NovelToon NovelToon
Pengantin 18 Tahun

Pengantin 18 Tahun

Status: tamat
Genre:Pernikahan Kilat / Obsesi / Beda Usia / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Tamat
Popularitas:259.6k
Nilai: 4.8
Nama Author: unchihah sanskeh

Damian yang mulai menutup diri setelah memilih pergi dari rumah. tiba-tiba mengetahui bahwa ayahnya telah “membeli” seorang pengantin untuk merawatnya. Gadis pengantin tersebut bernama Elia yang merupakan siswinya di sekolah. Elia muncul di depan pintunya, dan menyatakan bahwa Dia dikirim oleh ayah Damian untuk menjadi pengantinnya.

Elia terpaksa menerima takdirnya sebagai istri yang tak di inginkan oleh Damian, demi membantu orang tuanya yang memiliki hutang dengan keluarga Toma.

"Namaku adalah Elia. aku disini untuk menjadi pengantinmu." ~Elia

"Aku adalah Gurumu." ~Damian

Menjadi seorang pengantin 18 tahun untuk gurunya sendiri, apakah Elia mampu mencairkan jiwa gunung es suaminya?

ig : unchiha.sanskeh

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon unchihah sanskeh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

First Kiss

Angin pagi yang dingin berhembus ketika Elia membuka pintu kamar, malam yang gelap dan sunyi berlalu begitu saja semua seakan tak memiliki masa ketika aku bersama Elia. Aku menarik-narik selimut lebih tinggi hingga menutupi wajahku, betapa tidak! Angin pagi ini begitu dingin masuk ke tulang-tulang, padahal biasanya matahari lah yang selalu menerobos duluan membangunkan ku dengan cerah dan kehangatannya.

“Pak Damian, selamat pagi!”

Mataku perlahan ku buka dan kesadarannya perlahan hadir. Setelah mata ini benar-benar terbuka, dengan setengah sadar, aku langsung mendekatkan jam weker ke depan mata. Tampak jelas angka 06.02 pagi.

“Bagaimana? Apakah sudah merasa baikan pak?”

Aku mengumpulkan semua tenaga ke seluruh tubuh untuk bangun. Namun ketika aku menengok ke depan betapa terkejutnya aku, hampir saja aku teriak. Bangun tidur kali ini aku mendapati keadaan yang berbeda dari kemarin; ada sesosok gadis cantik yang menyambutku dengan senyum sumringah. Seraya aku bergumam, “Oh iya, semalam dia sudah kembali tidur di kamar ini dan kami tidur bersama lagi.”

Duduk dan terdiam, aku lihat wajah istriku ini terus dan menerus. Apakah setiap pagi aku bisa terus merasakan ini?

Hampir aku lupa untuk menjawab pertanyaannya tadi, karena masih mengantuk dan mata yang masih terasa berat, aku hanya anggukkan kepala. Sehingga tubuhnya yang sedikit menunduk tadi, langsung berdiri tegak dan berseri-seri.

“Syukurlah, Aku senang sekali kalau pak Damian sudah sembuh total. Aku sudah siapkan sarapan, kalau sudah cuci muka, langsung ke dapur ya pak?”

Pikiranku melayang-layang seperti ada yang ingin ku sampaikan padanya, tetapi entah apa. Hingga setelah payahku gali-gali, akhirnya aku teringat pada ucapanku padanya kemarin. Lantas sebelum dia pergi dari kamar, ku panggil dia dengan suaraku yang serak-serak basah khas seorang pria yang baru bangun tidur.

“Ah, El..!” kataku, seraya memanjangkan tangan ke arahnya.

“Ya?”

“Sekolah nanti kita berangkat bersama, ya?”

Dia diam sejenak, matanya menatap ku seakan menerka-nerka apa yang ada di pikiranku sampai mengatakan itu padanya. “Apakah tidak masalah kalau kita pergi bersama ke sekolah?” katanya ragu-ragu.

“Aku akan menurunkan kamu di ujung jalan. Tidak apa-apa kan kalau jalan kaki sedikit?”

