Ayunda Nafsha Azia, seorang siswi badung dan merupakan ketua Geng Srikandi.
Ia harus rela melepas status lajang di usia 18 tahun dan terpaksa menikah dengan pria yang paling menyebalkan sedunia baginya, Arjuna Tsaqif. Guru fisika sekaligus wali kelasnya sendiri.
Benci dan cinta melebur jadi satu. Mencipta kisah cinta yang penuh warna.
Kehadiran Ayu di hidup Arjuna mampu membalut luka karena jalinan cinta yang telah lalu dan menyentuhkan bahagia.
Namun rumah tangga mereka tak lepas dari badai ujian. Hingga membuat Ayu dilema.
Tetap mempertahankan hubungan, atau merelakan Arjuna kembali pada mantan kekasihnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ayuwidia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 11 Sudah Menikah
Happy reading
"Jun, kita ngerayain kemenangan di mana nih?" Winata bertanya pada Arjuna sambil menyisir rambutnya yang hitam dan mematut diri di depan cermin.
Saat ini mereka masih berada di ruang ganti. Sementara Dimas, Conal, dan Dirgantara sudah meninggalkan ruangan sejak sepuluh menit yang lalu.
"Terserah. Nanti aku yang traktir." Arjuna menanggapi pertanyaan Winata sambil melipat Jersey basket dan celana pendek yang tadi dikenakan, lalu menyimpannya ke dalam tas ransel.
"Kita ajak anak-anak?"
"Yups."
"Siapa saja?"
"Anak-anak yang tadi ikut tanding dan --" Arjuna menggantung ucapannya, sehingga membuat Winata menatap penuh tanya.
"Dan siapa?"
"Ayu."
Winata menarik kedua sudut bibirnya ketika Arjuna menyebut nama 'Ayu'. Murid badung yang sedang menjadi perbincangan para penghuni sekolah, karena kemarin pagi tertangkap basah tiba di sekolah bersama Arjuna.
"Kenapa Ayu diajak?"
"Karena dia yang jadi penyebab, kita bisa tanding basket hari ini."
"Owh gitu." Winata manggut-manggut sambil mencebikkan bibir. Ia tidak sepenuhnya percaya dengan jawaban yang diberikan oleh Arjuna.
"Kalau aku bawa pasangan boleh 'kan?"
"Boleh."
"Dua istri sekaligus boleh?"
"Boleh banget. Asal jangan gelut."
"Tenang. Kedua istriku nggak bakal gelut. Mereka istri salehah dan selalu nurut sama suami."
"Aku heran, kenapa pria sepertimu bisa mempunyai dua istri."
"Kenapa mesti heran? Aku tampan dan banyak uang. Selain itu, aku juga bisa menjadi suami yang adil buat mereka."
"Ada niatan buat nambah istri lagi?"
"Nggak ada. Cukup Tika dan Aini saja."
"Kenapa? Bukannya kamu masih suka tebar pesona?"
"Meski aku suka tebar pesona, tapi aku nggak ada niat buat nambah istri lagi --"
"Wanita seperti Tika dan Aini sangat langka di dunia ini. Mereka nggak bisa tergantikan. Dan aku nggak mau kehilangan mereka berdua."
"Oya, kamu sendiri ... kenapa masih melajang, Jun?" Winata ganti bertanya.
"Aku sudah menikah."
"What? Seriusan? Kenapa nggak ngasih undangan?" Winata tampak excited. Ia tidak menyangka teman baiknya sudah menikah.
"Pernikahanku masih harus dirahasiakan."
"Kenapa?"
"Karena istriku masih sekolah."
"Owh, aku tau. Jangan-jangan istrimu itu --"
"Ehem. Nggak usah nebak-nebak."
"Pasti istrimu cewe yang kemarin kamu boncengin 'kan?"
Arjuna mengerutkan dahi. Ia pura-pura tidak memahami perkataan Winata.
