NovelToon NovelToon
Si PHYSICAL TOUCH

Si PHYSICAL TOUCH

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Beda Usia / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Harem
Popularitas:983
Nilai: 5
Nama Author: gadisin

Edam Bhalendra mempunyai misi— menaklukkan pacar kecil yang di paksa menjadi pacarnya.

"Saya juga ingin menyentuh, Merzi." Katanya kala nona kecil yang menjadi kekasihnya terus menciumi lehernya.

"Ebha tahu jika Merzi tidak suka di sentuh." - Marjeta Ziti Oldrich si punya love language, yaitu : PHYSICAL TOUCH.

Dan itulah misi Ebha, sapaan semua orang padanya.

Misi menggenggam, mengelus, mencium, dan apapun itu yang berhubungan dengan keinginan menyentuh Merzi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon gadisin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Mengejutkan

BYUUR!

Percikan air kolam renang itu mengenai pakaian dan wajah lelaki bongsor yang berdiri tak jauh dari pinggiran kolam, tempat makhluk tuhan berparas cantik baru saja melompat kedalam.

Sebuah kepala keluar dari dalam kolam.

"Ops! Sorry, Ebha."

Permintaan maaf itu bagai ejekan. Ebha mengusap bekas air yang membahasi wajahnya, memandang Merzi tanpa ekspresi.

"Tidak masalah, Nona."

Sore-sore, Merzi memilih berenang di kolam renang dilantai dasar. Kolam renang itu didesain semi outdoor. Masih terletak didalam rumah bagian samping, tapi dibuat terbuka.

Merzi kembali masuk ke dalam air. Ada dua bagian kedalaman kolam ini. Dua meter dan lima meter. Dan Merzi memilih yang dua meter saja. Alasannya karena dia belum berani berenang dalam kedalaman lima meter.

Kepala Merzi menyembul keluar lagi.

"Ebha tidak ingin berenang?"

"Tidak, Nona."

"Kenapa?"

"Sedang tidak ingin."

Merzi berjalan ke tepi. Tangannya terlipat diatas lantai pinggir kolam. Mendongak melihat Ebha.

"Kalau Merzi minta Ebha jadi ingin, kan?"

"Tidak, Nona."

"Ck, kenapa tidak? Padahal Merzi ingin ditemani berenang disana." Tunjuknya pada area kolam lima meter.

"Nona bisa meminta pada tuan Oldrich untuk memanggil pelatih renang lagi yang bisa membantu anda."

Telunjuk Merzi mengetuk dagunya. "Bisa sih. Pelatih seorang laki-laki? Bagaimana menurut Ebha?" Katanya tanpa menunggu reaksi dan jawaban Ebha karena tangannya segera terulur keatas. "Tolong, Ebha. Merzi ingin naik."

SET!

"Aduh! Lantainya licin! Maaf, Ebha."

Baju Ebha semakin basah kini. Lelaki itu tahu bahwa Merzi hanya pura-pura tergelincir dan berakhir memeluk tubuhnya. Modus alias modal dusta. Apalagi Merzi tak segera menjauh malah menikmati memeluknya.

"Jangan nakal, Marjeta. Mengulang ciuman kita dibawah air pasti seru dan menantang." Desis Ebha disamping telinga Merzi. Mati-matian dia tidak mengangkat tangan untuk tidak meremas bokong berisi gadis ini.

Jemari Merzi bermain dibelakang punggung lelaki itu.

"Siapa takut?"

Detik itu juga Ebha mengangkat bokong Merzi, berjalan tiga langkah lebar lalu….

BYUUR!

Untuk kedua kalinya Merzi tercebur kedalam kolam. Kepalanya dirundung panik karena Ebha mendorongnya kedalam kolam lima meter. Seketika otaknya lupa bagaimana cara berenang.

Sedangkan Ebha menyeringai pelan. Melepas sepatunya dan ikut masuk kedalam air. Dia segera meraih pinggang Merzi.

Bukan untuk membawa gadis itu menuju ke permukaan, melainkan masuk lebih dalam kedalam air. Untuk kesekian kalinya Ebha menyatukan bibir mereka.

Mata Merzi terbelalak. Ebha gila!

Air kolam yang tadi masuk kedalam mulutnya kini ditahan oleh Ebha. Oleh ciuman lelaki itu.

