NovelToon NovelToon
Buku Nabi

Buku Nabi

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Iblis / Epik Petualangan / Perperangan / Persahabatan
Popularitas:722
Nilai: 5
Nama Author: Equinox_

Sebagai pembaca novel akut, Aksa tahu semua tentang alur cerita, kecuali alur ceritanya sendiri. Hidupnya yang biasa hancur saat sebuah buku ungu usang yang ia beli mengungkap rahasia paling berbahaya di dunia (para dewa yang dipuja semua orang adalah palsu).

Pengetahuan itu datang dengan harga darah. Sebuah pembantaian mengerikan menjadi peringatan pertama, dan kini Aksa diburu tanpa henti oleh organisasi rahasia yang menginginkan buku,atau nyawanya. Ia terpaksa masuk ke dalam konspirasi yang jauh lebih besar dari cerita mana pun yang pernah ia baca.

Terjebak dalam plot yang tidak ia pilih, Aksa harus menggunakan wawasannya sebagai pembaca untuk bertahan hidup. Ketika dunia yang ia kenal ternyata fiksi, siapa yang bisa ia percaya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Equinox_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dunia Yang Kejam

Di Distrik 3, tempat para kaum menengah menetap, dengan fasilitas yang membuat penduduknya nyaman—mulai dari jalan yang mulus, tanah yang bersih, taman-taman indah, dan tentu saja, pakaian yang dikenakan penduduknya sangat modis.

Aksa sedang berlari panik dari Distrik 4 untuk mencari dokter di tempat kesehatan umum. Pakaiannya yang compang-camping dengan motif piyama tidur menjadi pusat perhatian di sekitarnya.

Orang-orang berbisik melihatnya dengan sinis, tapi ia tak peduli sama sekali dengan reaksi orang sekitar.

Ia teringat ketika keluarganya mulai ditinggalkan, saat ayahnya pergi tanpa salam perpisahan sama sekali, yang membuatnya sangat membenci ayahnya sehingga membuat keluarganya kesusahan dalam bertahan hidup mencari uang.

Dalam kesengsaraan itu, ibunya berusaha mencari pekerjaan apa pun untuk menghidupi anak-anaknya. Di tengah kesengsaraan, seorang tetua Kuil Klinx berempati dan menolong keluarganya.

Napasnya terengah-engah dengan kaki yang berlari seperti dikejar oleh monster menakutkan.

'Tidak, aku tidak akan kehilangan keluargaku lagi,' pikirnya.

Setelah beberapa saat berlari dari rumahnya, ia sekarang sudah berada di klinik.

“Tolong! Dokter! Siapa pun itu!” tutur katanya seolah orang yang sangat putus asa.

Seorang perempuan yang mengenakan pakaian perawat melihatnya dengan sinis.

“Maaf, Tuan, tapi Anda dilarang untuk berteriak di sini,” ucapnya.

“Itu tidak penting! Di mana dokter?! Ada seseorang yang tak sadarkan diri!”

Walaupun dengan enggan, perawat itu memanggil dokter ke belakang.

Hingga seorang pria berusia sekitar tiga puluhan dengan kacamata keluar.

“Ada apa, Nak?” ucapnya dengan nada lembut dan senyum tipis terpajang di wajahnya.

“Apa Anda dokter?” nada lirih keluar dari mulut Aksa. Ia memegang kedua pundak pria itu. “Tolong ibuku, Dok. Dia tak sadarkan diri. Saat kuperiksa, napasnya lemah, tubuhnya panas sekali. Tolong ibuku, Dok,” harapnya dengan nada terbata-bata.

Pria itu mulai mengambil jubah dokter berwarna putih polos dan segera mengajak Aksa ke rumahnya. ”Baiklah, Nak, cepat antarkan di mana rumahmu.”

Mereka menggunakan fasilitas kereta kuda khusus untuk klinik kesehatan, yang di atasnya terdapat artefak yang membunyikan sirene serta lampu berwarna merah, hingga mereka bisa dengan cepat sampai tujuan.

.

.

Hannah, yang di rumah sedang mengompres ibunya dengan kain berwarna putih, terlihat wajahnya masih bercucuran air mata, walau tidak sederas sebelumnya.

