"Janji di Atas Bara" – Sebuah kisah tentang cinta yang membakar, janji yang teringkari, dan hati yang terjebak di antara cinta dan dendam.
Ketika Irvan bertemu Raisa, dunia serasa berhenti berputar. Cinta mereka lahir dari kehangatan, tapi berakhir di tengah bara yang menghanguskan. Di balik senyum Raisa tersimpan rahasia, di balik janji manis terselip pengkhianatan yang membuat segalanya runtuh.
Di antara debu kota kecil dan ambisi keluarga yang kejam, Irvan terperangkap dalam takdir yang pahit: mempertahankan cintanya atau membiarkannya terbakar menjadi abu.
"Janji di Atas Bara" adalah perjalanan seorang pria yang kehilangan segalanya, kecuali satu hal—cintanya yang tak pernah benar-benar padam.
Kita simak kisahnya yuk, dicerita Novel => Janji Di Atas Bara
By: Miss Ra
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Ra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 2
Pagi harinya, ayah Raisa yang bernama Dharma Kusuma, seorang ketua partai sekaligus politikus ternama di kotanya, telah berhasil memenangkan suara rakyat. Dharma dan Raisa berdiri di balkon atas, menyaksikan rakyatnya bersorak, menari, bahkan menabuh gendang untuk merayakan kemenangan itu.
Di sana, tak sengaja Raisa menangkap sosok pria yang tidak asing baginya. Dia adalah Irvana. Irvan bersama para sahabatnya juga ikut menari, merayakan kemenangan tersebut. Rasa penasaran membuat Raisa akhirnya bertanya kepada sang ayah.
"Papa, siapa lelaki itu sebenarnya? Kenapa dia juga ada di gerombolan mereka?"
Dharma terkekeh kecil sebelum menjawab pertanyaan Raisa.
"Dia namanya Irvana. Dia anak angkat Darwis, sahabat Papa. Anak itu baik dan selalu bisa membuat orang lain senang," ujar Dharma, lalu kembali melanjutkan ceritanya. "Meskipun hanya anak angkat, dia selalu tulus dan sangat menyayangi Darwis seperti ayah kandungnya sendiri."
Meski sudah beberapa kali bertemu, Raisa masih menyimpan rasa penasaran tentang siapa sebenarnya Irvan itu. Senyum tipis terukir di wajahnya saat melihat Irvan menari dengan jenaka, menggoyangkan pinggulnya ke depan. Raisa yang baru pulang kuliah dari London memang belum mengenal banyak orang di kotanya. Sosok Irvana menjadi orang luar pertama yang benar-benar mampu menarik perhatiannya.
_-_
Malam hari.
Darwis dan Irvan diundang makan malam di rumah Dharma. Tak ada yang menyangka bahwa malam itu akan menjadi pertemuan mengejutkan. Raisa dan Irvan sama sekali tidak tahu bahwa mereka akan dipertemukan kembali-- Irvan pun tak pernah menduga bahwa Raisa adalah putri dari sahabat ayah angkatnya.
Saat makan malam, Dharma meminta Irvan naik ke lantai atas untuk memanggil ibunya agar ikut bergabung. Dengan langkah mantap, Irvan menaiki tangga menuju kamar Ratna Wulandari, nenek Raisa yang akrab ia panggil Nenek Ratna. Hubungan keduanya sangat dekat, sehingga seperti biasa Irvan masuk tanpa mengetuk pintu.
Dari dalam kamar mandi terdengar suara gemericik air. Irvan pun memanggil,
“Nenek, apa kau di dalam?”
Tak ada jawaban, rupanya suara air menutupi panggilannya. Tak lama, pintu kamar mandi terbuka. Seketika Irvan dan Raisa sama-sama menjerit.
"Aaaa…!"
Irvan terperanjat melihat sosok bidadari dengan hanya berbalut handuk, sementara Raisa terkejut karena mendapati Irvan berdiri tepat di depan pintu kamar mandi. Setelah teriakan itu, keduanya sama-sama terdiam, saling menatap dengan mata melebar, lalu hampir bersamaan bertanya dengan nada tak percaya.
"Kau?"
Irvan yang pertama memecah keheningan.
"Kau… sedang apa di sini?"
Raisa mengerutkan kening, balik bertanya dengan nada penuh tanda tanya.
"Seharusnya aku yang bertanya. Sedang apa kau di sini? Ini kamar nenekku."
Irvan yang akan kembali menjawab, tiba-tiba Nenek Ratna masuk ke kamar dengan wajah heran, menatap keduanya yang tampak bersitegang.
"Hei, kalian berdua sedang apa? Kenapa ribut di sini? Ayo turun, Papamu sudah menunggu untuk makan malam. Irvan, bantu Nenek menuruni tangga."
"Iya, Nek," jawab Irvan singkat, lalu segera menuruti Nenek Ratna. Sesekali ia menoleh ke belakang, masih tak percaya bahwa Raisa, gadis yang diam-diam ia kagumi, ternyata tinggal di rumah ini. Lebih dari itu, yang membuatnya semakin terkejut, Raisa adalah anak dari sahabat ayah angkatnya sendiri.