“Tidak, tidak masalah pak Damian. Terima kasih banyak!”

Wajahnya begitu berseri dan matanya yang jernih berpijar di balik kelopaknya yang jelita. Akulah yang harusnya berterima kasih padamu Elia, terima kasih karena mau berusaha mencintai dan mendapatkan cintaku. Apa yang ku lakukan ini, tidaklah sebanding dengan usahamu mendampingi ku sebagai istri.

Kemudian, usai mandi, sarapan dan siap-siap aku menyalakan mobil dan Elia masih berada di luar memastikan semua pintu benar-benar telah tertutup rapat. Dia lalu mendekat setelah pemeriksaan ulang yang di lakukannya, sungguh dia seperti ibu-ibu berumur yang sangat telaten terhadap urusan rumah tangga.

Mobil berjalan pelan, aku ingin mengendarainya dengan santai sambil menyaksikan lagi pemandangan kaki bukit di pinggir jalan. Sambil sesekali juga mencuri-curi pandang menyaksikan pemandangan sempurna yang menggairahkan hasil goresan sang pencipta yang luar biasa, dialah yang sekarang duduk di sampingku sekarang.

Perasaanku jadi berdebar-debar karena memikirkan tentangnya, pertama kali ku rasakan hal begini seumur hidup. Kursi depan penumpang sekarang sudah menemui tuannya, mungkin ia lelah di kira tak berguna, berdebu dan jadi sarang laba-laba karena sejak mobil ini di beli aku tak pernah memberikan tumpangan pada siapapun.

Akhirnya walau berjalan lambat, tujuan itu juga sampai. Terpaksa ku lepas kepergiannya.

“Pak, aku pergi sekarang ya! Terima kasih karena sudah sudi mengajak ku berangkat bersama,”

Aku diam sejenak, sambil mengeluarkan rokok dari saku belakang. “Simak pelajaran dengan benar, ya? Ingat ujian sebentar lagi, kamu mau incar top score kan biar bisa ku cintai?”

Dia tersenyum simpul, sehingga pipinya yang ranum dan putih jadi menonjol memenuhi wajahnya. “Siap, pasti akan aku buktikan pada pak Damian,” timpalnya. Aku tak bisa menutupi kecanggungan yang ku rasakan. Secepatnya aku mengambil korek untuk memantikkan api di rokok, untuk menutupi senyum tipis yang tak bisa ku tahan.

Ketika api membakar ujung rokok, aku segera menghisapnya, untuk menenangkan diri. Lalu Elia menyodorkan tangannya padaku, “Aku boleh cium tangan pak Damian?”

Seketika aku langsung teringat waktu pertama kali tinggal dengannya, dia melakukan hal yang sama. Menyodorkan tangannya dan meminta izin untuk mencium tanganku. Kewajiban istri, itulah katanya. “Ah, ma-maaf pak Damian, ti-tidak boleh ya?”

Kebiasaan buruk ku adalah terlalu banyak melamun dan lambat memberi respon pada orang lain, saat ku lihat dia mulai menurunkan tangannya. Segera ku sambar, sebelum tangan itu benar-benar turun kembali tersembunyi di samping pahanya dan Elia lekas pergi meninggalkan aku dalam mobil ini.

Tetapi, oh apa yang malah aku lakukan? Aku menarik tangannya sehingga tubuhnya jadi merapat ke badanku. Wajahnya yang seputih sayur lobak, begitu jelita dengan pahatan hidung dan dagu yang sempurna. Aku tak mampu menahan diri saat ku perhatikan bibirnya yang semerah buah strawberry. Begitu menggoda dan kelihatannya sangat manis

Cup

Ku nikmati bibir kecilnya, memang sangat kenyal. Dia tidak melawan dan aku pun melakukannya pelan-pelan namun tetap bergairah, ku biarkan kami menikmati sentuhan intim yang pertama ini dengan saksama.

Hampir rasanya aku terlupa dengan waktu dan orang-orang yang mungkin akan segera berdatangan. Dengan berat hati ku lepas pertemuan bibirku dan bibirnya.