“Ibu, kapan kau bangun?”

Setelah ia membilas air bekas keringat ibunya, air di dalam bilasan itu berubah menjadi hitam pekat, seperti tinta yang sangat kental disertai dengan bau yang tak sedap. Akan tetapi, kain untuk mengompres ibunya tetap berwarna putih.

Hal ini membuat Hannah bingung. Walaupun dia seorang anak kecil, ia masih bisa menggunakan akalnya untuk memahami situasi tertentu.

Selang beberapa saat, Aksa membawa seorang dokter dan perawat untuk memeriksa kondisi ibunya.

Dokter itu mengeluarkan alat kesehatan khusus berwarna kuning dengan selang panjang dan mengoneksikannya dengan sebuah artefak yang bisa memberikan diagnosa di layar biru.

Di layar biru itu, keluar beberapa diagnosa:

-Demam Tinggi (Tingkat Bahaya: Sedang)

-Detak Jantung Lemah (Tingkat Bahaya: Sedang)

-Dehidrasi (Tingkat Bahaya: Rendah)

-Jiwa Tidak Terdeteksi (Tingkat Bahaya: SANGAT TINGGI)

#PERINGATAN! #PERINGATAN! #DIMOHON UNTUK MEMBAWA PASIEN KE TABUNG AIR!

'Ini... mungkin hanya penyakit biasa,' pikir dokter itu sebelum ia melihat keterangan baris ketiga.

Saat matanya menatap pada baris keempat, wajahnya yang penuh senyuman sedari awal bertemu Aksa kini berubah menjadi pucat pasi. Ia tanpa sadar mundur selangkah, tangannya gemetar hampir menjatuhkan artefak diagnosa itu.

“Nak! Dengar! Aku akan membawa ibumu ke Rumah Sakit Kekaisaran dan tidak akan membawanya kembali ke klinik. Ini sesuatu yang sangat gawat!” ucap dokter itu sambil perlahan mengangkat ibu Aksa ke pundaknya.

Hannah yang melihat itu tangisnya makin menjadi, sedangkan Aksa hanya terduduk lemas tak berdaya. Tenaganya sudah habis, seakan-akan semua masalah aneh sebelumnya tak ada apa-apanya dengan masalah yang sekarang.

Aksa dan Hannah ikut dengan dokter dan perawat yang membawa ibunya menuju ke Rumah Sakit Kekaisaran.

Di Rumah Sakit Kekaisaran, tempat di mana hanya orang kelas atas yang berobat, Hannah dan Aksa yang mengenakan pakaian biasa dan compang-camping duduk di sebelah ruangan tempat ibunya dirawat.

Ibunya dirawat dalam sebuah tabung besar berisi cairan air dengan artefak canggih sebagai pengawas kondisi kesehatannya.

Dokter itu keluar dari ruangan perawatan.

“Dok, bagaimana dengan kondisi ibu saya?” ucap Aksa.

“Nak, ibumu terdiagnosis penyakit tidak diketahui. Untuk saat ini, saya sedang melakukan usaha yang terbaik untuk menemukan penyakit apa yang dialami oleh ibumu.”

“Tapi, Dok, bagaimana dengan biaya perawatan ibu saya?”

“Kau bisa bicarakan di bagian resepsionis. Ceritakan seluruh kejadian ini dengan detail, dan biasanya jika ada suatu yang tak terduga, mereka akan memberi keringanan.”

Aksa mengangguk dan berterima kasih kepada dokter itu. Ia menitipkan pesan kepada Hannah agar tidak ke mana-mana selagi ia pergi ke resepsionis.

Setelah ia sampai di resepsionis, antrean panjang menyambutnya. Aksa mulai mengantre dari paling belakang.

Ia menghitung, sekitar ada tiga resepsionis yang masing-masing antreannya sekitar dua puluhan orang. Ia menunggu dengan sabar sembari memikirkan apa yang akan terjadi ke depannya.

Saat gilirannya tiba, ia menceritakan kondisi ibunya terkait penyakit aneh yang tidak diketahui.

Resepsionis itu mulai membaca dokumen dan menghitung biaya perawatan ibunya.

