Halwa adalah siswi beasiswa yang gigih belajar, namun sering dibully oleh Dinda. Ia diam-diam mengagumi Afrain, kakak kelas populer, pintar, dan sopan yang selalu melindunginya dari ejekan Dinda. Kedekatan mereka memuncak ketika Afrain secara terbuka membela Halwa dan mengajaknya pulang bersama setelah Halwa memenangkan lomba esai nasional.
Namun, di tengah benih-benih hubungan dengan Afrain, hidup Halwa berubah drastis. Saat menghadiri pesta Dinda, Halwa diculik dan dipaksa menikah mendadak dengan seorang pria asing bernama Athar di rumah sakit.
Athar, yang merupakan pria kaya, melakukan pernikahan ini hanya untuk memenuhi permintaan terakhir ibunya yang sakit keras. Setelah akad, Athar langsung meninggalkannya untuk urusan bisnis, berjanji membiayai kehidupan Halwa dan memberitahunya bahwa ia kini resmi menjadi Nyonya Athar, membuat Halwa terombang-ambing antara perasaan dengan Afrain dan status pernikahannya yang tak terduga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Athar mulai merebus ayam kampung yang sudah ia bersihkan kedalam panci.
Ia menyiapkan bahan lain sebagai pelengkap bubur.
Setelah beberapa menit kemudian, ayam sudah matang.
Ia segera memasukkan beras kedalam air yang sudah mendidih.
"Yunus, tolong aduk ini. Aku akan menyuwir ayamnya." ucap Athar.
Yunus menganggukkan kepalanya dan lekas mengaduk bubur.
"Dulu saat ibuku sakit, aku selalu membuatkan bubur ayam seperti ini," ucap Athar sambil mengenang masa lalu dimana ibunya masih bersamanya.
Yunus yang mendengar perkataan Athar hanya diam, tahu bahwa tuannya sedang larut dalam kenangan.
Setelah selesai menyuwir ayamnya, Athar kembali mengaduk bubur yang sebentar lagi akan matang.
Pelayan menyiapkan mangkuk, sendok dan garpu.
Beberapa menit kemudian bubur telah matang dan Athar menaruhnya di mangkuk.
Ia menambahkan suwiran ayam dan sedikit kerupuk di atasnya.
Aroma gurih kaldu ayam langsung menyebar di dapur
"Sudah, Yunus. Terima kasih. Aku akan membawanya ke atas," ucap Athar sambil membawa nampan berisi bubur dan air putih hangat.
Yunus tersenyum ke arah Athar yang masuk kedalam lift.
Ia sedikit tidak percaya melihat sisi lembut dan perhatian dari Athar ang jarang sekali ditampakkan.
Athar masuk ke kamar dan melihat istrinya yang tertidur.
"Halwa, ayo bangun. Kamu makan dulu." ucap Athar.
Halwa membuka matanya saat mendengar suara suaminya yang sudah berada di kamar.
"Harum sekali aromanya,"
Athar membantu istrinya dengan menata bantal kecil di belakang.
"Aku suapin, ya."
Halwa sedikit terkejut dengan perkataan suaminya.
"Aku bisa makan sendiri, Athar."
Athar menggelengkan kepalanya dan langsung menyuapi istrinya pelan-pelan.
"Hmmm, enak sekali. Ini masakan kamu?" tanya Halwa.
"Iya, Halwa. Ini masakan yang selalu aku buat saat Ibuku sakit." jawab Athar.
Halwa mengangguk kecil dan menikmati setiap suapan bubur hangat yang terasa lembut di tenggorokannya
Kamu belum sarapan, Athar?” tanya Halwa setelah menelan suapan terakhir bubur di sendok itu.
Athar menggelengkan kepalanya sambil membersihkan sisa bubur di sudut bibir Halwa dengan ibu jarinya.
Sentuhan itu membuat wajah Halwa kembali merona.
“Nanti saja. Kamu harus minum obat setelah ini,” jawab Athar.
Halwa mengambil telepon yang ada di samping tempat tidurnya.
"Yunus, tolong siapkan sarapan untuk Tuan Athar. Aku tunggu di kamar." pinta Halwa.
"Halwa, aku bisa makan nanti. Ayo, kamu makan lagi."
Halwa menggelengkan kepalanya dan ia akan menunggu pelayan yang akan mengantar sarapan untuk suaminya.
Athar menghela nafas panjang dan akhirnya menuruti kemauan istrinya.
Tak berselang lama pelayan dan Yunus membawa sarapan dan kopi kesukaan Athar.
"Terima kasih, Yunus, Gina." ucap Athar.
Mereka mengangguk kecil dan segera keluar dari kamar utama.
"Ayo, sekarang kita sarapan dulu."
Athar menyuapi istrinya, begitu juga Halwa yang menyuapi suaminya.
"Kita seperti pasangan pengantin baru," ucap Halwa.
Athar mengernyitkan keningnya saat mendengar perkataan dari istrinya.
"Halwa, bukankah kita memang sepasang pengantin baru?"
Athar tersenyum tipis ke arah istrinya yang sedang menundukkan kepalanya.