Tak sampai semenit mereka berciuman. Ebha masih waras untuk segera membawa Merzi keatas.

"Uhuk! Uhuk!"

Merzi segera terbatuk. Wajahnya merah, memuntahkan sisa air. Disampingnya Ebha menahan tubuhnya.

Satu hal yang menjadi peringatan untuk Merzi sekarang. Ebha selalu melakukan apa yang dibilangnya.

"Gila! Ebha pikir Merzi putri duyung yang bisa ciuman didalam air?!" Ujar gadis itu marah, kesal, gemas, ingin menenggelamkan Ebha juga rasanya!

Lelaki itu terkekeh. Seorang pekerja yang bertugas dikolam renang mendekat. Pria paruh baya bernama Pak Noel.

"Ya Tuhan, Nona Merzi?! Apakah anda tenggelam?! Ebha, apakah nona Merzi baik-baik saja? Saya mendengar nona berteriak tadi. Maaf atas keteledoran saya yang membiarkan lantai licin, Nona." Pak Noel berucap dengan satu tarikan napas. Biar tua beliau masih sangat energik.

Ebha dan Merzi menoleh pada pak Noel.

"Nona Merzi tidak kenapa-kenapa, Pak."

"Benarkah? Kau sudah memeriksanya, Ebha? Tidak perlu dokter?" Pak Noel masih diliputi khawatir.

"Tidak, Paman. Ebha bersama Merzi. Semua aman." Jelaskan Merzi.

Pak Noel masih keukeh dengan raut khawatirnya. "Tapi wajah nona memerah seperti kehabisan napas?"

Ebha dan Merzi diam. Hingga Ebha lah yang angkat suara.

"Itu biasa, Pak."

"Biasa bagaimana? Saya akan menyuruh Barid menelepon dokter."

"Tidak perlu, Paman." Merzi berusaha mengembalikan warna wajahnya.

Repot juga sebegitu dikhawatirkan oleh semua orang.

"Nona yakin?"

Merzi mengangguk mengiyakan. "Merzi tidak apa-apa."

Barulah pak Noel bernapas lega. "Baiklah, Nona. Katakan jika anda membutuhkan sesuatu."

"Terima kasih, Paman."

Tinggallah Ebha dan Merzi berdua. Mereka naik keatas melalui tangga. Ebha segera mengambil handuk kimono untuk Merzi.

"Jangan marah. Saya hanya iseng."

"Isengmu hampir merenggut nyawaku."

"Itu tidak mungkin. Maafkan saya."

"Tidak dimaafkan sampai Ebha memanggil Merzi 'sayang'."

Lidah Ebha seketika kelu. Melihat Merzi yang melenggak menjauh dan masuk kedalam meninggalkan dirinya.

"Sa—sayang?"

Sayang seribu sayang kata 'sayang' itu hanya mampu terucap pelan. Seperti bisikan malam.

...****************...

Hari sibuk kembali mereka hadapi. Senin. Menandakan akhir pekan berakhir.

Ada Merzi yang sudah siap dengan seragam dan tas punggung, kini berjalan menuju halaman rumah. Mobil sudah dipanaskan oleh paman Lym.

"Selamat pagi, Nona Merzi." Sapa paman Lym hangat.

"Pagi, Nona." Juga ada Ebha yang berdiri disampingnya lelaki jelang lima puluh tahun itu.

"Selamat pagi, Paman Lym, Ebha."

Setelah Merzi menjawab, Ebha seperti biasa membukakan pintu penumpang belakang sedangkan paman Lym akan segera masuk dibalik kursi pengemudi. Tapi kerja keduanya terjeda akibat ucapan Merzi setelahnya.

"Paman Lym, bisakah Merzi diantar dan ditunggu Ebha seperti biasa disekolah? Jadi paman tidak perlu repot mengantar dan menjemput Merzi."

Ebha mengernyit heran. Setelah acara ciuman sore itu, mereka tak lagi bersapa hingga pagi ini.

Jika Ebha saja heran, apalagi paman Lym.

"Maaf, Nona, tapi tuan Oldrich yang kini menyuruh saya untuk mengantar dan menjemput nona."

"Iya, itu karena dulu Merzi yang meminta."