“Hmm... mungkin untuk biaya pengobatannya sekitar 1 koin emas per bulan, Nak, dengan uang muka dibayar sekarang 10 koin perak. Dan itu sudah diberi keringanan khusus, di mana menurut aturan kekaisaran, bagi warganya yang menderita penyakit tidak diketahui, 90 persen biaya perawatan akan dibayar oleh kekaisaran dan sisanya oleh wakil dari pasien.”

'Apa? 1 koin emas kau bilang? Itu sama dengan satu tahun penghasilan ibuku, sialan!' pikirnya dengan mata yang melayang, tak tahu bagaimana cara membayarnya.

“Apakah bisa memberi keringanan lebih? Sejujurnya, kami dari Distrik 4. Satu koin emas menurut kami itu agak sedikit...”

“Heh, ternyata dari Distrik 4, toh? Kau tahu bahwa kau tak punya banyak koin, akan tetapi kau berada di sini?” selanya sebelum Aksa menyelesaikan perkataannya.

Hatinya bergejolak. Ia dihina di saat berada di titik terendah dalam hidupnya. Ia benar-benar mengepalkan tangannya, ingin memukul resepsionis itu.

Resepsionis itu melambaikan tangannya, mengusir Aksa untuk menyuruhnya pergi demi antrean selanjutnya.

“Tolong beri waktu saja. Saya akan membayar sesuai, tetapi beri waktu sedikit lebih lama,” ucapnya lemas, sembari memohon dengan menghilangkan semua harga dirinya untuk ibunya yang tak sadarkan diri di tabung air.

Saat ia bersikeras untuk meminta keringanan, semua orang yang mengantre memperhatikannya, tentu dengan wajah dan tatapan tak senang. “Hei, Nak! Jika kau tak mampu, bawa saja ibumu pergi ke Distrik 7!” ujar seseorang yang tepat di belakangnya.

Menyinggung Distrik 7 berarti itu adalah hinaan yang sangat serius di kalangan masyarakat karena di distrik itu benar-benar wilayah tanpa hukum dan banyak orang hidup melarat serta kelaparan. Jika bukan karena sang tetua dan ibunya yang bekerja keras mencari sumber kehidupan, mungkin Aksa dan Hannah sudah berada di distrik itu.

Aksa benar-benar sudah merasa frustrasi dengan kejadian ini. Ia sungguh sudah tak kuat, ingin memukul semua orang yang menyebalkan. Tangannya spontan meraih kerah pria yang menghina dirinya, dan ia mengumpulkan seluruh tenaga dan kekesalannya dalam tinju ini. Ia benar-benar sudah tidak peduli dengan semua konsekuensi ke depannya.

Ironisnya, bukan tinjunya yang melayang ke wajah pria itu, melainkan wajah Aksa sendirilah yang tertinju oleh seorang petugas keamanan yang langsung sigap melindungi pria menyebalkan itu.

“Cukup, Nak. Tempatmu bukan di sini, pergi saja. Memang dunia kejam bagi orang yang tak punya uang,” tegas petugas keamanan itu dengan nada yang sopan.

“Kau, brengsek, tahu apa?!” Nada tinggi Aksa menggelegar ke seluruh penjuru ruangan hingga ia benar-benar menjadi pusat perhatian.

Di tengah intensitas tinggi tersebut, seorang wanita berambut pirang dan bermata biru menepuk pundak Aksa dari belakang. ”Cukup, Aksa.”

Aksa yang tak terima dirinya ditepuk dari belakang, menoleh dan ingin melampiaskan amarahnya seperti orang mabuk.

Akan tetapi, matanya berkedut melihat seorang wanita yang ia kenali sedari lama di akademi. “Auriel?!”

1
Osmond Silalahi
mantap ini kelasnya
Osmond Silalahi
author, "misteri 112" mampir ya
indah 110
Nggak sia-sia baca ini. 💪
Taufik: Terimakasih atas feedbacknya
terus tunggu update selanjutnya ^^
total 1 replies
Phedra
Masa sih, update aja nggak susah 😒
Taufik: hehehe tunggu kelanjutannya ya ^^
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!