mengangkat sebelah alisnya.

"Apa yang kau tahu tentang Zack dan Emma?" tanya Benjamin segera. "Zack serigala malam, Emma aku tidak tahu" jawab Joseph lagi.

"Hey, Josh. Apa kau bisa berubah jadi serigala? Kita sudah semakin dekat" Sharon memastikan sesuatu. "Baik" jawab Joseph segera.

Hari itu, Benjamin, Joseph, Sharon, Morenthes, dan Lathesa pergi ke kastil. Joseph punya penciuman dengan jarak terluas.

Ketika mereka hampir dekat dengan kastil. "Berhenti, nak. Gadis itu tidak sama seperti saudaranya. Dia manusia" Benjamin yang mendengarnya tertegun.

"Berhenti!" ujar Benjamin tampak ragu. "Ada apa, Ben?" tanya Sharon terheran. "Lathesa, kembalilah" perintah Benjamin segera.

"Ben, dia bisa membantu kita" Sharon tentu terheran dengan tindakan itu. "Dia bukan serigala, Shar. Kau manusia bukan? Lathesa" gadis itu terdiam. Ia tidak berani berbalik badan.

Joseph dan Morenthes yang mendengarnya kembali ke wujud manusia. "Ben, kita tidak punya waktu berdebat" ujar Morenthes segera.

"Siapa yang bertanggung jawab jika dia mati?" tanya Benjamin. Morenthes terdiam mendengarnya. "Aku hanya ingin ikut" gumam Lathesa mengepal tangannya.

"Aku tahu, Lathesa. Tapi yang kita hadapi bukan vampir biasa, Damian saja tidak bisa melawannya" ujar Benjamin segera.

"Aku tidak mau yang terjadi padanya terulang lagi. Nasibnya seperti itu, karena diriku" Lathesa akhirnya berbalik dan matanya berair.

"Kau tidak sebanding dengan mereka, Lathesa"

"Tapi kau juga manusia bukan?"

"Kau tidak mengerti, Ben"

"Aku paham maksudmu, kembalilah!"

"Dia kakak laki-lakiku, Ben! Aku ingin menyelamatkannya!"

"Maka jangan mengorbankan nyawamu untuknya. Jika kau mati, dia justru akan lebih menyalahkan dirinya atas apa yang terjadi. Dan kami akan terlihat seperti sampah, karena kami tidak bisa melindungimu. Tujuan kita ke sini menyelamatkannya, bukan melindungimu!"

Lathesa yang mendengarnya terdiam. "Sudah, mengapa kalian jadi berdebat?" tanya Sharon menengahi keduanya.

Benjamin menghela nafas lelah. Air mata Lathesa mulai turun. "Kau paham maksudku bukan?" tanya Benjamin lagi. Lathesa menunduk dalam.

"Bawa dia, Josh"

"Aku ingin-"

"Kau ingin ayahmu kehilangan dua anak sekaligus? Kau di sini saja belum tentu kuat untuk membawa Damian kembali. Bisa saja justru kita tidak ada yang selamat"

Lathesa yang mendengarnya terdiam. Joseph menarik tangan gadis itu. "Josh, aku mohon" ujar Lathesa belum mau pergi.

"Lebih baik kau jaga Abigail, vampir dengan otak sinting itu kapanpun pasti datang untuk membunuhnya. Potensinya sebagai serigala merepotkan bisa kulihat dari perlawanan tadi malam" saran Benjamin berjalan lebih dulu.

Sharon mengikutinya. "Jaga dia, Josh" pesan Morenthes akhirnya menyusul Benjamin.

Joseph berubah wujud menjadi serigala. "Naik" perintah Joseph pada Lathesa. Gadis itu diam, namun ia segera menaiki Joseph.

......................

"Mereka sudah tiba" Arnold yang duduk tenang kini tersenyum. Sharon dan Esmeralda tidak beda jauh. Keduanya sama-sama menghancurkan pintu masuk kastil itu.

"Satu keluarga, hobinya menghancurkan tempat tinggal orang" gumam Brian kesal. Benjamin menampakkan diri dan segera menghampiri Franz tanpa basa basi.

"Kembalikan dia!" ketus Benjamin mengangkat kerah bajunya. "Hey, pelan-pelan. Jangan terburu-buru begitu, aku bahkan tidak melakukan apapun padanya" ujar Franz tertawa meledek.

Benjamin yang kesal memberinya sebuah tinjuan keras. Franz tersungkur ke lantai. "Woah, keberanian yang luar biasa. Aku jadi jatuh cinta" gumam Sisca terkesan seraya bertepuk tangan.