"Tidak, Nona. Tuan Oldrich memerintahkan untuk selalu mengantar dan menjemput nona. Tuan Oldrich mengatakan untuk tidak membiarkan Anda dan Ebha berduaan didalam mobil."

"Uhuk!" Ebha tersedak ludahnya sendiri. Tak menyangka tuannya langsung memberi larangan tak bersurat padanya.

Merzi meringis mendengar penuturan begitu jelas dari paman Lym.

"Oh, seperti itu. Baiklah, Paman. Ayo."

Tak berapa lama Merzi tiba di sekolahnya. Ebha turun segera dan membuka pintu kembali untuk Merzi. Paman Lym berlalu setelah mengklakson mobil.

Kedua berjalan seperti biasa. Merzi didepan dan Ebha dibelakangnya. Tapi kali ini langkah mereka pelan. Dan jarak Ebha sedikit menyusut karena harus mendengarkan Merzi.

"Ini salah Ebha yang sembarang mencium Merzi." Bisik gadis itu. Harus berkata pelan agar tak ada gosipan miring tentangnya.

"Maaf, Nona. Lain kali anda bisa menampar saya karena saya juga bingung."

"Bingung kenapa? Ebha seperti masih muda saja."

"Bingung kenapa saya akhir-akhir sulit mengontrol diri. Dan saya harus merasa masih muda karena memiliki kekasih berjarak sebelas tahun."

Tawa Merzi meledak mendengar kejujuran Ebha.

"Pesona gadis muda memang susah ditolak." Ucapnya angkuh sambil menghempas rambut kuncir kudanya pada Ebha.

Ebha membalas dengan kekehan dan gelengan kecil.

"Belajarlah dengan baik, Gadis Muda. Sampai jumpa."

Mereka berpisah setelah Merzi diantar dengan aman dan selamat.

Memasuki kelasnya ada Lulu yang langsung berseru heboh.

"Merzi! Hai, Sayang. Kemari-kemari. Kami baru membicarakanmu."

Hah— apa-apaan maksud Lulu ini?!

Sungguh terbuka sekali temannya ini. Mereka yang mendengar hampir semua tergelak mendengar ujaran itu.

"Baru kali ini aku mendengar perempuan menusuk teman dari depan." Celutuk seorang siswa dari depan.

Lulu mengipas rambutnya yang terurai. "Lulu gitu loh!"

Merzi menggeleng dan berjalan mendekati segerombolan siswi-siswi yang sedang bergosip itu. Kata Lulu tadi sedang membicarakannya?

"Topik apa yang kalian bahas tentangku?"

"Bukan tentangmu saja tapi kau dan Wilson." Jawab Sonya menunjukkan ponselnya pada Merzi

Kening Merzi berkerut. "Aku dan Wilson? Kenapa?"

"Lihatlah ini."

Sebuah video diputar. Walau samar tapi itu cukup jelas memperlihatkan dirinya yang sedang berciuman dengan Wilson. Sorakan temannya seperti penyemangat untuk Merzi sedangkan dia tampak gelisah dan meronta.

Merzi menggeleng dan melihat satu persatu teman-temannya.

"Itu aku?" Tunjuknya pada dirinya sendiri.

"Siapa lagi yang dekat dengan Wilson jika bukan kau, Merzi Sayang?" Ucap Lulu memberi tahu. "Tontonlah lagi. Ini belum selesai."

Hingga detik berikutnya Merzi menutup mulutnya. Terkejut melihat Wilson yang dipukul oleh seorang laki-laki. Ebha. Tak sulit mengenali postur tubuh bodyguardnya itu.

"Ebha."

"Ya. Pengawalmu sangat marah dan memukul kuat Wilson." Sonya yang menjawab. Dia menghentikan video dan menutup kembali ponselnya.

"Wilson ijin tak masuk kelas hari ini. Alasannya sih karena sakit, tapi aku tahu jika dia menghindari kau." Terang Sonya lagi.

Ini adalah Senin yang mengejutkan.

1
_senpai_kim
Gemes banget, deh!
Diana
Aduh, kelar baca cerita ini berasa kaya kelar perang. Keren banget! 👏🏼
ASH
Saya merasa seperti telah menjalani petualangan sendiri.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!