Masa putih abu-abu mereka bukan tetang pelajaran, tapi tentang luka yang tak pernah sembuh.
Syla tidak pernah meminta untuk menjadi pusat perhatian apa lagi perhatian yang menyakitkan. Di sekolah, ia adalah bayangan. Namun, di mata Anhar, ketua geng yang ditakuti di luar sekolah dan ditakdirkan untuk memimpin, Syla bukan bayangan. Ia adalah pelampiasan, sasaran mainan.
Setiap hari adalah penderitaan. Setiap tatapan Anhar, setiap tawa sahabat-sahabatnya adalah duri yang tertanam dalam. Tapi yang lebih menyakitkan lagi adalah ketika Anhar mulai merasa gelisah saat Syla tak ada. Ada ruang kosong yang tak bisa ia pahami. Dan kebencian itu perlahan berubah bentuk.
Syla ingin bebas. Anhar tak ingin melepaskan.
Ini tentang kisah cinta yang rumit, ini kisah tentang batas antara rasa dan luka, tentang pengakuan yang datang terlambat, tentang persahabatan yang diuji salah satu dari mereka adalah pengkhianat, dan tentang bagaimana gelap bisa tumbuh bahkan dari tempat terang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @nyamm_113, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BULLY DALAM DIAM
HAPPY READING
Jangan lupa follow akun
Instagram author
ya @rossssss_011
“Dari mana saja kamu?”
Suara dingin dan tegas menyambut Anhar di ruang utama penuh dengan interior mewah. Seorang pria paru baya berdiri tak jauh dari tempatnya berdiri, dia menatap sekilas, lalu menyimpan kunci motornya di meja kecil.
“Lihat waktu, Anhar. Ayah sudah bilang, jangan ikut-ikutan dengan geng motor itu!”
Anhar meletakkan kunci motornya sedikit keras di meja kecil dekat pintu utama, kemudian berjalan pelan dengan rambut basah, seragam acak-acakan, dan tas sekolah yang diseret.
“Jawab ayah, Anhar! Kamu semakin membantah ucapan ayah, itu semua karena geng bodohmu itu!”
Saat kaki kanannya berpijak pada anak tangga pertama, ia menghela napas kasar dan berat. Berbalik, dan menatap ayahnya dengan tatapan tak kalah dingin.
“Ayah nggak tahu apa-apa,” jawabnya lirih, tapi sedikit dingin.
Bram Wijaksana, pria paru baya mantan perwira yang masih memiliki badan bugar di usianya yang telah menginjak kepala lima. Tegas, disiplin, dan keras, membatasi setiap pergaulan putra tunggalnya.
“Melawan kamu?” Bram menatap putranya dengan tajam. “Tinggalkan geng kamu itu, dan sekolah dengan benar, Anhar.”
“Anhar nggak pernah ninggalin mereka,” balas Anhar tak kalah dingin, memutar tubuhnya kembali menaiki anak tangga tanpa peduli umpatan ayahnya.
&&&
Yoyo membuka pintu kayu usang dengan pelan, takut jika membangunkan kedua orang tuanya. Rumah yang tak semewah para sahabatnya, tak ada interior mewah, sofa mahal, bahkan ruang tamu dengan segela kemewahannya.
Ia masuk ke dalam kamarnya, kamarnya tak besar dan tak memiliki kasur empuk. Namun, itu tak membuatnya banyak mengeluh. Yang terpenting dia bisa tidur nyenyak.
“Mau ke bengkel lagi, Nak?”
Yoyo menatap wanita paru baya berdiri di depan pintu kamarnya. “Ibuk belum tidur?” tanya Yoyo pelan, takut jika membangunkan papanya.
“Kebangun,” jawabnya. “Kamu nggak usah buka bengkel malam ini, istirahat aja dulu.”
Yoyo tersenyum pada ibunya, senyum yang lebih tulus dan hangat. Mengambil ponselnya di atas meja, hoodie hitam, dan berjalan ke arah ibunya. “Ibuk balik tidur lagi aja, ya.”
Lilis Maemunah mengusap pelan wajah anaknya, rasa bersalah kembali memenuhi dadanya. Harusnya Yoyo bisa menikmati masa remajanya, tanpa harus memikirkan beras besok.
“Aku pamit, pintunya dikunci aja. Aku bermalam di bengkel, Buk.”
Lilis hanya mengangguk samar, serta senyum tipis mengantar anaknya ke depan pintu. “Hati-hati, ya.”