Sharon segera menarik mundur Benjamin. "Sialan" gumam Franz memegangi pipinya. Ini aneh, ia bisa merasakan sakit di pipinya itu ketika Benjamin meninjunya.

"Kalian sudah mengusik kami terlalu jauh, apa yang sebenarnya kalian inginkan?!" tanya Morenthes dengan tenang. "Aku tidak menyangka adik dari Ed si jenius ada di sini" gumam Arnold baru menyadari keberadaan Morenthes di sana.

"Aku tidak minta banyak. Bergabunglah dengan kami, Benjamin Paul" saran Arnold bangkit berdiri. "Bergabung? Menjijikkan" Benjamin terang-terangan menolak.

"Siapa yang berbicara denganmu melalui batin?" tanya Franz berhasil membuat Benjamin terdiam. Bagaimana Franz tahu?

Sharon menarik Benjamin sedikit ke belakang. "Kalian tidak punya hak untuk tahu privasi seseorang" jawab Sharon dengan tenang. Esmeralda pasti dibalur emosi berhadapan dengan bangsawan ini, tapi Sharon tidak.

"Privasi? Hahaha. Benar juga. Aku benar-benar terkejut anak manusia seperti dirinya, memiliki sebuah kekuatan berbahaya yang bahkan.. vampir ataupun penyihir tidak memilikinya" Franz mulai mendekat ke arah mereka.

Benjamin menatap Franz sinis. "Padahal maksud aku membawa bocah itu adalah memancing kekasihnya, tampaknya gadis bernama Patricia itu tidak mau menyelamatkan Damian. Oh ya, bukankah kalian bersama gadis penyihir itu?"

Morenthes dan Benjamin saling beradu pandang.

"Kalian tidak tahu? Istri Zack itu punya keturunan penyihir. Anak bungsu mereka mewarisinya walaupun dia manusia biasa. Dia itu bisa menyerang tanpa menyentuh, sayang sekali kalian justru menyuruhnya pulang"

Penjelasan Franz tentu membuat Benjamin terkejut. "Ketika kau di sini, kau tidak akan bisa mendengar suara itu. Aku orang yang membisikkannya" tambah Franz akhirnya membuat Benjamin sadar.

Kakeknya tidak pernah meleset. Dia menjelaskan dengan akurat.

"Naif" gumam Franz merasa penuh kemenangan. Franz berbalik badan hendak meninggalkan mereka. Namun, "Menghindar!" ujar Brian menyadari sesuatu.

Sebuah batu besar hampir mengenai Franz. Morenthes, Sharon, dan Benjamin menoleh ke belakang. "Patricia?" gumam Sharon terkejut.

"Kembalikan.. dia!" perintah Patricia masih terus menghujani mereka dengan berbagai batu-batu.

Franz yang tersulut emosi mendekati mereka. Patricia segera maju dan membuat pria itu terpental. "Kekuatan yang luar biasa" gumam Arnold terkesan.

Sharon hendak maju dan menyerang namun, "Lepaskan aku!" suara yang dikenali mereka berhasil mengalihkan perhatian. Beberapa pengawal menyeret Damian masuk ke ruang itu.

"Masih pertanyaan yang sama, nak. Bergabung, atau dipenggal?" tawar Arnold menghunuskan pedang. "Ben, pergilah! Jangan dengarkan apa yang dikatakannya!" Damian mulai memberontak.

"Buat keputusan sesegera mungkin, nak" saran Arnold tersenyum. Benjamin mengerutkan keningnya bingung sekaligus setres.

"Lama sekali" gumam Arnold mulai mengarahkan pedang pada leher Damian.

"Damian!"

"Api!"

Arnold melompat dan segera menghindar. Patricia segera menarik Damian. "Bawa dia segera!" perintah Sharon. "Siapa yang mengeluarkan api sebesar ini?!" gumam Benjamin terkejut.

"Esme, hentikan!" perintah Benjamin mendapati Esmeralda. Namun tatapannya terlihat kosong, dan seakan gadis itu tidak mendengar apapun.

"Esme"

"Esme.."

"Esmeralda!"

Lathesa menutup mata gadis itu dengan tangannya. Lalu, "Apa yang terjadi?!"

"Kakak?"

"Apa yang telah kulakukan? Aku.. melukaimu?!"

"Tidak, aku tidak sengaja terkena api dari kayu yang dibakar. Tenanglah"

Kesadarannya kembali. "Run!" mereka akhirnya memilih mundur dan kabur dari sana.

"Padamkan apinya!" perintah Sisca panik.

"Sialan"

"Tidak, Jack. Biarkan mereka saat ini"

......................