.
Makan malam di meja panjang itu terasa canggung. Meskipun Dharma, Darwis dan Nenek Ratna tampak asyik bercanda, suasana di antara Raisa dan Irvan masih tegang. Keduanya hanya diam, sibuk menyuap makanan sambil sesekali saling melirik dengan sejuta pertanyaan yang berputar di kepala masing-masing.
Hingga tiba-tiba, suara Dharma memecah keheningan.
"Benar begitu, kan, Raisa?"
Raisa yang sejak tadi tak mengikuti jalannya obrolan langsung terperanjat. Bingung harus menjawab apa, ia hanya bisa tersenyum kikuk lalu mengangguk pelan.
"Hehe… iya, Pah," sahutnya singkat.
Sesudah itu, pandangannya kembali terarah pada Irvan yang duduk di seberangnya, seolah ingin membaca isi pikirannya.
.
Selesai makan malam, Darwis dan Irvan berpamitan untuk pulang. Irvan dan Raisa berusaha menjaga sikap agar tidak menimbulkan kecurigaan, meski jelas ada kecanggungan di antara mereka.
Setelah kepergian Darwis dan Irvan, Dharma menyuruh semua anggota keluarga masuk ke dalam rumah, lalu mengunci pintu rapat-rapat. Namun rasa penasaran masih menggelayuti hati Raisa. Ia segera berlari menaiki tangga menuju balkon kamarnya. Dari sana, ia melihat Irvan berjalan di samping Darwis, larut dalam percakapan.
Sambil melangkah pulang, Irvan tak mampu menahan keinginannya untuk bertanya.
"Dad, siapa sebenarnya Raisa itu?"
Darwis terkekeh kecil, menoleh sebentar sebelum menjawab.
"Raisa itu anak Dharma."
Irvan mengernyit heran.
"Tapi… kenapa aku tidak pernah melihatnya selama ini?"
"Dia tinggal di London bersama pamannya," jelas Darwis tenang. "Selama ini dia kuliah di sana."
Percakapan itu berlanjut ringan hingga langkah mereka tiba di depan rumah. Jarak rumah Dharma dan Darwis memang tidak begitu jauh, hanya beberapa menit berjalan kaki.
Namun malam itu, Irvan sulit memejamkan mata. Wajah Raisa terus menghantui pikirannya sejak pertemuan pertama hingga momen tak terduga saat makan malam tadi.
-_-_-_
Pagi ini, Irvan masih terlelap ketika suara dering telepon tiba-tiba memecah keheningan. Tidurnya terusik. Dengan mata setengah terpejam, ia meraba ponsel yang tergeletak di atas nakas tanpa sempat melihat siapa peneleponnya.
"Ya, halo?" ucapnya malas.
"Irvan, kau ada di mana sekarang, Nak?"
Begitu mendengar suara Nenek Ratna, seketika mata Irvan terbuka lebar. Ia refleks bangkit duduk, meski ponselnya masih menempel di telinga.
"A-aku--- aku di rumah, Nek. Ada apa?" jawabnya gugup.
"Bisa kau datang ke rumah sekarang? Nenek butuh bantuanmu," suara Nenek Ratna terdengar lembut namun tegas.
"Baik, Nek. Aku ke sana sekarang," balas Irvan cepat, tanpa pikir panjang.
"Baiklah, Nenek tunggu, ya."
Begitu panggilan berakhir, Irvan langsung melompat dari tempat tidur dan bergegas menuju kamar mandi. Ada semangat berbeda yang membuat langkahnya terasa lebih ringan pagi itu.
~
Tak butuh waktu lama, Irvan sudah tiba di halaman rumah Dharma dengan motor sport kesayangannya, kendaraan yang selalu menemaninya ke mana pun ia pergi. Dengan langkah santai, ia memasuki rumah itu dan segera melihat Nenek Ratna duduk tenang di sofa ruang keluarga.
"Hai, Nek. Ada apa kau memanggilku kemari?" tanya Irvan sambil menjatuhkan diri manja, meletakkan kepalanya di pangkuan sang nenek.
"Bantu Nenek membereskan ruang buku di atas. Apa kau keberatan?" jawab Nenek Ratna sambil tersenyum lembut.
Irvan langsung bangkit duduk, wajahnya berbinar.
"Oh, tentu saja tidak keberatan! Justru aku sangat bahagia kau memanggilku kemari."
Namun sebelum ia melanjutkan ucapannya, pandangannya tertumbuk pada sosok yang baru saja menuruni tangga. Raisa. Gadis itu tampil kasual dengan celana jeans ketat dan kaus tanpa lengan, memperlihatkan sedikit kulit perutnya. Penampilan sederhana itu justru membuat Irvan terdiam, matanya terpaku tanpa bisa berkedip.
...----------------...
Next Episode...
oh cintaaaa
kumaha ieu teh atuh nya
lanjut
badai akan segera d mulai
hm
lanjut
haruskah