NovelToon NovelToon
Sayap-Sayap Bisu

Sayap-Sayap Bisu

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Chira Amaive

Novel romantis yang bercerita tentang seorang mahasiswi bernama Fly. Suatu hari ia diminta oleh dosennya untuk membawakan beberapa lembar kertas berisi data perkuliahan. Fly membawa lembaran itu dari lantai atas. Namun, tiba-tiba angin kencang menerpa dan membuat kerudung Fly tersingkap sehingga membuatnya reflek melepaskan kertas-kertas itu untuk menghalangi angin yang mengganggu kerudungnya. Alhasil, beberapa kertas terbang dan terjatuh ke tanah.

Fly segera turun dan dengan panik mencari lembaran kertas. Tiba-tiba seorang mahasiswa yang termasuk terkenal di kampus lantaran wibawa ditambah kakaknya yang seorang artis muncul dan menyodorkan lembaran kertas pada Fly. Namanya Gentala.

Dari sanalah kisah ini bermulai.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chira Amaive, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 11

Dua minggu berlalu tanpa terasa. Semua hari terasa indah. Semua hari terasa singkat. Semua hari adalah taman buka bermekaran. Seperti itulah apa yang dialami Fly pada kegiatan KKN-nya. Bagaimana tidak. ia semakin hari, semakin akrab dengan Gen. Sebagai ketua dan sekretaris, sudah selayaknya mereka memiliki banyak momen untuk saling mengobrol. Entah mendiskusikan program, evaluasi, rencana berkumpul bersama seluruh anggota, dan sebagainya. Sebenarnya, Chel juga terkadang ikut dalam obrolan itu. Namun tidak sesering Fly. Sebab terkadang, Fly menyerahkan diri untuk membantu tugas Chel dengan senang hati. Semua terasa ringan ketika bersama dengan seseorang disukai, bukan?

Kalau begini, aku tak masalah jika KKN ditambah. Ucap Fly pada dirinya sendiri.

“Hei, Cua!” panggil Fly pada Cua yang melintas di depannya ketika duduk di kursi teras.

Rambut pirang bercampur ungunya melambai,

“Apa?” tanya Cua, malas.

“Sudah berkali-kali kami ingatkan untuk mengubah warna rambutmu. Bukankah kita sudah diingatkan berkali-kali oleh kepada desa karena banyak yang terganggu dengan itu?”

“Emangnya ada yang pernah protes langsung ke kita? Kepala desa itu hanya mengeluarkan kekhawatirannya yang tak berdasar.”

“Kepala desa memberitahu pastinya karena ada warga yang melapor. Mereka melihatmu sebagai sosok yang tampak nakal dan tidak terdidik.”

“Dih, jaga ya omonganmu. Kentara banget kalau cuma kalimat karanganmu aja. Bilang aja kepengen rambut kayak gini juga, tapi takut sama penilaian orang lain. ngaku aja, deh! sok alim di hadapan semua orang, padahal omongan aja aslinya nggak bisa dijaga,” seru Cua.

Sekantong kresek berisi makanan ringan itu diletakkan di dinding teras. Teman-teman yang lain tengah sibuk sendiri. Ada yang mencuci, menjemur, baca buku, bermain game, dan tidur siang. Seharusnya, Gen akan datang menghampiri Fly di teras. Tapi kali ini, Gen sedang membaca buku untuk persiapan khutbah jumat esok.

“Lah, kok jadi bahas alim-aliman. Aku nggak pernah menganggap diriku alim, kok.”

“Tapi kamu merasa orang berpikir begitu, ‘kan? Apalagi bu Nindy, sampai jadiin kamu guru anaknya yang bahkan lebih tua dari kita. Kamu merasa hebat, ‘kan?”

Fly terdiam. Ia tak bisa asal menjawab ketika berhadapan dengan Cua. Sekarang Cua malah tampak mengambil kembali kantong kreseknya dan melemparkan pandangan penuh kemenangan pada Fly.

