"Lepasin om! Badan gue kecil, nanti kalau gue penyet gimana?!"
"Tidak sebelum kamu membantuku, ini berdiri gara-gara kamu ya."
Gissele seorang model cantik, blasteran, seksi mampus, dan populer sering diganggu oleh banyak pria. Demi keamanan Gissele, ayahnya mengutus seorang teman dari Italia untuk menjadi bodyguard.
Federico seorang pria matang yang sudah berumur harus tejebak bersama gadis remaja yang selalu menentangnya.
Bagaimana jadinya jika Om Hyper bertemu dengan Model Cantik anti pria?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pannery, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Itunya besar?
Saat wajah pria itu mendekat, Gissele mengerutkan alisnya, ekspresi jijik terlukis jelas di wajahnya.
"Idih! Amit-amit!" Gumamnya penuh rasa muak.
Dengan cepat, ia mengangkat kakinya dan menginjak sepatu pria di depannya sekuat tenaga.
"ARGH!" Pria itu mengerang kesakitan.
"Jauh-jauh lo dari gue! Najis bibir lo pecah-pecah!" Teriak Gissele sambil melangkah mundur dengan ekspresi penuh kebencian.
"Hei, tenanglah, Nona… saya tidak ada maksud—"
"TENANG PALA LO! BARUSAN LO MAU NYIUM GUE GIMANA GUE BISA TENANG?!" Bentaknya, suaranya menggema di seluruh rumah.
Bukannya merasa bersalah, pria itu justru memandangnya dengan ekspresi yang entah kenapa terlihat semakin bersemangat.
Matanya menyipit, bibirnya sedikit melengkung ke atas. Tatapan yang… sedikit liar.
Gissele langsung panik. "Oke, ini udah nggak bener."
Dengan gerakan cepat, tangannya meraih botol air minum di atas meja dapur. Tanpa berpikir panjang, ia langsung melemparkannya ke arah pria itu.
"PAKE NIH AIR BUAT MANDIIN OTAK LO!"
Botol itu melayang di udara, dan pria tersebut hampir saja terjengkang ke belakang ketika mencoba menghindar. Ia terpaksa mundur beberapa langkah sambil mengangkat tangannya.
"Hei, hei! Ada apa ini?!"
Mendadak, suara berat yang sangat familiar terdengar dari arah ruang tamu.
Gissele menoleh cepat. "PAPII!!"
Tanpa pikir panjang, ia berlari menghampiri ayahnya yang baru saja datang dari luar. Begitu sampai, ia langsung bersembunyi di balik punggung ayahnya, wajahnya masih dipenuhi ekspresi panik.
"Nak, ada apa?" tanya ayahnya dengan nada tenang. Di sisi lain, pembantu yang tadi ada disana pun segera pergi.
"Itu, Papi! Ada orang m*sum di rumah kita!"
Ayahnya mengangkat alis, lalu mengalihkan pandangannya ke pria yang masih berdiri di dekat dapur. Namun, alih-alih memasang ekspresi marah, ayahnya justru tersenyum.
"Loh, Rico? Kau kapan sampai?"
Dan yang lebih mengejutkan lagi… mereka berdua malah berpelukan seperti sudah akrab.
Gissele melongo. "Apa-apaan ini?!"
Ayahnya menepuk-nepuk pundak pria itu dengan akrab. "Nak, kenalin. Ini temen Papi, Federico. Dia yang akan jadi bodyguard kamu mulai hari ini."
Gissele membatu. Matanya membulat, rahangnya nyaris jatuh ke lantai. "HAH?! DIA JADI BODYGUARD AKU?!"
Federico—atau yang tadi hampir ia sebut sebagai "pria m*sum"—hanya tersenyum simpul sambil memiringkan kepalanya.
"Iya, kamu bisa panggil saya Rico," katanya santai. "Saya dari Italia, pernah beberapa kali menetap di Indonesia juga. Jadi santai saja, aku lancar berbahasa Indonesia."
Gissele menatap ayahnya dengan tatapan penuh pengkhianatan. "PAPI SERIUS?!"
Ayahnya hanya terkekeh. "Iya, dia ini orang yang bisa Papi percaya."
"Percaya gimana?! Dia baru aja ngelakuin hal nggak senonoh pagi-pagi, Papi!" Sergahnya cepat.
Ayah Gissele terkekeh sejenak dan menepuk pundak Federico. "Bro, aku tau di Italia itu bebas tapi.. Tidak berlaku di sini ya, jangan ajari anakku yang tidak-tidak juga."
Federico menahan tawa sambil melipat tangannya. "Hei, hei. Tenang saja. Aku bukan tipe pria yang macam-macam dengan anak bosku sendiri."
'Idih bohong banget, tadi aja mau nyosor ke gue..' Batin Gissele, kesal.
Federico lalu melirik Gissele dari atas sampai bawah, "Lagipula, Nona bukan tipeku jadi tenang saja.. Aku tidak akan macam-macam."
"Cih, tetap aja gue nggak percaya sama lo."
Gissele masih menatap Federico dengan tatapan penuh ketidakpercayaan.
Dengan gerakan cepat, ia mengambil kembali botol airnya yang tadi sempat ia gunakan sebagai senjata darurat.
Ayahnya yang masih berdiri di sana hanya menghela napas. "Mau ke mana, Nak?"
"Mau jogging," kata Gissele agak ketus, masih kesal dengan kejadian tadi.
