NovelToon NovelToon
Cinta Suci Aerra

Cinta Suci Aerra

Status: sedang berlangsung
Genre:Percintaan Konglomerat / Crazy Rich/Konglomerat / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:662
Nilai: 5
Nama Author: manda80

Aerra adalah seorang wanita yang tulus terhadap pasangannya. Namun, sayang sekali pacarnya terlambat untuk melamarnya sehingga dirinya di jodohkan oleh pria yang lebih kaya oleh ibunya. Tapi, apakah Aerra merasakan kebahagiaan di dalam pernikahan itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon manda80, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Aktingmu Harus Lebih Baik Lagi!

Lidahku, membeku di dalam rongga mulut. Kalimat terakhir Aldo menggema di dalam kamar yang luas ini, setiap katanya adalah palu godam yang menghantam sisa-sisa kewarasanku. Jerman. Beasiswa S2 Teknik Mesin. Universitas Teknik Munich. Detail-detail itu terlalu spesifik, terlalu akurat untuk sekadar tebakan liar. Itu adalah informasi yang bahkan aku sendiri baru ketahui beberapa minggu sebelum hari pernikahan terkutuk ini, dalam percakapan telepon terakhir kami yang penuh isak tangis.

“Bagaimana… bagaimana Mas tahu?” suaraku bergetar hebat, nyaris tidak keluar dari tenggorokan yang terasa seperti tercekik.

Aldo, yang masih berdiri di ambang pintu, menyandarkan bahunya dengan santai ke kusen pintu. Wajahnya yang separuh tertutup bayangan tampak mengerikan. Ia tersenyum, senyum yang sama sekali tidak mencapai matanya yang dingin.

“Aerra, Aerra… Kamu pikir aku ini siapa? Seorang pebisnis bodoh yang akan menginvestasikan miliaran rupiah untuk sebuah ‘proyek’ tanpa melakukan riset mendalam?” tanyanya retoris. “Aku perlu tahu semua aset dan liabilitas dari investasi terbesarku. Dan cinta pertamamu yang belum usai itu, Sayang… itu liabilitas terbesar.”

“Aku bukan investasi!” seruku, berusaha menemukan sebuah keberanian di tengah badai ketakutan.

“Benarkah?” Ia melangkah masuk kembali ke dalam kamar, mendekatiku yang masih meringkuk di atas ranjang. “Kalau begitu, sebut saja ‘penjamin kualitas’. Aku harus memastikan produk yang kudapatkan adalah yang terbaik, bersih dari cacat masa lalu. Anggap saja informasi itu sebagai bagian dari asuransiku.”

Ia berhenti di sisi ranjang, menatapku dari atas. “Istirahatlah. Besok pagi, pertunjukan babak kedua akan dimulai. Aku harap aktingmu jauh lebih baik.”

Dengan kata-kata itu, ia benar-benar berbalik dan keluar dari kamar, menutup pintu di belakangnya dengan pelan. Suara ‘ceklek’ dari kunci yang diputar dari luar adalah penegasan terakhir. Aku tidak hanya menikah. Aku telah dipenjara.

Cahaya matahari pagi yang menerobos masuk melalui celah gorden tebal terasa seperti jarum yang menusuk mataku. Aku terbangun dengan tubuh remuk redam dan jiwa yang hancur berkeping-keping. Semalaman aku tidak bisa tidur, hanya bisa menangis tanpa suara hingga mataku bengkak dan kepalaku pening. Di sebelahku, sisi ranjang itu dingin dan kosong. Aldo tidak tidur di sini.

Dengan sisa tenaga yang kumiliki, aku bangkit dan berjalan menuju kamar mandi marmer yang lebih besar dari kamar tidurku di rumah Ibu. Sosok di cermin membuatku nyaris tidak mengenali diriku sendiri. Mata bengkak, rambut acak-acakan, dan jejak air mata kering di pipi. Aku bukan Aerra lagi. Aku adalah Nyonya Aldo yang malang.

Setelah membersihkan diri sebisanya dan mengenakan gaun rumah sutra yang sudah disiapkan di lemari pakaian, aku keluar dari kamar. Seorang pelayan wanita paruh baya yang memperkenalkan dirinya sebagai Bi Asih menyambutku dengan senyum ramah yang terasa canggung.