“Diem ‘kan, kamu. Kamu pikir aku nggak pernah kenal orang yang benar-benar alim, hah. Jelas aku tahu. Dia anggun, tuturnya lembut, serta mengingatkan orang dengan sebaik-baiknya. Mana ada pernah menyimpan kebencian terselubung. Contohnya kayak kamu ke aku. Iya, ‘kan? Dari awal kamu cuma cari muka di depan Gen! lagian aneh banget orang yang bagi kelompok ini, malah menyatukan kalian. Setiap hari kamu senyum-senyum nggak jelas lagi. Merasa dunia ini milik pribadi. Aneh!”

Ungkapan kata pedas dari Cua. Seperti seseorang yang telah lama memendamnya, hingga menunggu saat yang tepat untuk mengutarakannya, maka meluncur membentuk kata-kata yang lengkap. Tepat mengenai sasaran, tepat meremukkan rasa. Hati Fly panas sekali. Seolah tak dapat memungkiri apa yang diucapkan Cua. Pada akhirnya, perang senyap itu meluap sudah. Sekalipun tanpa mengucurkan darah. Tidak juga sedikitpun lebam. Namun menciptakan luka tanpa wujud, tanpa tersentuh.

“Aku hanya menyampaikan ucapan kepala desa. Sama sekali tidak berniat menghinamu. Jujur, itu benar-benar kalimat dari pak kepala desa atas laporan yang ia terima.” Fly berucap, tanpa melihat ke arah Cua.

___ ___ ___

Dear diary,

Senang sekali menjalani KKN di tempat ini. Ah, tidak. mungkin bukan karena tempatnya. Terserah saja di mana pun tempat itu, asal ada Gentala di dalamnya. Senang sekali bisa akrab dengannya. Setelah beberapa bulan yang lalu aku menyukainya. Dia seperti orang yang tanpa celah untuk dibenci. Sebab semuanya tampak sempurna.

Ternyata, KKN se-menyenangkan itu. Membuatku mengetahui sisi lembut Gen, membuatku berbicara banyak hal dengan Gen, serta membuatku bisa bertemu dengan keluarga Gen. padahal, aku ingin sekali bericara banyak dengan mama Gen. Tapi dia berbincang tanpa jeda dengan bu Nindy.

Aku ingi tahu isi hati, Gen. perihal siapa yang ia sukai. Perihal siapa yang tengah mengisi hatinya.

“GEN!” jerit Cua sembari berlari keluar dari kamar tidurnya menuju ruang tengah.

Di sana sudah duduk semua orang rumah untuk bersiap memulai rapat evaluasi. Semua wajah tampak geram, sebab sudah berkali-kali Cua dipanggil untuk keluar tapi ia tak kunjung keluar dan bahkan mengunci pintu dari dalam. Kini tiba-tiba ia keluar sambil meneriaki nama Gen. Tentu saja mengundang tatapan terselubung dari Fly.

“Apaan sih, Cua teriak kayak gitu?” tanya Rez, sebal.

“Hussttt, bukan urusan kamu!” ketus Cua pada Rez.

“HEH!” gertak Fly tiba-tiba saat menyadari apa yang dibawa Cua.

Sebuah buku catatan berukur A7 yang pernah dijatuhkan Fly pada hari pertama mereka KKN. Cua sudah lama mengincar buku itu karena nyaris membuat laptop terjatuh. Seolah lebih mementingkan buku daripada laptop.

Semua mata melihat Fly.

“BALIKIN! ITU PUNYAKU!”

Tak ada di antara mereka yang pernah melihat Fly dengan ekspresi semarah itu. Wajahnya merah padam seperti hendak menyemburkan api pada wajah Cua. Ia langsung melangkah maju mendekati Cua.

Teman-teman yang lainnya hanya menatap bingung, mencoba mencerna suasana.

Dengan senyuman miring, Cua langsung menyerahkan buku catatan yang berisi diary milik Fly.

“Nggak usah marah gitu, dong. Ambil, aja. Orang udah aku baca semua.”

