Alaric Sagara, tiba tiba hidup nya berubah setelah istri yang di cintainya pergi untuk selama lamanya karena malahirkan bayi mereka ke dunia.
Kepergian sang istri menyisakan trauma mendalam di diri Aric, pria yang semula hangat telah berubah menjadi dingin melebihi dingin nya salju di kutub utara..
Faza Aqila, sepupu mendiang sang istri sekaligus teman semasa kuliah Aric dulu kini statusnya berubah menjadi istri Aric setelah 3tahun pria itu menduda. Faza telah diam diam menaruh cinta pada Aric sejak mereka masih sama sama duduk di bangku kuliah.
Bagaimana kehidupan pernikahan mereka dan akankah Faza mampu membuka hati Aric kembali...
Happy Reading 💜
Enjoy ✨
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ratu_halu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ep 2
Hari ini Alena libur sekolah, Faza sudah berjanji untuk membawanya ke taman bermain.
Pagi pagi sekali Faza menyiapkan bekal untuk mereka berdua.
"Nyonya, semalam tuan menghubungi, katanya nanti akan ada yang menjemput nona kecil." ucap salah seorang ART di rumah itu.
Faza menghentikan tangannya yang sedang memasukkan makanan ke kotak bekal.
Jangan tanyakan kenapa Aric tidak langsung menghubungi Faza, karena sejak awal ART itu sudah menjadi jembatan komunikasi antara Aric dan Faza.
Sungguh tragis kisah hidupnya, Aric benar benar kejam. Membuat harga diri Faza jatuh ke lubang terdalam.
Meskipun hati nya sakit bagai di tusuk duri, namun di depan semua orang Faza harus terlihat biasa saja.
"Siapa yang akan menjemput Alena ?" tanya Faza tanpa menoleh dan tetap fokus pada kotak bekal di hadapan nya.
"Pak Diman, nyonya."
Pak Diman adalah supir keluarga mereka.
"Oh, baiklah."
"Kalau begitu saya permisi kembali ke belakang, nyonya"
Faza mengangguk, tangannya mencengkram kuat kotak bekal itu.
"Aric, apa harus begini ?" tanya Faza dalam benak nya.
"Tante, Alena sudah siap." Alena datang dengan ransel kecil di punggungnya, rambut nya di kepang dua dengan pita lucu di kiri dan kanan nya. Tentu saja Faza yang mendandani Alena.
"Sayang, sepertinya hari ini kita tidak jadi pergi."
Wajah Alena berubah sedih..
"Kenapa ? Kan bekal nya sudah siap.." protes Alena
"Tadi papa menghubungi, katanya papa mau menjemput Alena. Sepertinya Papa ingin menghabiskan akhir pekan ini hanya dengan Alena.." kata Faza memberi pengertian.
"Tapi Alena maunya sama tante Faza. Papa nggak seru, papa selalu sibuk bekerja."
Faza membawa alena dalam gendongan nya, kalau sudah begini pasti Alena akan sulit untuk di bujuk.
"Sayang, dengarkan tante.. Papa bekerja kan untuk Alena, untuk sekola Alena dan untuk membeli mainan Alena. Hari ini papa ada waktu untuk Alena, masa Alena tidak mau main bersama Papa ?!"
Alena terdiam sesaat, kemudian berkata lagi "Tapi Alena nggak mau kalau tante nggak ikut." Alena ngambek,
"Tante nggak bisa ikut, karena ada sesuatu yang harus tante selesaikan." Faza terpaksa berbohong, padahal sesungguhnya Aric tak akan pernah membiarkan Faza untuk ikut pergi bersama mereka.
"Pokoknya Alena nggak mau kalau tante Faza nggak ikut!" Ulang Alena lagi sambil melipat tangan di depan dada..
"Nyonya, pak dirman sudah datang." Kata bi erna menyampaikan..
Faza mengangguk,
"Pokoknya Alena nggak mau pergi." Alena berusaha turun dari gendongan Faza lalu berlari naik ke atas tangga menuju kamarnya, tapi karena lari nya yang terburu buru, di tengah tengah tangga Alena pun terpleset dan jatuh ke bawah dengan cepat..
"Tanteeee...." suara Alena berteriak,
"Astaga Alenaaa...." Faza dan bi erna langsung berlari
"Sayang, Alena, bangun nak... Astaga.." Darah dari pelipis Alena mengalir mengenai tangan dan baju Faza,
Faza langsung menggendong Alena yang sudah tak sadarkan diri untuk segera di bawa nya ke rumah sakit.
"Bibi menyusul saja, bawakan keperluan Alena.." perintah Faza pada bi Erna dengan suara bergetar
Tentu saja Faza panik, bukan karena takut di marahi Aric namun takut Alena kenapa-napa..
Faza langsung masuk ke mobil Pak Dirman sambil menggendong Alena, dan meminta Pak Dirman untuk segera membawa mereka ke rumah sakit.
"Sayang, bangun sayang.." Faza mencoba membangunkan Faza dari pingsan nya, namun usahanya sama sekali tak membuahkan hasil.
Sesampainya di rumah sakit, Alena langsung di tangani oleh dokter.
Setelah memarkirkan kendaraan, Pak Dirman datang tergopoh gopoh membawa ponsel nya pada Alena.
"Nyonya, tuan ingin bicara.." Kata Pak Dirman membuyarkan fokus Faza yang sedang panik menunggu kabar keadaan Alena.
Dengan tangan gemetar dan masih berlumur darah, Alena menerima ponsel pak Dirman..
"Halo.." Suara Faza bergetar menahan tangis.
