Aku, Ghea Ardella, hanyalah seorang gadis pecinta sastra,menulis mimpi di antara bait-bait senja,
terobsesi pada harapan yang kupanggil dream,dan pada seorang pria yang kusebut my last love.
Dia, pria asal Lampung yang tak pernah kusentuh secara nyata,hanya hadir lewat layar,namun di hatiku dia hidup seperti nyata.
Aku tak tahu,apakah cinta ini bersambut,
atau hanya berlabuh pada pelabuhan kosong.
Mungkin di sana,ia sudah menggenggam tangan wanita lain,sementara aku di sini, masih menunggu,seperti puisi yang kehilangan pembacanya.
Tapi bagiku
dia tetaplah cinta terakhir,
meski mungkin hanya akan abadi
di antara kata, kiasan,
dan sunyi yang kupeluk sendiri.
Terkadang aku bertanya pada semesta, apakah dia benar takdirku?atau hanya persinggahan yang diciptakan untuk menguji hatiku?
Ada kalanya aku merasa dia adalah jawaban,
namun di sisi lain,ada bisikan yang membuatku ragu.
is he really mine, or just a beautiful illusion?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Thalireya_virelune, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kepergian Tanpa pamitan
“Kamu kemana?
Kenapa kamu meninggalkan aku?
Aku masih di sini, menunggumu,
menanti jawaban yang tak pernah datang.
Apakah aku terlalu berharap?
Atau kamu memang tak pernah benar-benar menginginkanku?
Aku menahan luka dalam diam,
seolah pertanyaan ini hanya bergaung di dada,why did you leave me without a word?
Aku terdiam lama di dalam kamar. Suasana begitu hening, hanya terdengar detak jam dinding yang berjalan seakan mempermainkan perasaan kehilangan ini.
Dengan langkah gontai aku berdiri di depan cermin, menatap wajahku sendiri yang tampak begitu asing.
Mataku sembab, hidungku memerah, dan ada garis lelah yang tidak bisa kusembunyikan. “Apa aku tidak cukup cantik sampai dia meninggalkan aku begitu saja?” bisikku lirih, seakan bertanya pada bayangan yang terpampang di depan kaca itu.
Semakin lama aku menatap, semakin jelas bayangan keraguan menghantam diriku sendiri. “Atau mungkin… ada wanita lain di luar sana, yang jauh lebih indah dariku? Yang lebih pantas untuk disayanginya?” Pertanyaan itu terus bergema dalam kepalaku, membuat hatiku semakin hancur.
Aku menunduk, tak sanggup lagi menatap cermin. Rasa rendah diri perlahan menggerogoti keyakinanku.
“Apa aku harus secantik Dilraba agar Reza mau mencintaiku?” tanyaku pada diriku sendiri, masih menatap wajahku di cermin dengan mata yang sembab.
Entah sejak kapan aku mulai membandingkan diriku dengan sosok-sosok yang tak mungkin bisa kucapai.
Ya, namanya Alfareza. Aku suka menyebutnya Reza. Seorang pria asal Lampung yang muncul begitu saja di hidupku, tanpa pernah kuduga.
Kami bertemu pada tahun 2023, di sebuah ruang maya yang tidak pernah kusangka akan menyimpan begitu banyak cerita.
Pertemuan itu awalnya sederhana, hanya obrolan ringan yang kemudian berubah menjadi kebiasaan.
Setiap harinya aku menunggu sapaan darinya, menunggu kalimat singkat yang mampu mengubah hariku. Hingga tanpa sadar, aku menaruh hatiku padanya pada seseorang yang bahkan belum pernah kutemui secara nyata.
Terkadang aku sendiri tidak mengerti… mengapa aku bisa begitu mencintainya, padahal aku bahkan belum pernah menemuinya secara nyata. Rasanya aneh, mencintai seseorang yang hanya hadir lewat layar, seseorang yang bahkan mungkin tidak pernah benar-benar menganggapku ada.
Dan jika bicara soal sifat dan karakter nya, aku semakin sadar ,seharusnya ada banyak hal yang membuatku ragu.