Yoyo tersenyum, mencium kening ibunya lalu meninggalkan teras rumah dengan pikiran yang berkecamuk. Malam yang harusnya ia gunakan untuk istirahat dari aktivitas sekolah yang melelahkan, tapi dia tak punya waktu untuk sekedar mengeluh atas takdir hidupnya.
“Demi Bapak dan Ibuk, Yo. Lo nggak boleh ngeluh.”
&&&
“Jangan tutup mata lo, Haidar!”
“Gue mohon, tetap sadar… jangan buat gue mimpi buruk!”
“Haidar, Haidar! Gue mohon… tolong buka mata lo!”
“Nggak, nggak mungkin… jangan tidur, Haidar!”
“HAIDAR!”
Jaguar tersentak bangun. Napasnya terengah-engah, keringat dingin menetes di pelipis. Dadanya naik turun cepat, seolah mimpi barusan masih mencekiknya. Ia menatap gelap kamar dengan mata waspada, tapi rasa ngeri itu belum mau pergi.
“Gue mimpi itu lagi…”
Jaguar mengusap kasar wajahnya, bangkit dari tempat tidur dan duduk di tepi kasur. Tangannya mengambil obat di dalam laci meja kecil di dekatnya, setelah itu menelannya.
Menatap sebuah bingkai foto berukuran kecil di dekat ponselnya di atas meja, dua remaja laki-laki yang saling merangkul dengan seragam putih biru, tersenyum lebar ke kamera.
“Maafin gue, gue masih belum bisa berdamai sama diri sendiri.”
&&&
“Bagus ya kamu, pulang telat dengan penampilan seperti itu.”
Vino baru saja membuka sepatunya, menatap dari arah tangga seorang wanita gelamor menatap tajam padanya. Setelah dia meletakkan sepatu pada tempatnya, dia berjalan pelan ke tengah ruang utama.
“Maaf,” lirihnya, di rumah dia terlihat berbeda bukan?
“Jangan seenaknya kamu di rumah ini, ingat kamu ha…”
“Menumpang,” sela Vino masih tetap berdiri tak jauh dari Cecilia. Kedua tangannya saling menggenggam.
“Berani sekali kamu menyela ucapan istri saya.”
Vino menutup matanya sesaat saat suara lain muncul dari belakangnya, sudah di pastikan dirinya akan mendapat ceramah yang menjatuhkan mentalnya untuk yang kesekian kalinya.
“Maaf,” ucapnya lagi, dia bukan tak bisa melawan. Namun bagaimana pun juga, keduanya tetaplah orang tua yang harus dia hormati.
“Malam ini, tidak ada jatah makan untuk kamu sampai besok pagi!” bentak Daniel, ayah Vino yang perfeksionis.
Vino mengangguk sama, ini sudah bisa baginya. “Iya.”
“Masuk kamar kamu,” perintah Daniel.
Vino melewati Cecilia, hingga tiba di lantai dua. Dia tak langsung masuk ke dalam kamarnya, melainkan masuk ke dalam kamar dengan pintu pink. Membukanya dengan sangat pelan, takut jika membangunkan princess kecilnya.
“Kamu salah satu alasan kakak tetap tinggal di rumah ini,” bisiknya pelan.
&&&
“Umi, ayah belum pulang?” tanya Haikal diselah makan malamnya.
Seorang wanita dengan jilbab menutup sampai di perutnya menggeleng pelan.
“Belum, kata Ayah masih ada kajian besok malam.”
Haikal berhenti mengunyah, menatap Dina… amarah menyelimuti dadanya, namun dia tetap tenang dengan anggukan sebagai balasan atas jawaban Dania. Rasa benci itu kian membesar, apakah benar ayahnya memenuhi undangan kajian di luar sana?
“Umi, abang sudah selesai,” kata Haikal, mengambil gelas berisi air lalu meminumnya hingga habis.
Dania tersenyum, mengambil piring kosong putranya dan membawanya ke wastafel. “Luka kamu mau umi yang obatin, atau kamu sendiri?”
Haikal berdiri, menatap punggung Dania. “Abang aja, umi sebaiknya istirahat aja,” katanya. “Abang ke kamar, Umi.”
“Iya, jangan begadang lagi.”
“Siap.”
Haikal menutup pintu kamarnya, tidak lupa menguncinya. Di meja belajar dia hanya duduk termenung, pikirannya melayang pada ayahnya.
“Ya Allah, bolehkan gue benci sama ayah gue sendiri?”