Ayahnya malah tersenyum santai. "Nah, Rico bisa nemenin kamu lari pagi, tuh."
Mata Gissele membelalak. "Apa?! Papi serius ngebiarin dia sama aku?!"
"Tentu saja. Biar dia sekalian jagain kamu. Papi percaya sama dia, dia ini temen papi."
Gissele mendengus kesal. Ia tahu bahwa tidak ada gunanya membantah ayahnya jika keputusan sudah dibuat.
Federico juga tidak mengatakan apa pun—hanya mengangkat bahu dengan santai, seolah-olah sudah tau bahwa ini adalah bagian dari pekerjaannya.
Akhirnya, dengan terpaksa, Gissele mulai berlari, dan seperti yang sudah diduga, Federico mengikutinya dari belakang.
Awalnya, mereka berlari cukup dekat, membuat Gissele langsung merinding. Ia langsung menoleh dengan ekspresi tidak suka.
"WOI, OM! JAGA JARAK, DONG!"
Federico mengangkat alis. "Hah?"
"Kasih jarak 1 meter di belakang gue."
Federico terkekeh kecil, tetapi menurut saja. "Baiklah, Nona."
Namun, belum lama mereka berlari, tiba-tiba ada suara yang memanggil dari kejauhan.
"Icel!"
Gissele kenal sekali suara ini, ia menoleh dengan sumringah. "Zara!"
Seorang gadis dengan pakaian olahraga ketat berwarna hitam melambai dari kejauhan.
"Icel lagi lari pagi?" Ucapnya sambil berlari mendekat.
Gissele mengangguk, mengatur napasnya. "Biasa, kan harus jaga berat badan. Lo juga lagi lari kan, mau bareng?" Tanya Gissele.
"Iya, sekalian deh," jawab Zara santai. Namun, tiba-tiba matanya menangkap sosok Federico yang berjalan santai di belakang Gissele.
Begitu melihat pria tinggi, berotot, dan berwajah maskulin itu, Zara mendadak membeku di tempat.
Mulutnya sedikit terbuka. Matanya membesar. "Oh… my… God…"
Gissele mengerutkan dahi. "Kenapa lo?"
Zara memutar tubuhnya ke arah Gissele, matanya berbinar-binar. "Cel, siapa itu di belakang lo?! GANTENG! TINGGI! BEROTOT! DAN… ASTAGA FIX ITUNYA PASTI GEDE!"
"HUSS!!" Gissele langsung memukul bahu Zara dengan kesal. "Lo ngomong apaan sih masih pagi gini, jijik deh."
Zara masih sibuk mengamati Federico. "Omg, suruh sini dong! Gue mau kenalan!"
Gissele memutar bola matanya dengan malas. "Ya ampun, lo ini. Yaudah, nih."
Dengan enggan, ia menoleh ke belakang.
"Woi, Om! Sini deh!"
Federico yang sedari tadi hanya mengamati dengan santai akhirnya berjalan mendekat. "Ada apa?"
Zara langsung jingkrak-jingkrak kecil seperti fangirl yang baru ketemu idolanya.
"GANTENG BANGET!"
Gissele mengernyit jijik. "Ganteng dari mana, coba?"
Zara tidak peduli. Dengan penuh semangat, ia mengulurkan tangan. "Om, aku teman Icel. Namaku Zara!"
Federico tersenyum kecil, lalu mengambil tangan Zara dengan lembut dan mencium punggung tangannya.
"Saya Federico. Senang bertemu denganmu, Signorina."
"AAAAAAK!!" Zara berteriak kegirangan sambil memegangi wajahnya sendiri.
Gissele langsung menarik tangan Federico dan menyeretnya menjauh dari Zara.
"OM! GUE MAU NGOMONG SEBENTAR!"
Zara menatap mereka dengan bingung. "Hah? Gue ditinggal nih? Ih.. Icel nggak asik om gantengnya dibawa kabur.."
Tanpa menjawab, Gissele menarik Federico ke tempat yang lebih sepi, lalu berbalik menghadapnya dengan tatapan sinis dan penuh kecurigaan.
"Om ngapain cium-cium tangan temen gue?!"
Federico hanya mengangkat bahu santai. "Di Italia, salam memang seperti itu."
Gissele mendengus kesal. "Gue nggak peduli mau salam Italia kek, salam Afrika kek, yang jelas lo jangan pegang tangan, jangan cium-cium tangan, jangan apa-apain temen gue! Ngerti?!"
Federico menatapnya sebentar, lalu mengangguk kecil. "Paham."
Gissele masih melotot curiga. "Serius ngerti?"
Federico tetap diam, hanya mengamati ekspresi Gissele yang sedang penuh kemarahan.
Gissele kembali mendengus, "Ah! Lo ngeselin banget, om ini sama menjijikannya kaya cowok-cowok sekitar gue.. Kenapa sih Papi percaya sama om, om itu kalau sampai berani macam-macam gue laporin polisi-"
Federico yang tadinya diam mulai angkat bicara, "Kamu ini banyak bicara juga ya…"
Tiba-tiba, tangannya bergerak cepat dan menangkap kedua tangan Gissele, membuatnya terkejut dan tak bisa bergerak.
Gissele membeku. "Om… mau ngapain…?!"
Federico menyipitkan matanya, menatap wajah Gissele dengan intens. Bibirnya sedikit melengkung ke atas, lalu dengan nada menggoda, ia berbisik.
"Mau saya cium biar diam?"
..