"Dasar nggak becus! Kenapa Alena bisa sampai terluka ? Apa yang terjadi pada putri ku ?" Suara Aric yang berteriak keras menyakiti telinga Faza, namun makian nya jauh lebih menyakitkan.
"Aku akan menceraikan mu jika sampai Alena kenapa-napa, aku tidak segan segan!!"
Tut..Tut...
Belum sempat Faza mengucapkan sepatah katapun, Aric sudah mematikan sambungan itu. Faza yakin sebentar lagi Aric akan tiba di rumah sakit.
Dan benar saja, Aric tiba di rumah sakit hanya selang satu jam setelah Alena di pindahkan ke ruang perawatan.
Aric membuka pintu ruangan itu dengan kasar, membuat Faza terlonjak kaget dan langsung bangun dari duduknya.
PLAK!
Tiba tiba tangan Aric sudah melayang menyentuh pipi mulusnya.
Faza terhuyung kebelakang, hampir jatuh kalau saja tangannya tidak memegangi pinggiran ranjang rawat Alena.
"Ya Allah, nyonya.." Belum sempat Aric melayangkan cacian, bertepatan dengan itu Bi Erna masuk sambil membawa jinjingan berisi pakaian, Bi Erna terkejut bukan main mendapati Nyonya nya mendapatkan perlakuan tidak baik dari sang tuan.
Bi erna langsung memeluk Faza dari samping..
"Bawa dia keluar, bik. Saya tidak mau melihat wajah nya ada disini!!" Titah Aric dengan suara tegas penuh kemarahan.
Faza yang masih shock tak mampu berucap apapun,
"ayo, nyonya, kita di luar dulu.." Bi erna membawa Faza keluar ruangan, sementara Aric langsung membuang pandangan ketika Faza berjalan melewatinya..
"Nyonya, sudut bibir nyonya berdarah.." Kata Bi erna khawatir,
Faza menyentuh bibirnya, ya, benar, ada darah segar mengalir disana, bahkan sekarang mulai terasa perih.
"Tuan sangat keterlaluan," rutuk bi erna sambil menyeka darah itu dengan sapu tangan nya.
"Bi, saya mau ganti baju dulu.." Kata Faza sambil membawa paper bag berisi pakaian nya yang tadi di bawa oleh Bi erna ke arah toilet di ujung koridor rumah sakit.
"Mau saya bantu, nyonya ?"
Faza tersenyum tipis, lalu menggeleng pelan "Terimakasih." ucap Faza dengan suara menahan tangis
Sekuat apapun Faza menutupi, Bi erna yang sudah mengenal nya sejak lama sangat tahu bahwa Faza saat ini sangat sedih dan terluka.
Bi erna sudah menjadi ART bahkan jauh sebelum Faza dan Aric menikah.
Setelah Faza pergi bi erna pun masuk kembali ke ruang perawatan Alena. Bi erna ingin menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.
"Apa wanita itu sudah pergi ?" tanya Aric sesaat setelah bi erna masuk ke dalam ruangan.
"Saat ini Nyonya sedang berganti pakaian, tuan. Baju Nyonya kotor terkena darah dari Nona Alena."
Mendengar itu, tangan Aric kembali mengepal kuat hingga urat urat di punggung tangannya terlihat dengan sangat jelas. Sepertinya kemarahan Aric belum mereda meski telah menyalurkannya lewat tamparan keras di pipi Faza.
Pandangan Aric kembali terfokus pada gadis kecilnya, luka di pelipisnya sudah dijait oleh dokter. Menurut dokter, Alena hanya Shock dan luka nya tidak terlalu parah. Beruntung juga gadis itu tak mengalami cedera dalam, dan secara garis besar kondisi Alena baik baik saja.
Namun Aric masih tak terima. Karena kecerobohan Faza, Alena bisa sampai terjatuh dari tangga.
"Tuan, sebenarnya Nona Alena bukan jatuh karena Nyonya Faza, tapi...." Kata Bi erna dengan hati hati.
"Bibi jangan membelanya, Wanita itu memang patut di persalahkan! Karena kecerobohan nya sudah membuat putri saya terluka!"
"Maaf, tuan. Tapi saya melihat sendiri bagaimana Non Ale...."
"CUKUP, BIK!!" Dengan nada tinggi Aric menyela ucapan bi Erna. "Saya tidak mau mendengar apa apa lagi. Sekarang sebaiknya bibi bawa wanita itu pulang."
Bi Erna tak mampu bicara lagi untuk sekedar menjelaskan, yang keluar dari mulut wanita itu akhirnya hanya kata pamit untuk segera pulang kerumah.
"Nyonya, tuan meminta saya untuk membawa nyonya pulang."
Faza bangun dari duduknya, sejak tadi faza memang duduk di kursi tunggu di koridor rumah sakit.
"Bibi saja pulang, saya mau menunggu Alena disini. Saya takut jika sudah siuman Alena akan mencari saya."
"Nyonya, tuan sedang emosi. Saya takut nyonya kembali kena sasaran seperti tadi." Bi erna menggenggam tangan Faza
Faza mengusap punggung tangan bi erna seraya berkata "Bibi nggak usah khawatir, saya akan baik baik saja. Lagi pula ini tidak terlalu menyakitkan." Faza mengusap sebelah pipi nya yang tadi di tampar Aric
"Kenapa tuan bisa memperlakukan nyonya seperti ini, padahal nyonya sangat baik.."
Faza tersenyum, "Sssttt.... sudah sekarang bibi pulang saja. Saya akan tetap disini menunggu Alena." Faza tak mau membahas lebih dalam mengenai sikap Aric terhadapnya.