Juan memutuskan membeli rahim seorang wanita karena istrinya belum juga hamil. Tapi pada saat wanita itu hamil, ternyata Allah berkata lain dengan membuat istri Juan hamil juga.
Setelah mengetahui istrinya hamil, Juan pun lupa kepada benih yang saat ini sedang tumbuh di dalam perut Kamila. Dia mengacuhkan Kamila dan benih itu membuat Kamila marah dan berniat balas dendam kepada Juan dengan menukarkan anaknya dengan anak Raina pada saat dilahirkan nanti.
Akankah Juan dan Raina tahu, jika anak yang selama ini mereka besarkan bukan anak kandung mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon poppy susan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 11 PPYD
"Kedai ini tutup jam berapa?" tanya Edgar.
"Sampai jam 17.00 sore, Tuan Muda," sahut Pengawal.
"Ok, sekarang kita pulang nanti jam 17.00 kamu antarkan aku lagi ke sini," ucap Edgar.
"Baik, Tuan Muda."
Alesha harus bekerja dengan tangan yang terasa perih, hingga jam istirahat pun dia duduk sendirian di dapur dan berusaha mengobati tangannya sendiri. "Ya, Allah Ale, tangan kamu kenapa?" tanya Mira kaget.
Alesha hanya tersenyum dan semua karyawan tahu jika luka yang diderita Alesha tidak lain dan tidak bukan akibat ulah ibunya sendiri. "Sini, kakak bantu obatin," ucap Mira sembari mengambil betadine dari tangan Alesha.
"Kakak itu sebenarnya bingung, kenapa Bu Kamila selalu saja menyiksa dan memarahimu? padahal kamu 'kan anaknya sendiri," heran Mira.
"Tidak apa-apa Kak, ini memang salah aku," sahut Alesha dengan senyumannya.
"Kamu terlalu baik Alesha, kakak sudah lama bekerja di sini bahkan kakak juga sering lihat kamu dimarahi tanpa sebab. Padahal kamu adalah anak yang rajin, kalau kakak jadi kamu mungkin kakak sudah kabur dari rumah saking gak kuatnya," ucap Mira dengan nada yang menggebu-gebu.
"Kalau aku kabur, mau kabur ke mana Kak? yang aku punya hanya Mama dan Dandi, apalagi aku masih status pelajar mana ada yang mau menerima aku kerja," lirih Alesha.
Mira tersenyum getir, dari sorot mata Alesha terlihat jelas jika dia sangat menderita dan sakit menjalani hidup seperti itu. "Kalau begitu kamu harus sabar, kakak tidak bisa bantu kamu. Seandainya saja kalau kakak kaya, mungkin kakak akan angkat kamu jadi adik kakak," ucap Mira.
"Kalau kakak kaya, mana ada kerja di sini bahkan mungkin kita tidak akan saling kenal," sahut Alesha.
"Iya, juga ya."
Akhirnya keduanya tertawa bersama. Kamila sudah pulang karena harus menjemput Dandi ke sekolah dan biasanya dia akan langsung pulang dan tidak kembali lagi ke kedai. Waktu pun berjalan dengan sangat cepat, sudah jam 17.00 sore dan waktunya kedai tutup.
"Ale, kita duluan ya," ucap Mira dengan yang lainnya.
"Iya, Kak."
Alesha pun segera mengunci kedai, dia tidak tahu jika dari kejauhan Edgar memperhatikan dirinya. Edgar sudah berada di sana dari sebelum jam 17.00 karena dia ingin melihat Alesha. Setelah kedai terkunci rapat, Alesha pun berjalan kaki menyusuri trotoar.
Dia bisa saja naik gojeg atau pun angkot tapi karena melihat cuaca sore itu cerah membuat dia ingin jalan-jalan terlebih dahulu. Dia tahu jika dia tidak pulang cepat, pasti Kamila akan memarahinya. Tapi kali ini dia tidak peduli, sekali-kali dia ingin bebas dan jalan-jalan sebentar.
"Kenapa dia jalan kaki?" batin Edgar.
Edgar ingin sekali memanggil Alesha dan memberikan tumpangan kepadanya tapi Edgar yakin jika Alesha akan menolaknya. Maka dari itu, dia memilih mengikuti Alesha dan menyuruh pengawalnya untuk memelankan laju mobilnya. Alesha tersenyum di sela-sela kegiatannya jalan kaki, hingga dia pun melihat kursi di pinggir jalan dan dia mencoba untuk duduk sebentar di sana.