Reza sering memperlakukanku seolah aku hanyalah pelarian semata. Kata-katanya, sikapnya, sering kali memaksa sesuatu yang membuatku tak nyaman. Seakan-akan perasaanku tidak pernah penting, seakan-akan aku hanyalah wadah untuk menyalurkan nafsu yang ia bungkus dengan kata-kata manis.
Di satu sisi, aku ingin percaya bahwa dia memang peduli. Tapi di sisi lain, aku terlalu sering merasa dimanfaatkan. Hati kecilku berulang kali berbisik untuk pergi, untuk berhenti. Namun entah kenapa, ada bagian dari diriku yang tetap bertahan, yang masih berharap bahwa semua ini akan berubah.
Namun kenyataannya, dia justru meninggalkanku.Semua akun media sosialku telah diblok olehnya. Semua akses yang dulu menjadi penghubung kini terputus begitu saja, seolah aku tidak pernah ada dalam hidupnya.
Aku masih mengingat jelas malam itu… malam ketika aku lengah dan menuruti kemauannya. Malam ketika aku mengira ia benar-benar menginginkanku, namun ternyata hanya memanfaatkanku. Malam itu menjadi titik balik bukan menuju kebahagiaan, tapi justru kehancuran.
Sejak saat itu, aku hanya bisa menatap layar ponselku yang kosong. Tidak ada lagi notifikasi darinya, tidak ada lagi pesan singkat yang membuatku tersenyum.
Yang tersisa hanyalah penyesalan, dan luka yang begitu dalam.
Aku merasa dipermainkan. Cinta yang kuberikan sepenuh hati, ternyata hanya dianggap permainan baginya.
Bagaimana aku tak kecewa?
Di mataku, Reza adalah cinta terakhirku. Aku sudah menutup pintu untuk semua laki-laki setelahnya,bahkan hara Wijaya ataupun Rafael .
Bagiku, tidak ada lagi yang bisa menggantikan posisinya. Namun entahlah… aku yakin aku salah. Mungkin dia memang tidak pernah mencintaiku sedikit pun.
Yang lebih menyakitkan adalah ketika aku mengetahui tentang seorang wanita bernama Dinda. Mantan kekasihnya. Aku iri padanya. Bukan karena dia masih bersama Reza, tapi karena setidaknya, Dinda pernah merasakan dicintai secara nyata. Ia pernah benar-benar menggenggam tangan Reza, merasakan kehangatan yang tak pernah kudapatkan.
Sedangkan aku?
Aku hanyalah bayangan di balik layar. Aku hanyalah nama yang tersimpan di daftar obrolan virtualnya, yang bisa ia hapus kapan saja tanpa rasa bersalah.
Tidak ada pelukan, tidak ada tatapan mata, bahkan sekadar genggaman tangan pun tak pernah kualami.
Aku mencintainya sepenuh hati, tapi yang kudapat hanyalah kehampaan.
Aku bahkan tidak tahu apakah pernah benar-benar berarti untuknya, atau aku hanya singgahan yang mudah dilupakan
Sungguh beruntung, ya, perempuan yang bisa mendapatkan hatinya, pikirku lirih.
Dalam hati. Aku membayangkan sosok wanita itu pasti cantik, memikat, dan sempurna. Mungkin wajahnya menawan, tubuhnya indah, dan hatinya bersih. Ia pasti mampu memberikan segalanya yang tidak bisa kuberikan.
Sedangkan aku?
Hanya seorang perempuan dengan segala kekurangan. Wajahku biasa saja, tubuhku kurus, dan aku sering kali merasa tidak pantas untuk dicintai. Ada kalanya aku menatap diriku sendiri dengan getir, seolah-olah bayangan di cermin hanya mempertegas betapa jauhnya aku dari kata “sempurna.”
Yang paling menyakitkan adalah kenyataan bahwa aku tidak lagi sepenuhnya suci.
Luka yang pernah kubiarkan terjadi dalam hidupku membuatku merasa semakin hina. Seolah-olah semua itu menjadi alasan yang membenarkan mengapa ia pergi meninggalkanku tanpa kata.