Kami jadi sedikit canggung, aku langsung mengalihkan kembali pandangan ke depan, dan Elia sekilas ku lihat menggigit bibirnya, tanpa perlu ku sebutkan, semua orang pun akan mengerti apa yang sekarang dia rasakan, bahasa tubuhnya gampang sekali untuk di tebak.

“Pulang nanti tunggu aku di jalan ini juga, ya. Saat keadaan sepi kita bisa pulang.” Aku berkata sekedar untuk menenangkan suasana, Elia masih diam. Lalu ku hisap lagi rokok yang terjepit di pertengahan jari telunjuk dan tengah. Tetapi, ketika ujung rokok hampir menyentuh pangkal bibirku, tiba-tiba saja Elia menepisnya.

“Apa yang kamu lakukan?”

“Rokok tidak baik untuk kesehatan, lagi pula aku tidak suka baunya. Saat kita berciuman seperti tadi, aroma asap rokok yang baru pak Damian hisap masuk ke dalam mulutku. Aku bisa merasakannya dengan jelas. Rasanya pahit dan aromanya sangat menyengat.”

Aku membisu, bukan karena larangannya tentang rokok. Tetapi aku jadi malu ketika dia mengucapkan tentang ciuman, aku jadi kembali berfantasi ria, ku ingat lagi bagaimana rasanya saat bibirku mendarat di permukaan daging strawberry yang lembut, seperti itulah bibirnya.

“Oh! Ma-maaf.”

Di penghabisan pipinya yang menyala-nyala kemerahan. Mimik muka Elia yang tadi serius memarahiku, jadi berubah. Dia jadi malu-malu sambil sesekali kedua tangannya saling meremas.

“A-aku berangkat sekarang pak.” Katanya seraya membuka pintu dan pergi.

Selang beberapa waktu, ku dekatkan tanganku ke wajah. Ku perhatikan jam di arloji yang melingkar di pergelangan tangan. Sudah pukul 7.20, sepuluh menit berlalu sejak Elia pergi. Seharusnya sekarang ia telah sampai ke sekolah. Segera ku injak pedal gas, dan kembali berangkat menuju sekolah.

Sesampainya di sekolah, aku langsung menuju ke ruang guru. Ku perhatikan sekeliling hanya ada Amanda di kursinya, Jarang sekali kantor masih sepi begini, tapi sebenarnya biasa saja karena aku saja yang datang kepagian. Jam belajar mengajar di mulai pukul 8.00, jadi wajar saja bila masih banyak guru yang belum datang.

Ku dengar langkah kaki Amanda berjalan ke arahku, aku coba untuk profesional dan bersikap selayaknya rekan kerja, walaupun sebenarnya agak malas.

“Pak Damian...”

Tanpa terduga, Amanda meraih tanganku. Dan menggenggamnya. Ku dongakkan kepala menatap matanya, dia menatapku tajam. Segera ku tarik tanganku yang sempat berada di pegangannya.

“Apa yang kamu lakukan?”

“Kenapa Damian? Apakah salah? Aku hanya menyentuh tanganmu, tetapi kamu seperti sangat jijik. Kamu sangat anti bersentuhan dengan orang lain. tetapi kamu malah berciuman dengan seorang siswi barusan.”

1
Siti Aisyah
Biasa
Siti Aisyah
Buruk
Yenni Ajah Lah
Lumayan
yuning
Luar biasa
yuning
Amanda cantik
yuning
novel nya bagus
yuning
mampir
lili
ayahnya Damian jahat bgt
lili
au aku manisnya kalian🥰🥰🥰
lili
aku marathon bacanya
lili
Amanda bener"ya ternyata picik dia
lili
suka"ceritanya
lili
Damian kamu hebat,bener"laki"sejati berani jujur dan tegas top dah. ..
lili
nekat bener Amanda TK tau malu padahal dah ditolak....damian
lili
wah suka dech pak Damian sudah mulai membuka diri semangat Damian...
lili
suka ceritanya
lili
suka karakter Elia ....
lili
ceritanya menarik
lili
melipir kesini.....
Ranie ELsya
Luar biasa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!