Dia menatap datar ke depan, terlihat segerombolan anak remaja seusia dia sedang bermain dengan teman dan bahkan ada yang dengan pacarnya. Alesha tersenyum miris, melihat remaja-remaja itu.
"Kapan aku bisa seperti mereka?" batin Alesha.
Alesha juga tidak sengaja melihat anak kecil yang sedang digandeng oleh Ibunya. Anak itu diperlakukan dengan sangat manja oleh ibunya bahkan mau beli apa pun ia penuhi demi membuat anaknya bahagia. Tanpa terasa, air mata Alesha menetes dengan sendirinya dan dengan cepat dia menghapusnya.
"Kapan Mama bisa memperlakukan aku dengan baik? Ya, Allah lembutkanlah hati Mamaku dan berilah dia hidayah supaya bisa menyayangi aku. Aku ingin sekali merasakan dipeluk dan dicium oleh Mama," batin Alesha.
Lagi-lagi air matanya menetes. Sementara itu di dalam mobil, Edgar terus memperhatikan Alesha. Hatinya sedikit terenyuh melihat Alesha, ternyata gadis yang selama ini tampak ceria di sekolah menyimpan rasa sakit yang dia pendam.
"Sebenarnya ada apa dengan Alesha? kenapa ibunya sejahat itu? tidak ada orang tua mana pun yang tega seperti itu kecuali dia mempunyai sesuatu yang mengharuskan dia melakukan semuanya kepada Alesha," batin Edgar.
Hari sudah mulai gelap, dia pun memutuskan untuk memesan gojeg karena Mamanya sudah mengirim pesan untuk segera pulang. Tidak membutuhkan waktu lama, gojeg pun datang dan Alesha segera naik ke atas motor itu. "Ikutin terus dia," ucap Edgar.
"Baik, Tuan Muda."
Tidak membutuhkan waktu lama, Alesha pun sampai di rumahnya. Terlihat Kamila sudah berdiri di depan teras dengan berkacak pinggang dan memperlihatkan wajah emosinya. Alesha sudah siap jika Mamanya memarahinya.
"Bagus, jam segini baru pulang. Dari mana saja kamu?" bentak Mama Kamila.
"Maaf Ma, tadi Alesha jalan-jalan dulu sebentar," sahut Alesha menunduk.
"Apa, jalan-jalan? enak sekali kamu, kamu sudah lupa ya, kewajiban kamu di rumah ini?" bentak Mama Kamila.
"Alesha cuma jalan-jalan sebentar Ma," sahut Alesha.
Kamila yang tersulut emosi, langsung menjewer telinga Alesha membuat Alesha meringis kesakitan. "Ampun, Ma," mohon Alesha.
"Mama akan menghukum kamu karena sudah berani pulang telat, ayo masuk!" bentak Mama Kamila sembari menyeret Alesha.
Edgar yang melihat itu mengepalkan kedua tangannya, dia ikut emosi melihat kelakuan wanita yang dianggap Mamanya Alesha itu. "Kenapa dia selalu menyiksa Alesha?" batin Edgar dengan sangat penasaran.
"Pak, kamu harus cari tahu semua tentang keluarga Alesha nanti serahkan kepadaku," ucap Edgar.
"Baik, Tuan Muda."
"Jalan, kita langsung pulang saja," ucap Edgar.
Sesampainya di rumah, Edgar langsung masuk ke dalam kamarnya. Dia duduk di kursi yang menghadap balkon. Pikirannya tertuju kepada Alesha. "Kenapa Alesha diperlakukan seperti itu? kasar sekali," gumam Edgar merasa sangat aneh.
Edgar mencurigai ada yang janggal, karena Alesha selalu diperlakukan seperti anak tiri padahal wanita itu ibunya sendiri. Edgar merasa semakin penasaran dengan kehidupan Alesha. Entah sejak kapan Edgar merasa penasaran kepada seorang gadis, padahal selama ini dia tidak pernah peduli dengan kehidupan orang lain.
Sementara itu, Alesha terduduk di dapur dengan tangan dan kaki penuh dengan memar keunguan. Kamila benar-benar sudah menyiksa Alesha karena sudah pulang terlambat. Alesha menangis tanpa suara, dan percayalah menangis seperti itu sangatlah menyakitkan.
"Apa yang harus aku lakukan? kenapa Mama begitu sangat membenci aku? apa sebenarnya aku ini bukan anak kandungnya?" batin Alesha dengan deraian air matanya.
Sejak kecil Alesha tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari Kamila, bahkan apa pun yang dia lakukan selalu salah di mata Kamila.