Tanpa ampun, Fly langsung mendorong keras Cua hingga terjatuh ke belakang.

Teman-teman yang lain segera menengahi. Jess dan Chel membantu Cua berdiri. Izu menenangkan Fly. Di belakangnya ada Kalea yang bingung melakukan apa. Gen dan Atma berdiri di tengah-tengah mereka. Di belakangnya ada Gio dan Rez yang hanya berdiri dan melihat.

“Ada apa, ini? Apa yang terjadi? Kenapa kalian tiba-tiba berantem?” tanya Atma.

“Tenang, dulu. Biarin mereka tenang dulu sebelum menjelaskan,” ucap Gen.

“Dari awal aku tenang, kok. Cuma Fly aja yang ngambek,” timpal Cua setelah berdiri.

Lengang sejenak. Wajah merah padam Fly berangsur reda. Berganti raut wajah takut. Izu terus mengusap punggungnya.

Lima menit berlalu, semua kembali ke sofa.

“Karena tiba-tiba situasi seperti ini, jadi kita buka sesi evaluasi ini dengan menyampaikan keluhan, curhatan, keinginan dan sejenisnya. Agar kita bisa tahu kelebihan dan kekurangan masing-masing. Agar kita tidak saling menyimpan kebencian dan dendam. Kita masih ada lima minggu di sini. Jadi, aku harap kita bisa rukun terus sampai nantinya penutupan kegiatan ini,” urai Gen.

Jantung Fly terus berdegup kencang. Bukan karena salah tingkah, melainkan karena buku diarynya yang telah dibaca Cua.

“Mulai dari siapa dulu? Mungkin Cua atau Fly aja.” Gen menambahkan.

“Aku aja,” sahut Cua.

Fly menelan ludah. Kedua telapak tangannya digenggam dan dijepit lutut. napasnya terdengar berat.

“Sejak awal aku nggak suka ya, sama Fly. Karena dia duluan yang nggak suka aku.”

“Emangnya Fly ada bilang nggak suka sama kamu? Setiap hari Fly selalu berbicara hal yang baik-baik aja. Kalau kamu tersinggung, berarti kamu memang perlu berbenah,” ujar Atma.

“Bisa diem dulu, nggak?” ketus Cua.

Gen menyenggol lengan Atma agar ia tidak berkomentar sebelum Cua selesai berbicara.

“Fly itu munafik, tahu nggak. Selama ini ia yang berada di belakang semua ini. Kita bersama di sini karena perbuatan Fly. Karena apa? Karena dia yang memilih anggota kelompok ini. Terutama untuk Gen. Dia udah lama suka sama Gen. Dia selalu terlihat baik dan berbuat baik hanya untuk membuat Gen terkesan. Ia juga suka mencari muka di hadapan Gen. Dia memilih kita di sini karena melihat foto kita yang terlihat seperti orang baik katanya. Walaupun hanya aku yang tidak sesuai prediksinya. Artinya, hanya aku yang dianggap jahat. Ia rela melakukan apapun demi Gen. Bahkan berpura-pura melewati kelas Gen sambil membawa barang bu Nindy. Karena dia tahu bu Nindy yang akan memilih kelompok KKN. Akhirnya dia berhasil, yakni memilih kelompok KKN itu untuk angkatan kita. Bahkan, ia hanya mau menghadiri pengajian yang diisi oleh Gen. Niatnya aja udah nggak bener. Sok-sokan mau ngebenerin orang lain,” ungkap Cua panjang lebar.

Lagi-lagi lengang sesaat. Menyisakan suara gerimis di malam hari. Sebentar lagi pasti akan berubah deras.

Rasa malu menggerogoti. Fly tidak tahu lagi harus menampakkan wajahnya seperti apa. sehingga ia berlari ke kamarnya dan langsung keluar setelah mengambil kunci motor. Ia akan pergi malam ini.

“FLY!” panggil teman-temannya, kecuali Cua.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!