"Siapa?" Bukannya menjawab, Arjuna malah ganti bertanya.
"Ayu. Ketua Geng Srikandi. Murid badung yang sering keluar masuk Ruang BK, karena hobi banget berkelahi. Bener 'kan?"
Arjuna menerbitkan senyum dan mengangguk samar.
"Sudah kuduga." Winata tertawa kecil dan merangkul pundak Arjuna.
"Aku penasaran, gimana ceritanya kamu bisa menikahi Ayu."
"Panjang ceritanya. Kalau aku ceritakan sekarang, waktunya kurang pas. Tempatnya juga kurang aman."
"Ogeh. Aku ngerti."
"Tolong jangan beri tau siapa-siapa, Ta. Kasihan Ayu."
"Iya. Aku bakal tutup mulut. Aku ngerti posisi Ayu. Sama seperti aku dulu, waktu nikah sama Tika. Dia guru, aku murid."
"Kisah kita hampir sama, cuma beda versi." Arjuna menimpali ucapan Winata.
"That's right --"
"Ngomong-ngomong kamu sudah belah du-ren belum, Jun?"
"Kamu tau sendiri, aku nggak suka buah du-ren."
"Ck, maksud aku bukan du-ren yang itu."
Arjuna menautkan kedua pangkal alisnya dan kembali berpura-pura tidak memahami perkataan Winata yang bermakna ambigu.
"Lantas?"
"Sela-put Marwah. Nafkah batin."
"Owh." Arjuna menyungging seutas senyum, lalu menggeleng kepala.
"Kamu sudah ngasih Ayu nafkah batin belum?"
"Belum. Lagian, Ayu belum siap."
"Coba kamu pancing dia. Siapa tau dia mau diajak menunaikan ibadah di malam Jum'at."
"Bukannya mau, yang ada dia malah ngajak gelut."
Perkataan Arjuna membuat Winata tergelak, hingga otot perutnya serasa kram.
"Sepertinya, kamu harus ekstra sabar menghadapi istrimu, Jun. Selain masih bocah, dia juga bar-bar." Winata kembali tergelak dan tak kuasa menahan tawa.
Namun sepersekian detik kemudian, terdengar suara seseorang memanggil diiringi ketukan pintu dan sukses membuat tawa Winata seketika mereda.
"Pak Juna, Pak Winata, kalian masih ada di dalam?"
Arjuna dan Winata sangat hapal suara itu. Terdengar dibuat-buat dan kemayu.
"Bu Diana --" ucap Winata sedikit berbisik.
"Iya. Sana dijawab."
"Ck, kamu saja."
"Kamu saja, Ta."
"Kamu --"
"Kamu. Titik, nggak pake koma --"
"Pak Juna, Pak Winata. Kalian masih ada di dalam? Please, tolong dijawab!" Suara Diana kembali terdengar dan memaksa Winata untuk segera menyahut.
"Masih," ujarnya dengan sedikit berteriak, agar terdengar oleh Diana.
"Owh, masih belum selesai ya ganti bajunya?"
"Iya, Bu."
"Kenapa lama sekali, Pak? Saya sudah tidak sabar untuk memberi selamat dan hadiah."
Arjuna dan Winata saling melempar pandang. Mereka bergidik ngeri kala membayangkan wajah Diana yang terhias make up tebal.
Bukannya cantik, Diana malah mirip topeng berjalan.
"Gimana, Jun?" Winata melirihkan suara.
"Suruh dia pergi. Bilang saja, kita masih rapat di sini. Jadi, masih lama keluarnya." Arjuna turut melirihkan suara, agar tak terdengar oleh Diana.
"Ogeh." Winata menyetujui perkataan Arjuna. Ia lantas sedikit berteriak dan meminta Diana untuk pergi.
Namun Diana enggan mengindahkan dan bersikeras untuk menunggu.
