Viola merasa di tipu dan dikhianati oleh pria yang sangat dicintainya. Menyuruh Viola kuliah hingga keluar negeri hanyalah alibi saja untuk menjauhkan Viola dari pria itu karena tidak suka terus di ikuti oleh Viola.
Hingga 8 tahun kemudian Viola kembali untuk menagih janji, tapi ternyata Pria itu sudah menikah dengan wanita lain.
"Aku bersumpah atas namamu, Erland Sebastian. Kalian berdua tidak akan pernah bahagia dalam pernikahan kalian tanpa hadirnya seorang anak"
~ Viola ~
Benar saja setelah 3 tahun menikah, Erland belum juga di berikan momongan.
"Mau apa lo kesini??" ~ Viola ~
"Aku mau minta anak dari kamu" ~ Erland ~
Apa yang akan terjadi selanjutnya pada Viola yang sudah amat membenci Erland??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
1. Tamu tak di undang
Seorang wanita yang sudah bisa di bilang sangat dewasa masih fokus menatap layar komputernya meski jam kerjanya sudah selesai. Sesekali dia menaikkan kacamatanya yang sedikit turun dari pangkal hidungnya. Kacamata dengan bingkai yang kekinian semakin mempercantik penampilan wanita itu.
Wanita yang hanya fokus pada pekerjaannya itu tidak peduli apapun yang berada di sekitarnya selain membantu pasiennya untuk sembuh dari penyakitnya.
Ya, wanita itu adalah seorang Dokter spesialis kulit lulusan dari salah satu universitas di negeri ginseng. Sebuah negara yang terkenal akan ilmu spesialis kulit dan bedah plastiknya.
Saat ini wanita ini pun masih berada di negara itu untuk mengabdi pada klinik yang di telah dirintisnya dari nol itu.
Dialah Viola, putri bungsu dari pasangan konglomerat Indonesia namun memilih jalan hidupnya sendiri tanpa campur tangan kedua orang tuanya.
"Dokter, ada yang ingin bertemu"
Seorang wanita berpakaian senada dengan milik Viola, ciri khas dari kliniknya, namun bedanya wanita itu tidak memakai jas putih seperti milik Viola.
"Siapa Beca?? Bukanya pasiennya sudah habis ya??"
Wanita bernama Beca tadi tak menjawab, namun sedikit menyingkir dari pintu karena desakan dari seseorang yang ingin masuk ke dalam ruangan Viola.
Tidak ada raut terkejut sama sekali dari wajah Viola. Hanya tatapan datar dan tak bersahabat mendapati tamu tak di undang itu berada dalam ruangannya. Viola melepas kacamatanya agar tidak ada penghalang satupun untuk menatap pria itu dengan jelas.
Beca yang tau suasana dalam ruangan itu tidak kondusif, lebih memilih keluar dan menutup pintu ruangan bertuliskan dokter spesialis kulit itu.
"Mau apa lo kesini??" Tatapan permusuhan jelas terlihat dari mata Viola.
Orang yang pernah menjadi pusat dunia Viola itu hanya berdiri dengan senyum miringnya. Menatap wanita yang sudah tiga tahun tidak ditemuinya itu.
"Aku ingin minta anak dari kamu"
Jawabnya dengan santai tanpa beban dan rasa bersalah sekalipun.
"Cihh...gue nggak sudi!!" Viola membuang wajahnya jengah menatap pria yang semakin bertambah umur semakin matang itu.
Pria itu menarik kursi di depan meja Viola, mendudukkan tubuhnya yang tinggi itu tepat di depan Viola.
"Sopan sedikit kalau bicara sama suami!!" Tekan pria itu pada Viola yang ternyata adalah istrinya sendiri.
"Gue nggak pernah setuju nikah sama lo!!" Balas Viola dengan sengit. Seperti tak ada lagi kata damai dalam setiap kata dan tatapannya itu. Penuh kebencian, muak, dan sakit hati semuanya menjadi satu.