“Selamat pagi, Nyonya. Tuan sudah menunggu di ruang makan untuk sarapan,” katanya dengan sopan.

Jantungku berdebar kencang. Pertunjukan babak kedua. Aku menarik napas dalam-dalam, mencoba memasang topeng serapuh mungkin di wajahku, lalu berjalan menuruni tangga menuju ruang makan yang megah. Aldo sudah duduk di sana, membaca tabletnya sambil menyesap kopi. Ia mengenakan setelan kerja berwarna biru dongker yang sempurna, tampak segar dan berkuasa, seolah malam tadi tidak pernah ada kejadian apa pun.

“Pagi,” sapanya singkat tanpa mengalihkan pandangan dari tabletnya.

“Pagi, Mas,” jawabku lirih, mengambil tempat duduk di seberang meja yang terasa berjarak ribuan kilometer darinya.

Bi Asih dan pelayan lainnya mulai menyajikan sarapan. Roti panggang, selai, buah-buahan, sereal, dan berbagai hidangan lain yang tidak kumengerti namanya. Keheningan di antara kami begitu jelas, hanya denting sendok dan garpu yang sesekali terdengar.

“Makanlah. Kamu butuh tenaga,” ujarnya tiba-tiba, masih menatap layar tabletnya.

Aku hanya mengangguk dan mencoba menelan sepotong roti yang terasa seperti karton di mulutku. Tiba-tiba, dering ponsel memecah keheningan. Bukan ponselku, yang entah ada di mana, melainkan ponsel Aldo yang tergeletak di atas meja. Ia melirik layarnya, lalu menggesernya ke arahku.

“Ibumu,” katanya datar. “Angkat. Aktifkan pengeras suaranya.”

Darahku serasa surut dari wajah. Ibu. Ya Tuhan, ini ujian pertamaku. Dengan tangan gemetar, aku menyentuh ikon hijau di layar.

“Halo, Bu…” sapaku, berusaha membuat suaraku terdengar normal.

“AERRA! SAYANG! Selamat pagi, Pengantin Baru!” suara Ibu yang melengking dan penuh semangat palsu langsung memenuhi ruangan. “Gimana malam pertamanya? Aduh, Ibu jadi nggak sabar nunggu kabar baik, nih! Cucu pertama!”

Aku melirik Aldo dengan panik. Ia hanya mengangkat alisnya sedikit, sebuah isyarat tanpa suara yang berarti ‘Jawab. Dan jangan sampai salah.’

“Ah, Ibu, apa sih…” Aku mencoba tertawa, suara yang keluar terdengar aneh di telingaku sendiri. “Semuanya… semuanya baik, Bu.”

“Baik gimana? Cerita, dong! Aldo romantis, kan? Kamu diperlakukan seperti ratu, kan? Ya ampun, Aerra, kamu itu beruntung banget! Suami ganteng, kaya raya, direktur utama! Kurang apa lagi coba?” cerocos Ibu tanpa jeda.

Aku menelan ludah. “Iya, Bu. Mas Aldo… sangat baik.”

Tiba-tiba Aldo mengulurkan tangannya, mengambil alih ponsel itu dariku. “Selamat pagi, Bu Mertua,” sapanya dengan nada hangat dan ramah yang membuatku merinding.

“EH, NAK ALDO! Aduh, mantu Ibu! Pagi, Nak! Maaf ya ganggu sarapannya,” sahut Ibu, nadanya langsung berubah seratus delapan puluh derajat menjadi manis dan penuh hormat.

“Nggak apa-apa, Bu. Justru saya senang Ibu telepon. Ini Aerra dari tadi senyum-senyum terus, katanya kangen sama Ibu,” kata Aldo lancar, kebohongan keluar dari mulutnya semudah bernapas.

Aku hanya bisa menatapnya dengan mulut sedikit terbuka. Aktor yang luar biasa.

“Aduh, bisa aja kamu, Nak Aldo. Jelas kangen Ibu, dong. Tapi pasti lebih seneng lagi sama suami barunya, hehe. Titip Aerra ya, Nak. Dia kadang suka manja. Kalau ada apa-apa, kasih tahu Ibu saja,” kata Ibu.

“Pasti, Bu. Ibu tenang saja, Aerra aman dan bahagia di sini. Dia sekarang jadi tanggung jawab saya sepenuhnya,” jawab Aldo, ada penekanan dalam kata-katanya yang hanya aku yang bisa mengerti makna mengerikannya.