“Apa aku sebegitu tidak berharganya di matanya, ya Tuhan?” bisikku pelan, hampir tak terdengar di antara isak tangisku. Malam itu menjadi saksi betapa hancurnya aku setelah semua yang kuberikan.
Aku sudah menyerahkan segalanya. Hatiku, waktuku, bahkan bagian dari diriku yang tak pernah kubayangkan akan kubagi pada seseorang yang bahkan belum pernah benar-benar memelukku di dunia nyata. Aku percaya padanya, sepenuhnya. Dan apa balasannya? Ia pergi tanpa kata, tanpa pamit, meninggalkanku begitu saja seakan aku tak pernah ada.
Rasa yang seharusnya indah, berubah jadi luka yang begitu dalam. Kadang aku bertanya, apa aku terlalu naif? Atau memang aku hanya terlalu mudah percaya?
Mungkin ini semua memang salahku bukanlah salahnya,aku saja yang terlalu percaya diri. Terlalu berharap pada sesuatu yang seharusnya tak pernah kuimpikan. Mana mungkin pria seperti Reza, yang pernah memiliki mantan secantik Dinda, bisa jatuh cinta padaku?
Aku hanya gadis kampung biasa. Tidak ada keistimewaan dalam diriku. Wajahku bukanlah wajah yang akan membuat orang terpikat dalam sekali pandang, tubuhku pun jauh dari kata sempurna. Bahkan sering kali aku merasa tidak pantas disandingkan dengan bayangan wanita-wanita yang pernah singgah di hidupnya.
Lalu, apa alasan dia harus mencintaiku? Tidak ada. Aku hanya terlalu naif, terlalu buta oleh perasaan yang kuberi nama cinta.
Nyatanya, sejak awal aku hanyalah pilihan yang mudah dilupakan, bukan seseorang yang benar-benar ingin ia perjuangkan.
Dan kesadaran itu menghantamku begitu keras, membuatku terpuruk lebih dalam. Karena mencintai dengan sepenuh hati ternyata tidak selalu cukup untuk membuat seseorang bertahan.
Aku tidak modis. Aku juga tidak cantik. Bahkan aku tidak pandai merawat diri. Rasanya, aku berbeda jauh dari wanita-wanita yang pernah ia temui. Wanita-wanita yang tahu bagaimana menampilkan dirinya dengan anggun, yang tahu bagaimana memikat lelaki dengan cara yang sederhana tapi mematikan.
Sedangkan aku? Aku hanyalah gadis biasa, polos, dan sering kali tidak tahu bagaimana harus bersikap. Aku tidak punya kecantikan yang bisa dibanggakan, tidak punya pesona yang bisa menahan langkah seorang pria untuk tetap tinggal.
Apalagi dia… Reza. Seorang pria asal Pringsewu. Aku yakin di sana banyak sekali perempuan cantik yang jauh lebih menarik daripada aku. Perempuan dengan wajah yang mempesona, tubuh yang menawan, dan kepercayaan diri yang tinggi. Perempuan yang mampu membuat Reza betah dan mungkin tak pernah berpikir untuk meninggalkan.
Sementara aku?
Aku bahkan tidak tahu apakah pernah benar-benar berarti baginya. Atau mungkin, aku hanya menjadi satu dari sekian banyak nama yang lewat di hidupnya nama yang mudah ia lupakan setelah bosan.
Entahlah… aku lelah.
Lelah berpikir, lelah berharap, lelah mencari alasan yang tak pernah kutemukan.
Semua ini membuat kepalaku penuh, hatiku sesak, dan aku hanya bisa terjebak dalam lingkaran tanya yang tak pernah terjawab.
Kadang aku berkata pada diriku sendiri.
"mungkin aku harus sadar diri. Mungkin aku harus berhenti, sebelum luka ini semakin dalam"
Tapi bagaimana caranya? Bagaimana aku bisa berpaling, jika aku sudah terlanjur mencintainya?