"Jangan munafik kamu Vi, nggak ingat siapa yang buat kamu akhirnya bertahan bertahun-tahun di negara ini??" Pria itu tersenyum penuh kemenangan melihat Viola yang diam tanpa tanggapan.
TIGA BELAS TAHUN YANG LALU...
"Apa sih yang buat Abang nggak percaya sama cinta Vio??"
Gadis berusia 17 tahun itu terus meyakinkan pria yang menjadi pujaan hatinya. Sahabat dari Kakaknya sendiri, Erland Sebastian.
"Abang bukan nggak percaya Vio, tapi Abang benar-benar nggak bisa sama kamu"
Sudah berkali-kali pula Erland menolak pernyataan cinta dari Viola. Tapi gadis itu sama sekali tak peduli, dia terus saja menjadi anak itik yang ikut kemana saja induknya pergi.
"Tapi apa alasannya bang?? Kalau maslah umur kita yang berjarak 5 tahun itu nggak ada salahnya kan Bang?? Atau karena Abang sahabat Bang Vino, kalau masalah itu Abang tenang aja. Vio yang bakal ngomong sama Bang Vino. Ya??" Tak ada rasa malu lagi pada diri Viola untuk terus membujuk Erland agar mau menerima cintanya.
"Bukan itu Vio" Erland sudah jengah dengan sikap Vio selama ini. Gadis kecil yang bebal dan tak malu mengutarakan perasaannya dengan gamblang. Erland juga bingung harus dengan apalagi dia mencoba untuk membuat Vio menjauh darinya.
Sedangkan Erland sendiri memang tidak pernah ada perasaan apapun pada Vio selain menganggapnya seperti adiknya sendiri, karena Vio adalah sahabat Endah, adik kandungnya.
"Lalu apa, katakan!! Biar Vio tau apa yang Abang nggak suka dari Vio" Seandainya di taman itu tidak ada orang pasti Erland sudah meneriaki gadis kecil itu.
"Oke akan aku jelaskan. Tapi jangan pernah sakit hati dengan yang akan aku katakan, karena sudah ku peringati dengan cara yang lebih halus tapi kamu begitu keras kepala" Vio mengangguk setuju.
"Kamu tau sendiri Vio, status sosial kita jelas berbeda. Aku hanyalah anak dari pegawai Papi mu. Aku hidup sebagai tulang punggung keluarga sejak meninggalnya Ayah. Aku masih punya dua adik yang menjadi tanggung jawabku. Aku masih harus mengejar cita-citaku. Membanggakan ibuku, membiayai adik-adikku hingga lulus kuliah. Jujur aku belum memikirkan untuk menjalin hubungan dengan wanita. Tapi jika itu memang harus, aku kana memilih wanita yang mandiri, pekerja keras, tidak kekanakan seperti mu. Sementara dirimu hanyalah gadis manja yang terus mengandalkan uang keluargamu yang kaya raya. Aku tidak suka itu Vio. Aku ingin wanita yang mengimbangi ku. Jadi tolong mengertilah itu. Lagipula aku yakin kata cinta yang selalu kamu ucapkan itu tidaklah serius Vio, itu hanya cinta anak remaja SMA saja"
Untuk masalah Erland menjadi tulang punggung keluarganya Vio sama sekali tidak masalah. Tapi kalimat akhir dari Erland itu mampu meluluhlantahkan perasaan Vio saat itu juga. Hancur rasanya mengetahui jika dirinya sama sekali tidak termasuk kriteria wanita yang disukai oleh Erland.
"Tapi Bang, Vio bisa berubah. Vio bisa menjadi wanita yang Abang inginkan. Vio akan bekerja sendiri untuk membuktikan kalau Vio pantas untuk Abang. Jadi beri Vio kesempatan Bang. Vio juga yakin kalau cinta Vio ini bukan cinta main-main"
Erland salah, kata-kata menyakitkan darinya ternyata tidak mampu mematahkan keyakinan Vio pada dirinya. Gadis cantik itu justru semakin gencar membujuk Erland.
