Setelah ditolak oleh gadis pujaan kampus, Rizky Pratama tiba-tiba membangkitkan sebuah sistem ajaib: setiap kali ia mendapat satu pengikut di siaran langsung, ia langsung memperoleh sepuluh juta rupiah.
Awalnya, semua orang mengira Rizky hanya bercanda.
Namun seiring waktu, ia melesat di dunia live streaming—dan tanpa ada yang menyadari, ia sudah menjelma menjadi miliarder muda Indonesia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon apa aja 39, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11 – Rizky Mulai Siaran Langsung
Setelah keluar dari gerbang sekolah, Rizky merasakan angin sore yang cukup sejuk menerpa wajahnya. Suasana masih ramai oleh siswa yang baru saja pulang, tapi perhatian banyak orang langsung tertuju padanya.
Bukan tanpa alasan, di belakangnya berdiri Maya Sari—gadis cantik yang sejak siang tadi dengan terang-terangan mendekat padanya. Seolah tak peduli dengan tatapan iri dari para lelaki lain, Maya dengan manja langsung menarik lengan Rizky.
“Naik, Kak Rizky,” ucap Maya sambil tersenyum, menunjuk ke arah motor listrik miliknya yang diparkir di sisi jalan.
Rizky sempat tertegun. Ia tidak menyangka Maya benar-benar akan mengajaknya pulang bersama. Dalam hati, ia bergumam pelan, kalau sudah diundang begini, masa aku harus jaim?
Tanpa pikir panjang, Rizky pun duduk di jok belakang motor listrik itu. Namun karena ukurannya sempit, tubuh mereka otomatis berdesakan. Bahkan separuh duduknya Rizky agak terangkat, membuat posisinya terasa canggung.
“Cepet majuin, biar nggak macet,” kata Rizky sedikit terburu-buru.
Maya menoleh dengan wajah memerah, lalu terkikik pelan.
“Kak, kalau kamu dorong lebih rapat lagi, aku bisa jatuh loh,” ucapnya sambil menunduk malu.
Beberapa teman lelaki Farel dan anak-anak lain yang masih nongkrong di depan gerbang langsung melongo melihat pemandangan itu. Dua orang duduk rapat di atas motor listrik, gadis cantik di depan dan lelaki yang akhir-akhir ini sering jadi bahan gosip di sekolah di belakang.
“Ih, gila. Rizky beneran naik bareng Maya?” bisik salah satu.
“Anjir, beruntung banget dia. Gue aja nggak pernah bisa deketin Maya,” timpal yang lain dengan nada iri.
Maya seolah sengaja menoleh ke belakang, lalu berkata manja, “Kak Rizky, peluk pinggangku aja biar nggak jatuh.”
Deg. Jantung Rizky berdetak lebih cepat. Pandangannya sempat menyorot pinggang ramping Maya dari ujung matanya. Terlintas rasa ragu.
“Ehm… apa nggak terlalu… aneh ya?” gumam Rizky dalam hati. Seumur hidup, ia belum pernah memeluk pinggang seorang gadis. Dua tahun ia mengejar Dinda, bahkan menggenggam tangan pun tak pernah.
Maya seolah tahu ia ragu, lalu tanpa basa-basi menarik tangan Rizky dan melingkarkannya ke pinggangnya sendiri.
“Nah, gitu aja kok ribet. Tenang aja, aku nggak bakal marah,” katanya sambil tersenyum nakal.
Rizky refleks menelan ludah, dan detik berikutnya motor listrik itu melaju kencang menembus keramaian. Tubuh mereka otomatis makin rapat, dan Rizky bisa merasakan hangat tubuh Maya di genggamannya.
Sementara itu, Maya dalam hati justru tersenyum puas. Lihat kan, Dinda? Aku bisa lebih dekat sama Rizky hanya dalam satu hari. Bukankah ini cara paling gampang bikin kamu kalah?
Di belakang, tatapan iri bercampur dengki makin terasa. Beberapa teman Farel mendecak kesal, bahkan ada yang bergumam, “Sial, Rizky beruntung banget. Kenapa bukan gue?”
Farel yang berdiri tak jauh dari sana mengepalkan tangan, wajahnya kaku menahan amarah.
“Dasar sialan,” desisnya dalam hati. Melihat Maya bersama Rizky membuat hatinya terasa panas.
Di kursi mobil mewah yang terparkir di dekat situ, Dinda langsung mencubit pinggang Farel.
“Mereka udah pergi. Ngapain kamu masih mandangin cewek itu?” katanya ketus.
Farel berusaha menutupi rasa malunya. Ia menyeringai hambar.
“Kenapa aku harus cemburu? Cewek kayak gitu cuma matre. Percaya deh, Rizky nggak bakal bertahan lama sama dia.”
Dinda mengangguk kecil, meski matanya masih menyipit penuh rasa tak suka. “Ya udah, ayo pergi. Katanya kamu mau ajak aku ke Hotel Dynasty, kan? Aku udah laper banget.”
Farel langsung menyalakan mobil, berusaha menutupi rasa jengkel di hatinya. Mobil itu pun melaju meninggalkan gerbang sekolah, sementara di kejauhan, Rizky dan Maya masih terlihat berboncengan dengan tawa kecil yang terdengar samar.