"Bu, mohon pergi dulu ya. Karena saya dan Pak Winata sedang rapat berdua. Ada hal penting yang masih harus kami bicarakan." Kali ini Arjuna yang berbicara. Ia terpaksa memperdengarkan suaranya, supaya Diana lekas pergi.
"Baik, Pak. Demi Pak Juna, saya akan pergi dan sabar menunggu di ruang guru." Diana mengindahkan perkataan Arjuna, lantas membawa ayunan kakinya menjauh dari tempat itu.
"Huft, akhirnya dia pergi, Jun." Winata menghembus napas lega, begitu juga Arjuna.
"Iya, Ta. Sepertinya, kita harus segera pergi dari sini."
"Bener. Tapi jangan mampir ke ruang guru."
"Pastinya."
Arjuna dan Winata bergegas meninggalkan ruang ganti. Mereka berjalan dengan langkah lebar melewati lorong kelas dan menghindari ruang guru, berharap tidak bertemu dengan Diana yang sudah menunggu.
Kali ini Arjuna bisa terlepas dari Diana. Namun entah besok pagi.
"Jun, kita jadi ngerayain kemenangan 'kan?"
"Jadi."
"Di mana?"
"Sunset Cafe."
"Berarti di Bukit Bintang."
"Yups."
"Kita kumpul dulu atau langsung ke sana?"
"Langsung ke sana nggak pa-pa."
"Fix, kita ajak pasangan?"
"Iya, biar rame."
"Sip. Tapi biar anak-anak nggak curiga sama kamu dan Ayu, kamu ajak juga sahabat Ayu."
"Nofiya, Ririn, Machan?"
"Betul."
"Baiklah. Nanti aku bilang ke Ayu."
"Tapi, kartu debit kamu aman 'kan buat traktir kita-kita?"
"Lebih dari aman. Pekerjaanku 'kan bukan cuma jadi guru."
"Iya, aku tau. Selain kerja sebagai seorang guru, kamu juga seorang konten kreator dan bekerja di D & D Design. Anak buah Bang Dariel, suaminya Mbak Dira."
"Yups."
"Tapi uangmu nggak lebih banyak dari aku."
"Aku iyain, karena kenyataannya memang begitu --"
"Kamu seorang CEO yang merangkap jadi guru dan arsitek," sambung Arjuna.
"Karena uangku lebih banyak, kali ini aku saja yang mentraktir kalian."
"Ck, nggak bisa. Biar aku saja."
"No debat! Aku yang mentraktir kalian. Titik, nggak pake koma."
Untuk kesekian kalinya Arjuna mengalah. Ia mengamini keinginan Winata--teman baiknya yang sangat dermawan dan gemar menghamburkan uang untuk sesuatu yang bertujuan positif.
"Nanti kita langsung ketemu di Sunset Cafe jam tujuh malam," ujar Winata sambil menghidupkan mesin Ninja H2 yang ditunggangi.
"Siap." Sama seperti Winata, Arjuna pun turut menghidupkan mesin Ninja 250-nya.
"Ya sudah, ayo kita pulang. Keburu Mak Lampir datang."
Arjuna mengindahkan ucapan Winata. Mereka segera melajukan kuda besi masing-masing, meninggalkan area parkir SMA Jaya Bangsa dan melewati gerbang sekolah.
Rupanya, Ayu sudah menunggu di Jalan Teratai. Ia duduk seorang diri di bangku kayu dan di bawah naungan pohon beringin.
Arjuna dan Ayu tidak menyadari jika ada sepasang mata yang tengah mengintai mereka berdua sambil bersembunyi di balik truk pengangkut sampah, demi membuktikan kecurigaannya.
Entah siapa dia ....
🍁🍁🍁
Bersambung
Apa dia masih sempat bobok siang dgn tugas sebanyak itu.
Mas Win juga CEO..ya kali cuma suamimu aja
Dia tetap Deng Weiku.
Di tik tok aku udah banyak saingan. masa di sini juga
Ayu udah gak perawan.
Dan dia perawani oleh gurunya sendiri...😁😁