11
Anggi Putri Nugroho, wanita cantik yang baru menyelesaikan pendidikan kedokterannya di usia 23 tahun. Memiliki kepercayaan diri tingkat tinggi membuat Dokter Anggi tanpa segan menerima tantangan dari kedua sahabatnya untuk menakhlukan seorang laki-laki asing yang mereka temui di club. Hingga akhirnya kisah rumit percintaannya 'pun dimulai.
Ig : Ratu_Jagad_02
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratu jagad 02, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
Anggi menghela napas lega saat melihat kedua orang tua Morgan berangsur keluar dari ruang jamuan. Kini, di ruangan itu hanya menyisakan Morgan dan Anggi saja. Baru saja bernapas lega lantaran terbebas dari introgasi tak berkesudahan dari orang tua Morgan, kali ini Anggi justru merasa was-was saat melihat Morgan mencondongkan tubuh ke arahnya.
"Jangan macam—"
Morgan mengangkat tangan kanannya dan mengusap sudut bibir Anggi dengan gaya yang cukup sensual, dan jujur saja hal itu semakin membuat Anggi terlanjur berpikir jauh. "Ada saos di bibirmu." ucap Morgan santai.
Anggi malu sekaligus berdebar menanggapi sikap Morgan. Ya, sejak tadi Morgan terus bersikap romantis padanya dan jujur saja ia menyadari bahwa ada setitik rasa suka di hatinya untuk laki-laki tampan di depannya ini.
"Mor," panggil Anggi.
"Hm?"
"Sepertinya aku menyukaimu."
"What?" Morgan terkejut tak terkira saat mendengar ucapan Anggi. Otaknya nge-blank seketika saat Anggi mengucapkan suka padanya dengan lantang. Sungguh benar-benar wanita gila, pikirnya.
"Tinggalkan pekerjaanmu sebagai gigolo dan jadilah kekasihku, karena aku tidak rela sesuatu yang aku sukai dinikmati orang lain."
"What?"
Belum hilang keterkejutan Morgan atas ucapan Anggi sebelumnya, kini ia kembali terkejut saat mendengar ucapan Anggi yang mengira dirinya adalah seorang gigolo. Sungguh, pamor Morgan sebagai pengusaha dan cassanova terasa hancur begitu saja saat Anggi justru menganggapnya se-rendah itu.
"Jadi, kau berpikir bahwa aku adalah gigolo?" tanya Morgan.
"Memang apa lagi yang bisa aku pikirkan tentangmu? Pertemuan pertama kita saja di club dan kau melayani tiga wanita sekaligus. Lalu aku harus mengira kau apa jika bukan gigolo. Tapi kau tenang saja, aku sama sekali tidak mempermasalahkan perihal pekerjaanmu itu karena setiap orang memiliki caranya sendiri untuk bertahan hidup. Tapi ingat, kalau kau menjadi kekasihku, maka kau harus meninggalkan dunia hitam itu dan hanya boleh bersama denganku saja."
"Tunggu, kau berpikir terlalu jauh." sangkal Morgan cepat. "Aku adalah Morgan Gloendra. Kau pasti mengenal nama besar itu 'kan?" tanya Morgan.
"Gloendra?"
Morgan menghela napas kasar saat otaknya menebak bahwa Anggi tidak mengenal keluarga Gloendra. Mau tidak mau, ia mengeluarkan ponselnya dan melakukan pencarian di internet tentang keluarganya sendiri. Begitu ketemu, ia lekas memberikan ponselnya pada Anggi.
"Bacalah!"
Meski bingung, akhirnya Anggi menerima ponsel yang disodorkan Morgan dan membaca apa yang tertera di sana. Baru beberapa kalimat yang ia baca, matanya langsung membola sempurna kala melihat apa yang tertulis di layar ponsel tersebut.
"Sudah tahu siapa keluarga Gloendra?" tanya Morgan.
"Pengusaha? Kau anak pengsaha kaya, dan sekarang juga sudah punya perusahaan sendiri yang mandiri dari perusahaan keluargamu?" tanya Anggi tak percaya.
"That's right."
Mata Anggi seakan berkunang-kunang mengetahui kenyataan ini. Ahh, rasanya sungguh malu karena ia mengira Morgan adalah seorang gigolo, padahal laki-laki itu adalah keturunan konglomerat, dasar Anggi bodoh. Anggi menoyor kepalanya sendiri saking malunya.
"Jadi bagaimana, kau masih mengira bahwa mobil yang tadi aku pakai adalah mobil sewaan?"
Lagi-lagi Anggi merasa ingin tenggelam ke dasar bumi saat mendengar suara Morgan yang seakan mengejek dirinya. Lagipula, ia tidak salah bukan kalau berpikir Morgan adalah seorang gigolo, mengingat pertemuan pertama mereka adalah di club, dan penampilan Morgan juga terlampau santai, hingga tidak ada yang akan mengira jika ia adalah pengusaha.
"Sudahlah jangan malu begitu, ayo aku akan mengantarmu pulang, nona dokter."