Cewek naif itu sudah mati!
Pernah mencintai orang yang salah? Nainara tahu betul rasanya.
Kematian membuka matanya, cinta bisa berwajah iblis.
Namun takdir memberinya kesempatan kedua, kembali ke sepuluh tahun lalu.
Kali ini, ia tak akan menjadi gadis polos lagi. Ia akan menjadi Naina yang kuat, cerdas, dan mampu menulis ulang akhir hidupnya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HaluBerkarya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 3 Beda level!
Angin pagi menyapu wajah Nainara sepanjang perjalanan dengan motor Nathan. Gadis itu hanya bisa menggerutu pelan, menyesali keputusannya naik motor. Rambutnya yang tadi sempat dia rapikan sekilas, kini berantakkan lagi di terpa angin.
Memasuki gerbang SMA Cakrabuana, telat sedikit saja, Motor Nathan nyaris tak bisa masuk.
“Tuh kan kak, andai tadi pakai mobil, kita belum sampai tau!” ujar Nathan tersenyum sombong. Nainara hanya mendengus kesal, merapikan rambutnya kembali. Di depan sana, suara ramai para siswa-siswi menyambut. Beberapa melambaikan tangan ke arah Nathan, seolah kedatangannya menjadi pusat perhatian.
“Serius deh, kalau ini hari pertamaku sekolah lagi, kenapa rasanya kayak mimpi buruk?” guman Naina pelan sebelum kakinya menapak di halaman sekolah untuk pertama kalinya setelah.... Kembali muda.
Nainara menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri. Di sekelilingnya, kerumunan siswa bergerak cepat, beberapa sibuk ngobrol, beberapa lagi menatapnya dengan penasaran. Dia merasa seperti orang asing yang tiba-tiba dilempar ke dunia yang familiar tapi berbeda.
“Nainaaaaa, sayang....” suara riang memanggil namanya dari belakang. Zora Eveline, sahabatnya berlari kecil, memeluk punggung Nainara dengan semangat, “Hei-hei, kamu telat banget, sayang. Mana adeknya datang-datang buat heboh orang-orang. Bisa nggak kamu bilang ke dia untuk kurangin kadar gantengnya? Sumpah ya, tuh bocah buat jantung orang mompa cepat tiap hari, gilaaaa!” seru Zora, bisa di bilang dia salah satu penggemar berat Nathan.
Nainara menelan ludah, napasnya terasa tercekat. Matanya tak lepas dari Zora, sahabatnya yang ceria itu. Bayangan masa lalu—atau mungkin bisa di bilang masa depan tiba-tiba muncul di pikirannya, dimana Zora yang jatuh dari lantai lima sekolah saat hari kelulusan mereka, suara gemuruh yang membuat tubuhnya menegang, serta rasa takut yang membekas begitu nyata pagi ini.
Zora mengernyit, menyadari tatapan Nainara yang berbeda, “Eh… Naina? Kamu kenapa? Kamu terlihat… aneh,” gumamnya, ragu-ragu.
"Zora..." panggil Naina pelan, matanya berkaca-kaca, lalu tanpa ragu dia membawa tubuh Zora ke dalam pelukannya. Erat, seolah waktu berhenti, membawa keheningan dan rasa aneh yang tergambar jelas dari wajah Zora.
"Kamu kenapa sih, sakit? tapi gak panas kok," tangan Zora nempel di kening Naina, memastikan gadis itu sakit atau tidak.
"Ihhh, aku baik-baik saja ya!"
"Lagian datang-datang peluk, mana mau nangis lagi. Kenapa? kangen ya sama sahabat cantik ini? ya wajar sih, wajah aku kan mampu buat orang kangen, eaaa." Zora terkekeh pelan, "Lagian kamu seperti orang gak waras, tumben meluk," sambungnya lagi, kemudian menarik tangan Naina, "Masuk kelas, yuk!"
Naina hanya mengangguk cepat, langkah kakinya pelan namun pasti, sambil merasakan keramaian murid-murid yang membuat udara terasa hidup di dalam ruangan itu. Kelas XII A, merupakan kelas unggulan dengan kumpulan siswa prestasi di dalamnya. Gadis itu menghela nafas kasar, lalu tersenyum tipis.
"Selamat pagi, gaes!" heboh Zora.
Naina berjalan menuju kursinya, melewati sebuah meja yang begitu menarik perhatiannya. Sosok objek yang duduk tepat di kursi depannya tampak berbeda. Seorang cowok berkacamata tebal, tapi di balik itu dapat Naina pastikan ada mata indah yang tersembunyi begitu memikat. Nainara terdiam sesaat, Dalam kehidupan sebelumnya, aku kok gak pernah lihat orang ini ya? apa dia murid baru atau memang aku buta selama ini? batin Naina penasaran.
setelah berdiri cukup lama, Naina tidak berani menegur, hingga— "Eh.." pekiknya saat tiba-tiba pria itu sudah berdiri menyejajari tingginya dengan Naina, menatap langsung.
'Ya Tuhan, mata ini..... indah!' Menelan ludahnya kasar, Naina tidak berkedip sama sekali.
pletak!
"Kenapa?" tanya cowok itu datar. Naina menarik nafas sejenak, berusaha menetralkan kegugupannya karena tertangkap basah memandang cowok tersebut.