"Untung saja" gumam Marella mulai mengobati luka bakar pada Benjamin. "Apa yang kau lakukan padanya? Kenapa dia bisa tenang?" tanya Joseph pada Lathesa yang melamun.

"Aku hanya melakukan apa yang kubisa" jawab Lathesa tidak menoleh. "Lathesa" panggil Benjamin. Gadis itu hanya menatapnya.

"Maaf" ucap Benjamin. "Aku yang salah, Ben. Aku berbohong, padahal aku tahu aku tidak akan seleluasa kalian" jawab Lathesa terkekeh.

Jessi akhirnya keluar dari kamar Esmeralda. "Bagaimana keadaannya?" tanya Joseph yang mengobati luka pada lengan Morenthes.

"Aku menidurkannya. Dia masih tidak tenang" jawab Jessi tampak khawatir. "Tapi syukurlah kau bisa mengendalikan pikirannya, nak" ujar Jessi pada Lathesa. "My pleasure, ma'am" jawabnya.

"Lathesa" panggil Joseph. "Ya?" sahut gadis itu segera menoleh. "Jangan beritahu ini pada keluargamu, terutama Zack" pesan Joseph.

"Tanpa kau perintah, aku juga sudah melakukannya. Terimakasih sudah dengan repot-repot membantuku, Josh" jawab Lathesa terkekeh. "Damian tidur?" tanya Benjamin ketika mendapati Damian tertidur.

"Hahaha. Bahkan saat menjadi vampir, dia tetap bisa tidur setiap malamnya" jawab Lathesa terkekeh. "Aku menetralisir racun padanya dulu. Sehingga dia tetap bisa beraktivitas layaknya manusia" sahut Garon keluar dari kamar Esmeralda. "Sungguh?" gumam Joseph terkejut.

"Yang terpenting kalian semua selamat" ujar Garon tersenyum. Benjamin terkekeh mendengarnya. "Ada apa?" tanya Marella terheran. "Syukurlah, aku masih hidup dan bertemu kalian" jawaban itu membuat mereka tertawa mendengarnya.

Tanpa mereka sadari, Sharon memperhatikan mereka dengan tatapan serius. "Apa yang kau pikirkan?" tanya Veronica muncul di sebelah Sharon. Gadis itu berhasil mengejutkannya.

"Kau mengejutkanku, Ver" gumam Sharon memegangi dadanya. "Haha. Maaf, aku melihatmu melamun dan.. sepertinya ada yang sedang kau pikirkan" ujar Veronica seraya terkekeh. Sharon menghela nafas.

"Kau ingat dulu Esmeralda dan Benjamin berdebat karena apa?" tanya Sharon menatap gadis itu serius. "Soal hubungan mereka berdua bukan?" tanya Veronica balik seraya memperhatikan Benjamin dan Marella.

"Tidak bisakah kau memastikan apa yang akan terjadi? Melihat bagaimana masa depan mereka mungkin" Sharon menatap lurus ke depan.

"Apa yang kulihat tidak akurat, Shar. Masa depan bisa berubah kapanpun" jawab Veronica tersenyum simpul. "Katakan saja apa yang kau lihat" saran Sharon masih penasaran.

Veronica diam beberapa saat memperhatikan sepasang kekasih itu. Ia mengerutkan keningnya seakan menemukan sesuatu, sebelah alisnya naik. Lalu ia menghela nafas.

"Baiklah, mungkin ini alasan kau tampak banyak berpikir sedari tadi bukan?" tanya Veronica memastikan. "Aku tidak mau bernasib sama seperti Esmeralda. Jadi aku hanya akan mengawasi mereka. Franz bahkan berkata dia memiliki kekuatan berbahaya yang vampir saja tidak memilikinya"

Veronica menatap Sharon terkejut. Namun ia tetap tenang. "Sharon.. sepertinya yang lebih dulu kita urus adalah, Esmeralda" ujar Veronica berubah jadi lebih serius.

"Apa alasanmu tiba-tiba memikirkan rencana itu?" tanya Sharon terheran. "Sadar ataupun tidak, akhir-akhir ini kita terlibat beberapa konflik dengan bangsawan. Aku tidak tahu alasan pasti mengapa mereka melakukannya, tapi target mereka selalu Esmeralda atau Canis"

Sharon segera memperhatikan Joseph dan Morenthes yang mengobrol. "Marella pasti sudah mengetahui jiwa pembunuh Esmeralda di masa lalu. Hanya saja, itu masih satu persen dari apa yang ia miliki" tambah Veronica lagi.

"Membujuk gadis itu sama dengan mengantar kita pada penghinaan dan keributan. Sangat sulit menemukan masa lalunya, Garon dan Jessi saja tidak mengetahui banyak hal tentangnya" ujar Sharon segera memberi lampu merah, jika saja Veronica membuat rencana untuk mengajak bicara Esmeralda tentang masa lalunya.