Mobil Farel berhenti di depan gerbang besar Hotel Dynasty. Bangunan megah dengan pilar batu berukir naga dan burung garuda itu berdiri gagah, memantulkan cahaya lampu malam yang berkilauan.
Dinda menatap kagum.
“Wow… ini tempat orang kaya makan, ya?”
Dengan nada sombong, Farel tersenyum puas.
“Berani aku bilang, 90% anak SMA kita belum pernah masuk sini. Sekali makan, minimal 10 juta. Kamu beruntung banget aku bawa ke sini.”
Mendengar itu, Dinda makin berbinar. “Makasih ya, Farel. Kamu memang beda.”
Tanpa pikir panjang, ia langsung merangkul lengan Farel.
Namun, sebelum mereka masuk, Dinda mengeluarkan ponsel dari tas mungilnya.
Kalau Rizky bisa siaran langsung dan dapat banyak penggemar, kenapa aku nggak coba juga? pikirnya. Aku punya wajah cantik, tubuh bagus. Kalau aku mulai live, pasti banyak yang ngasih gift.
Beberapa detik kemudian, Dinda menyalakan siaran langsung. Layar ponselnya langsung dipenuhi komentar.
【Wih, Manman makan di mana tuh?】
【Ih, kok makanannya dikit amat. Nggak mewah-mewah banget.】
【Kalau mau, besok aku traktir kamu di resto all you can eat.】
Dinda mendengus pelan, lalu tersenyum angkuh.
“Kalian tahu nggak? Ini foie gras. Satu porsi aja harganya lebih dari sejuta rupiah.”
Farel menimpali dengan nada meremehkan.
“Jangan kasih tahu mereka. Paling-paling, mereka nggak bakal pernah makan di sini seumur hidup.”
Komentar langsung sunyi. Banyak penonton merasa direndahkan, tapi tak bisa membalas.
Tiba-tiba, satu komentar muncul:
【Eh, Rizky juga live loh. Katanya dia ada di Hotel Dynasty juga!】
【Apa? Serius?】
【Bentar, gue pindah room dulu.】
Dalam sekejap, jumlah penonton live Dinda turun drastis. Ia menggertakkan gigi, wajahnya kesal.
“Si brengsek Rizky itu lagi di Hotel Dynasty juga?”
Rasa penasaran membuatnya ikut mengklik ruang siaran Rizky. Begitu layar terbuka, mata Dinda langsung membelalak.
Meja makan Rizky dan Maya penuh hidangan mewah: lobster besar, abalon, sushi kelas atas, hingga daging impor. Bahkan minumannya pun bukan sembarangan.
【Kak Rizky, makan apa tuh?】
Rizky mengambil sepotong steak dengan garpu. “Kayaknya ini… steak Boston.”
Maya terkekeh pelan. “Bukan, Kak. Ini Beef Wellington.”
“Oh iya, salah sebut. Hehe.” Rizky menepuk dahinya, membuat penonton tertawa.
【Lucu banget, Kak Rizky polos gini.】
【Anggurnya apa tuh?】
Rizky menoleh ke Maya, bingung. Maya menjawab tenang, “Romanee-Conti. Harganya sekitar 50 juta sebotol.”
【HAH? 50 juta sebotol?】
【Gila, Rizky kaya banget.】
【Maya ini pasti anak orang tajir juga, ya?】
Komentar makin ramai.
Dinda tercengang. Jantungnya berdegup cepat. Nggak mungkin… Rizky bisa segila ini?
Ingatan tentang Rizky memberi hadiah jutaan ke streamer lain langsung terlintas di kepalanya. Jangan-jangan, selama ini Rizky memang punya uang banyak. Bahkan lebih kaya dari Farel…
Wajahnya mendadak pucat. Rasa penyesalan menyengat hati.
Astaga… apa aku salah besar meninggalkan dia?
Sementara itu, Farel yang duduk di seberang malah makin kesal melihat ekspresi Dinda berubah-ubah.
“Kenapa, Manman? Mukamu kok aneh gitu?”
Dinda mendelik sinis. “Katanya kamu mau beliin aku jam tangan Cartier, mana?”
Farel hanya nyengir canggung. “Besok deh. Sekarang kita minum dulu.”
Dinda mendengus, lalu meneguk anggur di gelasnya. “Apaan sih, minuman murahan gini. Aku maunya Romanee-Conti, kayak yang diminum Rizky.”
Kali ini wajah Farel benar-benar kaku. Ia tahu harga Romanee-Conti lebih dari 50 juta. Jelas mustahil untuknya.
“Ini Lafite, tahun 2022. Rasanya sama aja kok…”
“Dasar cowok miskin sok kaya!” Dinda membanting gelasnya, lalu berdiri meninggalkan meja. “Kalau nggak bisa kayak Rizky, jangan mimpi bisa bersaing!”
Farel melongo, tak percaya apa yang baru terjadi.
Di sisi lain ruangan, Rizky sudah menyelesaikan makannya bersama Maya. Wajah gadis itu mulai memerah karena sedikit mabuk.
“Kak Rizky… aku agak pusing. Bisa temenin aku pulang?” ucapnya lirih, bersandar manja di bahunya.
Rizky sempat bingung, tapi sebelum ia menjawab, dari jauh Dinda sudah berjalan cepat menghampiri dengan tatapan penuh amarah.
Tidak! Aku nggak bisa biarin Maya menang begitu saja, gumamnya penuh dendam.
---