“Baru dua hari menikah, dan kamu sudah lupa?” goda Athar sambil menikmati omelet ke mulutnya sendiri.
"Bukan lupa, Athar. Tapi kan kita nikahnya memang mendadak. Dan, Athar apakah kamu tadi jadi ke sekolah untuk memberhentikan sekolahku?"
Halwa merasakan jantungnya berdetak kencang saat memberanikan diri untuk bertanya kepada suaminya.
"Hal, aku tadi sudah bertemu dengan Bu Dayang dan beliau bangga sama kamu. Jadi, aku mau kamu tetap sekolah sampai kamu lulus. Dan satu hal lagi yang aku minta sama kamu, Hal."
"Satu hal?"
Athar menganggukkan kepalanya sambil menatap wajah istrinya.
"Jaga jarak sama Afrain, Hal. Aku suamimu dan aku cemburu kalau kamu bersama dia lagi. Aku nggak keberatan kalau kamu mau merahasiakan pernikahan kita, Hal." ucap Athar.
Athar bangkit dari tempat duduknya dan meminta istrinya untuk memikirkan apa yang ia pinta tadi.
"Kamu cemburu? Athar, apakah kamu mencintaiku?" tanya Halwa.
"Istirahatlah, Hal.Aku mau keluar ruang kerjaku, Hal. Kalau ada apa-apa langsung telepon aku." jawab Athar sambil mencium kening istrinya
Sebelum keluar dari kamarnya, Athar memberikan obat dan vitamin yang harus diminum oleh istrinya.
"Lekas istirahat, Hal. Dan ini ponsel kamu."
Athar tersenyum tipis dan melangkahkan kakinya menuju ke ruang kerjanya.
Halwa menatap kepergian Athar hingga pintu tertutup rapat.
Ia memegang keningnya yang baru saja dicium oleh suaminya.
Sikap lembut Athar pagi ini benar-benar membuatnya bingung.
Pria yang semalam murka dan menuduhnya, kini menyuapinya bubur buatan sendiri.
Ia mengambil ponselnya yang sudah dikembalikan Athar.
Ada ratusan notifikasi dari Yunus dan beberapa pesan masuk dari Afrain.
Halwa membuka pesan yang dikirimkan oleh Afrain.
[Hal, kamu sudah bangun? Semalam kamu kenapa? Aku khawatir.]
[Aku tadi ke kelasmu, Hal. Tapi kata Bu Dayang kamu sakit. Cepat sembuh, ya. Jangan lupa balas pesanku.]
Halwa menghela nafas panjang sambil mematikan layar ponselnya.
Ia mengingat permintaan Athar untuk menjaga jarak dengan Afrain.
"Menjaga jarak? Cemburu? Aku tanya soal apakah kamu mencintaiku saja tidak ia jawab." gumam Halwa sambil mengambil obat dan vitamin yang sudah disiapkan oleh suaminya.
Ia pun segera meminumnya dan setelah itu ia kembali merebahkan tubuhnya.
Halwa menatap ponsel di tangannya, membaca lagi pesan dari Afrain.
Rasa bersalah dan dilema bercampur aduk antara menuruti permintaan Athar atau tetap bersama dengan Afrain yang sudah ia sukai dari dulu.
Ia menarik napas panjang dan memutuskan untuk membalas pesan Afrain.
"Kak Afrain, maaf ya aku baru balas. Iya nih, semalam aku mendadak sakit banget, mungkin kecapekan habis pulang dari Mall. Untung sekarang sudah baikan. Terima kasih sudah khawatir. Kamu juga jangan sampai sakit, nanti nggak ada yang bikin suasana kelas seru lagi!."
Halwa menekan tombol kirim dan belum sampai satu menit, ponselnya bergetar lagi.
[Syukurlah kalau kamu sudah baikan. Aku lega sekali, Hal. Aku kira kenapa-kenapa. Kalau kamu sakit, siapa yang nanti temani aku makan pecel di kantin? Enggak seru dong. Cepat sembuh total ya, Hal. Pokoknya kalau sudah sehat, kita jalan lagi. Aku traktir es kacang ijo biar healing!]
Halwa tersenyum tipis sambil membaca pesan yang dikirimkan oleh Afrain
[Wih, es kacang ijo? Tawaran yang menggiurkan! Siap, Kak. Tapi aku nggak janji kapan. Kayaknya aku harus puasa dulu dari kegiatan jalan-jalan, fokus recovery dan kejar ketertinggalan pelajaran. Doakan cepat pulih ya. Jangan lupa belajar juga, Kak! Salam dari Si Kutu Buku!]
Halwa mematikan layar ponselnya setelah mengirim balasan itu.
Ia memilih untuk memejamkan matanya sebelum Athar masuk dan memarahinya.
Halwa tidak bisa tidur dan kembali membuka matanya sambil menatap cincin yang ada di jari manisnya, lalu menghela napas panjang.
"Apa maksudnya kamu cemburu, Athar? Kalau kamu tidak mencintaiku, kenapa kamu peduli?" gumam Halwa,