Setelah beberapa menit basa-basi yang memuakkan, panggilan itu akhirnya berakhir. Aldo meletakkan ponselnya kembali ke meja dan menatapku lekat-lekat. Kehangatan di suaranya lenyap seketika, berganti dengan tatapan dingin yang biasa.

“Akting yang lumayan untuk pemula,” komentarnya. “Tapi lain kali, tertawamu harus lebih natural. Dan suaramu, jangan terdengar seperti mau menangis. Nyonya Aldo tidak pernah bersedih. Ingat itu.”

“Maaf, Mas…”

“Tidak perlu minta maaf. Cukup perbaiki saja,” potongnya. Ia kemudian mengeluarkan sesuatu dari saku jasnya. Sebuah kotak ponsel baru. Ia mendorongnya ke seberang meja, ke arahku. “Ini untukmu.”

Aku menatap kotak itu dengan bingung.

“Ponselmu yang lama sudah tidak akan aktif lagi. Semua data dan kontaknya sudah kupindahkan ke yang baru,” jelasnya. “Hanya ada beberapa nomor yang kusimpan di dalamnya. Nomor saya, nomor rumah ini, nomor Ibu dan Ayah saya, dan nomor ibumu. Hanya itu.”

Mataku membelalak. “Maksud Mas?”

“Maksudku, kamu hanya bisa menghubungi dan dihubungi oleh nomor-nomor itu. Tidak ada teman, tidak ada media sosial, tidak ada Lika, adikmu,” katanya tegas. “Ini untuk melindungimu. Agar tidak ada yang mengganggumu. Anggap saja ini privasi eksklusif.”

“Tapi, Mas, Lika… Dia adikku!” protesku.

“Dan dia ancaman,” sahut Aldo dingin. “Aku tahu wataknya seperti apa. Dia bisa jadi masalah. Kalau kamu butuh bicara dengannya, sampaikan lewat Ibumu. Mengerti?”

Napasaku tercekat. Ini bukan perlindungan. Ini seperti penjara.

Ia bangkit dari kursinya, merapikan dasinya. “Aku harus ke kantor. Ada rapat penting pagi ini. Habiskan sarapanmu.”

Ia mulai berjalan keluar dari ruang makan. Aku hanya bisa duduk membeku, menatap kotak ponsel di hadapanku yang terasa seperti borgol digital.

“Mas, tunggu!” panggilku, entah keberanian dari mana yang mendorongku.

Ia berhenti dan menoleh, alisnya terangkat sebelah. “Ya?”

“Aku… aku harus melakukan apa di rumah sebesar ini seharian?” tanyaku dengan suara kecil.

Aldo tersenyum miring. Senyum yang membuat darahku berdesir karena ngeri. Ia berjalan kembali ke meja, mengambil sebuah kunci dari sakunya, dan meletakkannya di sebelah kotak ponsel itu.

“Pekerjaan pertamamu sebagai istriku,” ujarnya. “Di lantai atas, ada perpustakaan pribadi. Di dalamnya ada satu brankas tua peninggalan kakekku. Aku lupa kombinasinya. Tugasmu hari ini adalah membukanya.”

Aku menatap kunci itu lalu beralih padanya dengan bingung. “Buka brankas? Tapi… Mas bilang lupa kombinasinya. Bagaimana caranya?”

Ia mencondongkan tubuhnya sedikit, suaranya menjadi bisikan yang hanya bisa kudengar. “Itulah bagian yang menarik. Kombinasinya adalah tanggal ulang tahun wanita yang paling dicintai kakekku seumur hidupnya.”

“Siapa?” tanyaku bingung.

“Aku tidak tahu,” jawabnya enteng, lalu menegakkan tubuhnya kembali. “Karena itu, aku ingin kamu yang mencarinya. Di dalam perpustakaan itu ada puluhan album foto, surat-surat lama, dan buku harian. Pelajari semuanya. Temukan siapa wanita itu dan kapan tanggal lahirnya. Aku ingin brankas itu sudah terbuka saat aku pulang malam nanti.”

Ia menatapku lekat. “Anggap ini tes, Aerra. Tes untuk membuktikan seberapa bergunanya kamu untukku. Jangan mengecewakanku lagi.”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!