"A-aku.. gak apa-apa, hanya mau duduk," jawabnya sok cool. pria itu hanya mengangguk, kemudian kembali duduk dengan gayanya yang tenang, fokusnya ke buku pelajaran mencerminkan pria pintar.
.
.
Saat jam istirahat, tidak sedikit siswa dan siswi yang berbondong ke kantin. Tidak ketinggalan Naina dan sahabatnya Zora.Mereka berdua seperti biasa duduk di meja kantin paling pojok. Kehebohan kembali terdengar saat sang idola, Aaron Wiranda, masuk area kantin.
Zora menatap Naina sekilas, tatapan aneh sekaligus penasaran.
"Kenapa kamu natap aku?" tanya Naina cuek.
Zora membulatkan matanya, kemudian berkedip berkali-kali, "serius hanya itu kalimatmu, Naina? biasanya kan—"
"Biasanya apa? aku harus pergi ke meja dia gitu?" ketus Nainara dan langsung di angguki oleh Zora, karena biasanya ini yang terjadi setiap di kantin.
"Dih, ogah!"
"Eh.." tentu saja besar sekali rasa heran dan banyak pertanyaan yang muncul dalam benak Zora sekarang tentang perubahan kecil dari sahabatnya, tapi entahlah, bukankah begini lebih baik?
"Sayang, kamu tidak sedang kesurupan kan?"
"Apasih Zora, aku masih waras ya!" tegas Naina nyaris berteriak, tapi setelah itu terdiam menunggu saat melihat beberapa orang membawa beberapa Tupperware ke tempat duduknya.
"Ini makanan yang di pesan dari restoran Italy, Nona," berbagai makanan terhidang di atas meja tempat mereka berdua duduk. Bukan kali pertama, Nainara ke kantin hanya mencari keramaian, sementara makanan yang dia makan itu di pesan dari restoran tiap harinya. Dan biasanya makanan sebanyak ini dia pesan u tuk orang spesial, Aaron Wiranda, tapi kali ini..
"Dia tidak menghargai ibu kantin, selalu pesan makanan dari luar!" bisik-bisik orang yang terdengar penuh cemooh.
"Iya, orang kaya mah bebas,"
"Nggak menghargai orang lain!" jelas kalimat seperti itu menjadi makananya setiap hari. Dan seperti biasa, Nainara bodoh amat.
"Naina, sudah aku bilang kalau aku gak pernah mau menyentuh makanan yang kamu pesan, paham kan?!" Aaron menghampiri meja Naina, berbicara dengan nada tinggi, membuat perhatian beberapa orang beralih ke sana.
"Capernya berlebihan, di kira Aaron bakalan suka kalau dia begitu," tambah Raka-teman Aaron.
"Kamu tuh begini sama saja ngerendahin aku, tau! Dan ingat, aku punya harga diri sebagai cowok, Naina! aku tidak akan menyentuh makanan ini, jadi stop dengan tingkah gila kamu ini!" teriak Aaron lagi dan lagi. Naina hanya berdiam, tidak menjawab seperti biasanya. Hingga saat Aaron sudah tak bersura, gadis itu berdiri sembari menggerbak meja kasar.
"Percaya diri sekali, siapa juga yang mau memberi makanan ini kepada kamu, hmmm? emang orang miskin pantas makan makanan semahal ini? najis, beda level!" Jawab Naina tanpa ragu, tegas dan pasti.
"Ka-kamu!"
"Kenapa, tidak terima? tapi aku bicara fakta loh," dia tersenyum tipis. Melirik sekitar dan memastikan reaksi orang-orang, tentu saja kaget dan tidak percaya, kali pertama Naina menjawab Aaron seperti itu.
"Hahahahha, aku tau trik kamu Naina. Kenapa, mau main tarik ulur? coba saja, aku tidak akan pernah melihat ke arahmu sekalipun seribu cara kamu lakukan," Wajah Aaron terlihat songong, dia tertawa sinis, menertawakan cara Naina yang begitu berusaha keras untuk menarik perhatiannya.
"Cowok gila!" tak lagi menghiraukan Aaron, Naina mengambil sebagian makanan yang ada di atas meja, lalu membawanya ke meja lain, "Kamu belum pesan kan? mau ini gak?" cowok tadi yang duduk tepat di depan mejanya di kelas.
Cowok itu tak menjawab, tidak juga melarang Naina. Dia hanya duduk tenang seolah di kantin itu tak ada kericuhan.
"Naina, buang gak makanannya!" teriak Aaron kesal.
"Siapa kamu berani nyuruh aku? emang punya uang untuk mengganti makanannya nanti kalau di buang?"
"Pokoknya harus di buang, masa kamu kasih ke cowok miskin itu!"
"Miskin teriak miskin, dih dasar cowok gila!" gerutu Zora yang masih bisa di dengar oleh Aaron Dan teman-teman lainnya.
"Terimakasih, aku makan!" cowok itu menarik makanan tersebut mendekat, lalu memakannya habis. Nainara melongo melihat hal itu, tak lama senyum tipis tersungging dari bibirnya.
"Kakak...." Nathan dengan pakaian olahraga serta bola basket di bawanya masuk ke dalam kantin, mendekat ke arah Nainara.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...