Aditya patah hati berat sebab Claudia—kekasihnya— memilih untuk menikah dengan pria lain, ia lantas ditawari ibunya untuk menikah dengan perempuan muda anak dari bi Ijah, mantan pembantunya.
Ternyata, Nadia bukan gadis desa biasa seperti yang dia bayangkan sebelumnya. Sayangnya, perempuan itu ternyata sudah dilamar oleh pria lain lebih dulu.
Bagaimana kisah mereka? Ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon De Shandivara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1. Kacau
Matanya menatap nanar pada sebuah surat undangan yang dipegangnya di tangan. Tertulis dengan jelas nama seseorang yang tidak asing dan sebuah foto prawedding seorang pria dan wanita yang menambah keyakinannya jika wanita di depannya itu bukan sedang membuat prank, itu bukan surat undangan bohongan.
“Apa maksudnya ini, Clau?” tanya Aditya mempertanyakan apa maksud surat undangan pernikahan yang terpampang foto wanita itu, tetapi bukan dengan dirinya.
Claudia, wanita berparas cantik dan berkulit terang itu mengembuskan napas panjang. Dia menunduk, meletakkan tas tangan bermerek Hermes itu ke dari meja ke pangkuannya.
“Maaf, Dit. Tapi, aku akan menikah dengan pria lain. Pria pilihan orang tuaku,” jelas si wanita dengan suara lirih dan halus, tetapi berhasil membombardir hati Aditya sampai hancur berkeping-keping.
Langit yang terang menjadi buram seketika sebab dia tidak bisa menampung air mata yang menggenang di pelupuk matanya. Pertemuan siang hari ini benar-benar di luar dugaannya. Rasanya seperti tersambar petir di siang bolong.
Tangannya terbuka lebar, punggungnya dia hempaskan ke sandaran kursi restauran itu. Ia masih tidak habis pikir.
“Tapi, kenapa, Beib? Kamu tahu aku janji akan nikahin kamu akhir tahun ini, aku lagi usaha menuhin permintaan ayahmu.”
Dia benar-benar dibuat lemas, untuk menuju akhir tahun, itu hanya terhitung beberapa buan lagi, tidak lama dan permintaan mas kawin dengan sebuah hunian mewah di perumahan elit ibu kota, sudah hampir terpenuhi.
Aditya sudah optimis bisa menikahi wanita cantik itu, dan syarat hampir bisa terpenuhi bahkan sebelum akhir tahun sesuai jatuh tempo kesepakatan waktunya. Namun, apa yang terjadi sekarang?
Claudia dan keluarganya yang mengkhianati waktu yang telah disepakati bersama.
Sebenarnya Aditya bisa saja meninggalkan perempuan itu dan dengan mudah mencari perempuan yang lain untuk dinikahi, tetapi Claudia di matanya berbeda, dia spesial.
Claudia bukan hanya cantik secara rupa dan idaman semua pria, tetapi dia wanita modern yang pintar, dan hanya dia wanita yang sudah ia kencani paling lama sejak masa SMA.
Namun, takdir seakan membawa mereka kepada kesenjangan sosial yang tercipta, ternyata Claudia anak orang kaya raya dan Aditya hanya pria biasa yang sedang merintis karirnya.
“Aku tidak bisa menolak permintaan papa, Adit. Papa sudah tidak sabar melihat aku menikah.”
Aditya tersenyum kecut. “Ck. Kamu kan bisa kasih pengertian biar papamu paham, itu gak lama lagi, Clau. Kamu bisa lihat sendiri kan bagaimana perjuanganku selama ini?”
Namun, Claudia tetap menggeleng. “Sudah terlalu lama, Adit, ini hampir tiga tahun.”
“Ya, bagaimana. Kamu mintanya penthouse buat mas kawin, kamu tahu pekerjaanku apa?”
Claudia tetap diam, seperti tidak berniat memberikan toleransi waktu untuk pria itu mewujudkan permintaannya.
Begitu pula surat undangan yang sudah tersebar luas. Tidak ada yang bisa dilakukannya selain meminta maaf kepada kekasihnya, Aditya.
“Siapa pria yang kamu nikahi ini, Clau?” tanya Aditya. Dia mengira, tidak akan mungkin mereka mengkhianati janji jika pria yang datang tidak lebih baik dari dirinya.
Aditya yakin, pasti pria itu lebih kaya dari dirinya.
“Leon,” jawab Claudia singkat.
“Leon siapa?” tetapi Aditya bukan cuma ingin tahu nama, tetapi siapa orang ini secara latar belakang sudah pasti dia bukan orang biasa lebih di bawah dirinya.
“Anak pemilik residen Almaura Penthouse.”
Duar.
Jelas, Aditya hanya bisa menyandarkan punggungnya di kursi restauran itu. Ini bukan khayalan, tak mungkin Claudia menolak pernikahan dengan pria–anak pemilik residen penthouse yang dia minta Aditya membelikan salah satu unitnya.
.
.
“Ibu, atas nama hotel ini. Saya maaf, ini staf kami sedang mencoba memperbaiki saluran airnya,” ucapnya selaku manager di tepatnya bekerja yang harus turun tangan atas laporan dari stafnya karena terdapat tamu yang marah-marah atas kendala di kamar sewanya.
“Sedang diperbaiki bagaimana? Mana?! Gak ada progres?! 30 menit saya menunggu!” sergah ibu itu marah-marah sampai urat hijau di leher menegang.
“Ya, sabar, dong. Namanya juga lagi usaha, Bu!” timpalnya dengan nada emosi tanpa sengaja.
Semua mata menatap aneh pada Aditya, sikap seorang manajer hotel yang biasanya ramah dan hospitality yang prima, hari ini terlihat lebih tidak sabar dan bahasa yang digunakan tidak sesopan biasanya saat ada komplain dari tamu hotel yang kurang puas pada pelayanan hotelnya.
Namun, dia segera sadar jika saat ini dirinya sedang bekerja bukan sedang di pasar yang berisi ibu-ibu berisik dan suka menawar sampai marah-marah.
“Maaf, maksud saya, mohon Nyonya bisa tunggu sebentar selagi saluran air diperbaiki. Jika Anda berkenan, saya akan mengganti kamar Anda ke suite president room sebagai bentuk ganti rugi.”
“Benar, ini? Gak ada tambahan biaya sewa? Saya tinggal lama lho di sini, seminggu.”
Aditya mengiyakan dengan senyum terlebarnya. Untuk kesalahannya dalam bersikap barusan, dia merasa harus melakukan ini untuk memperbaiki citra perusahaan.
Mengganti kamar tamu dari kamar biasa menjadi suite president alias kamar dengan fasilitas utama yang selisih harganya sangat berbeda jauh.
“Namun, berlaku sampai kamar ibu ini selesai diperbaiki,” jelas Aditya.
“Okey! Deal!”
Hari ini ia merasa kacau. Ditinggal nikah, lalu bertemu dengan ibu-ibu rumil yang membuat gaduh lobby hotel membuat kondisi hatinya semakin kacau dan berimbas pada kekurang profesionalan dalam bekerja.
Sebelumnya tidak pernah begitu, tetapi kali ini kondisinya sangat tidak memungkinkan dia bisa bersikap baik-bak saja sebab impian menikahi kekasihnya kandas yang seharusnya akan di lakukan pada akhir tahun ini, tapi pernikahan impian itu kini tinggal khayalan belaka.
Ia terlalu patah hati untuk menebar senyum pada tamu hotelnya.
----
semangat /Determined/
ayuk Up lagiih hehee
aditi Aditia kocak beud masak masih amatiran