"Kamarnya juga selalu terkunci" gumam Veronica jadi bingung. Mereka terjebak situasi serba salah.

"Apa ada seorang vampir kenalanmu yang memiliki kemampuan mengendalikan elemen sebelum ia jadi vampir?" tanya Sharon pada Veronica. Gadis itu terdiam.

"Aku ingat"

...****************...

"Ya, tunggu sebentar" sahut seorang pria menghampiri pintu. "Kalian" gumam pria itu ketika tatapannya bertemu dengan Sharon dan Veronica, yang jauh-jauh datang ke sana.

Namanya Moses Magguel, seorang vampir yang tinggal jauh dari Sitka. Ia hidup sendiri, dan secara keseluruhan dia pria yang berwibawa.

Moses sudah mengenal keluarga Gerald sejak ratusan tahun lalu. Ia lebih dulu mengenal Garon, lalu mengenal 'anak-anak' Garon.

Beberapa saat. "Mengenai elemen, yah?" gumam Moses mengetahui maksud tujuan mereka. "Aku bisa menguasai elemen alam, saat aku menjadi vampir bukan ketika aku masih menjadi manusia" pernyataan itu membuat Sharon dan Veronica saling beradu pandang.

"Memangnya ada manusia yang menguasai elemen alam?" tanya Sharon terheran. "Penyihir. Beberapa abad lalu, penyihir masih menguasai beberapa wilayah di eropa. Penyihir punya kekuatan, layaknya vampir. Telekinesis, ilusi, meniru, hipnotis, dan termasuk mengendalikan elemen alam" Moses mulai menjelaskan.

"Penyihir, huh?" gumam Sharon tertegun. "Kalian memikirkan saudara kalian yang jenius itu bukan?" tanya Moses berhasil membuat keduanya beradu pandang.

"Mengapa kalian tidak bertanya pada serigala lumpuh itu? Dia mempunyai kemampuan spesial yang sesama sukunya bahkan tidak memiliki hal itu" Sharon terkejut mengetahuinya.

"Maksudmu.. Mia?" tanya Veronica memastikan. Moses hanya tersenyum. "Aku terkejut Garon membuat keputusan untuk menyembuhkan penyakit mental yang dialami gadis itu" gumam Moses bersandar di sofanya sejenak.

"Kau mengenalnya lebih dulu?" tanya Sharon terkejut. "Ada sesuatu yang aku ketahui, namun Canis tidak mengetahuinya. Dan ini ada hubungannya dengan serigala lumpuh itu" Sharon dan Veronica mulai fokus.

"Canis yang pertama kali dibunuh oleh gadis itu, ialah ayah Mia Rothrout.. Rise Morgans" Sharon dan Veronica yang mendengarnya terkejut.

"Orang-orang akan menganggap Rise itu melarikan diri karena putrinya cacat sejak lahir. Kami berada di kapal yang sama saat itu, Rise bekerja sebagai koki kapal. Malam itu, Esmeralda menumpangi kapal dan ia membunuh Rise. Aku di sana, aku mencoba menolongnya namun percuma. Pria itu kumakamkan tidak jauh dari tempat aku tinggal"

Sharon melotot tidak percaya.

"Rise memang bukan serigala, tapi Canis membutuhkannya karena dia bisa melihat masa lalu dan masa depan secara akurat. Bangsawan mengetahui keberadaannya dan mengirim Esmeralda untuk membunuh pria itu" penjelasan terakhir itulah yang membuka pikiran Sharon.

"Jowell si serigala salju itu tahu. Itulah kenapa ia mengubah nama belakangnya, karena nantinya mereka pasti akan mencari Mia"

1
Leon I
terrimakasih banyak, yah! stay tune untuk Dear Dream🫵
palupi
padahal sempat geregetan jg sama jemma, eh taunya nyambung season 3.
lanjut deh thor... semangat 🙏👍💐
palupi
ok...
selamat berjuang /Good/
palupi
suka sama cerita model gini karena pertemanan mereka.
saling peduli, saling melindungi, saling berbagi.
setia kawan 👍❤️
Leon I
hehehe siap! terimakasih yah, nanti dibuatkan visual protagonis dan antagonisnya
palupi
tambah banyak tokohnya yg muncul.
sampe bingung mana kawan mana lwwan 🤭
semangat terus ya thor...❤
palupi
tambah seru...
lanjut thor 🙏❤️
Leon I
baik segera dilaksanakan tuan!!
palupi
luar biasa 👍
palupi
up lagi thor 🙏💕
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!