“Sial.”
&&&
“Kenapa wajah kamu harus mirip dengan laki-laki brengsek itu!” teriak Rika, tatapannya penuh kebencian pada Keylo.
“Saya tidak pernah sudi mengakui kamu sebagai anak saya, jika saja kamu tidak menangis hari itu… maka kamu bisa ikut dengan laki-laki brengsek itu!”
Keylo hanya berdiri diam, di depannya seorang wanita yang terlah melahirkannya kembali mengamuk. Dia tak melakukan apa-apa, menunggu sampai emosi wanita itu sedikit meredam.
“Saya benci kamu!”
Keylo maju perlahan, dengan langkah pasti mendekati wanita itu yang berdiri tak jauh darinya. Rumah yang seharunya hangat, harunya menjadi tempat pulang ternyaman. Rumah itu tak pernah memberinya tempat untuk benar-benar pulang, setelah perceraian kedua orang tuanya.
“Keylo di sini, Keylo nggak akan ninggalin mama,” ucapnya, mendekap erat wanita yang hanya diam dalam dekapannya.
Keylo tak pernah marah atas perlakuan Rika, sebaliknya dia akan selalu mencoba mengerti atas setiap tindakan dan perlakuan Rika padanya. Bahkan jika Rika menolaknya sebagai anaknya, Keylo tetap diam dan hanya akan diam selama itu bisa membuat Rika bisa melampiaskan amarahnya.
&&&
“A-pa semua ini?”
Syla mengambil salah satu lembar foto yang di lemparkan Anhar di depannya, keningnya mengerut saat melihat dirinya ada di dalam foto itu bersama seorang siswa laki-laki.
“Lo masih ngelak?” tanya Anhar sinis, melipat kedua tangannya di dada.
Mereka berdua ada di gudang belakang seolah, gudang yang terlihat sama sekali bukan gudang karena ruangan ini bersih, banyak diisi kursi dan sofa usang yang masih layak pakai.
“Ini kak Refan,” kata Syla hampir seperti berbisik, matanya masih menatap foto itu. Otaknya berpikir keras, kapan dia berinteraksi dengan Refan di sekolahnya yang dulu?
Anhar memantulkan bola kasti ke dinding berulang kali, di depannya berdiri Syla. Mereka hanya berdua, lagi-lagi Anhar menyudutkan Syla dengan sebuah foto yang berhasil dia dapatkan dari orang kepercayaannya.
“Nggak usah sok mikir keras, lo emang mata-mata dari Refan,” ujarnya, saat tatapanya menangkap gelengan kecil dari Syla membuatnya tersenyum licik.
Dengan Gerakan tiba-tiba, ia mengayunkan tangannya kuat-kuat.
Wuuussh!
Bola kecil itu meleset deras, namun tidak mengenai Syla. Suara keras memantul di dinding tepat di belakang gadis itu, hingga gema dentumannya memenuhi ruangan kosong.
“Aaakkh!” Syla melindungi tubuh depannya dengan kedua tangannya.
Plokkk!
Syla terperanjat, tubuhnya refleks merapat ke tembok. Jantungnya berdegup tak karuan, seakan bunyi pantulan tadi memantul juga ke dalam dadanya. Ahnar hanya duduk di tempatnya, bahunya naik turun menahan emosi, sementara bola kasti itu menggelinding pelan ke lantai, seperti sisa kemarahan yang belum sepenuhnya padam.
“Gue benar-benar benci lo,” tekannya, tatapan tajam dan menusuk membuat Syla menunduk dalam.
Mengapa sangat sulit meyakinkan Anhar, dirinya hanya siswa biasa. Jika diingat kembali, foto itu sepertinya diambil saat semester du akelas satu. Tapi kenapa bisa dia dan Refan bisa bersama dalam foto itu?
“Jangan harap lo akan bebas di sekolah ini,” bisik Anhar. “Setiap harinya adalah mimpi buruk, Syla.”
KAYAK BIASA YA BESTIE😌
KOMENNYA JANGAN LUPA, LIKENYA JANGAN KETINGGALAN JUGA YA, KARENA SEMUA ITU ADALAH SEMANGAT AUTHOR 😁😉😚
JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK 👣 KALIAN DAN TERIMA KASIH BANYAK KARENA MASIH TETAP BETAH DI SINI😗😗🙂🙂
SEE YOU DI PART SELANJUTNYA👇👇👇
PAPPAYYYYY👋👋👋👋👋👋👋👋👋👋👋