"Dengan apa kamu membuktikannya??" Kali ini Erland menatap Vio begitu dalam tang membuat gadis yang baru saja lulus SMA itu gelagapan.
"A-aku akan..."
"Aku dengar dari Endah katanya kamu dapat beasiswa ke korea kan??" Potong Erland karena Vio tak mampu menjawab pertanyaannya.
"Iya Bang" Jawab Vio dengan mata berbinar. Dia ingin menunjukkan kalau di balik sifatnya yang kekanakan itu, otaknya termasuk encer.
"Buktikan dengan itu!!" Suara Erland yang tegas membuat Vio melongo menatap pria tampan pekerja keras itu.
"Hah??" Vio tak mengerti.
"Berangkatlah ke sana. Timba ilmu sebanyak-banyaknya. Buktikan kalau kamu bisa mandiri tanpa bantuan orang tua kamu sama sekali. Buktikan kalau kamu memang layak menjadi pendampingku yang bisa mengimbangi ku"
"Apa setelah itu Abang mau menerima cintaku??" Tatap Vio dengan mata bersinarnya.
"Tergantung" Jawaban ambigu dari Erland.
"Baiklah Vio akan mengambil beasiswa itu. Asalkan setelah Vio kembali, Abang harus menikahi Vio. Bagaimana??" Tawar Vio dengan cerdik.
Erland tampak berpikir tapi kemudian dia mengangguk setuju.
"Tapi ada syaratnya" Harapan yang baru saja membuat Vio terbang melayang kini harus berhenti di awang-awang karena Erland memberikan syarat yang artinya Vio belum berhasil mendapatkan Erland sepenuhnya.
"Apa Bang, katakan!!" Desak Vio sudah tak sabar.
"Selama kamu di sana jangan pernah menghubungiku atau mencari tau tentang ku. Mari sama-sama kita uji diri kita masing-masing. Saling meyakinkan hati. Setelah kamu bisa sukses di sana dan berdiri dengan kakimu sendiri tanpa bantuan Vino atau kedua orang tuamu, kembalilah. Aku akan tepati janjiku. Asalkan dalam hati kamu masih ada namaku"
Vio terkejut dengan syarat yang amat berat dari Erland itu. Tapi hadiah yang di janjikan teramat menggiurkan untuk Vio. Tibalah di saat Vio dalam fase kebingungan saat ini.
"Bagaimana?? Setuju??"
Vio memainkan kuku jarinya, masih bingung dengan apa yang akan dia ambil. Tawaran itu begitu menggiurkan, terlebih menikah dengan Erland. Tapi apa Vio sanggup berpisah begitu lama dari Erland tanpa boleh menghubunginya sama sekali.
"Kamu tidak sanggup?? Ya sudah ka..."
"Sanggup, Vio sanggup Bang" Vio melihat senyuman miring dari Erland tapi Vio belum.bisa mengartikan arti dari senyuman itu.
"Anak pintar" Erland menepuk umbu-umbun Vio dengan pelan.
"Tapi apa jaminannya Abang benar-benar akan menikahi Vio saat Vio kembali nanti. Minimal harus ada yang mengikat kita berdua agar Vio bisa tenang saat jauh dari Abang"
Erland tidak berpikir jika gadis kecil di hadapannya itu begitu cerdik. Erland berpikir beberapa detik tentang apa yang akan membuat Vio puas dengan permintaannya itu. Hingga Erland melirik tangannya yang sebelah kiri. Sebuah gelang kepang dari tali berwarna merah.
Vio melihat Erland melepas gelang yang sudah Vio lihat sejak berkenalan pertama kali dengan Erland.
Vio belum tau apa yang akan di lakukan Erland pada gelang itu. Erland menarik tangan kiri Vio dan memasangkan gelang yang sudah di lepas kepangannya itu pada jari manis Vio. Melingkarinya beberapa kali hingga tali itu berubah menjadi bentuk cincin. Tak lupa Erland mengikat pada ujung talinya.
"Anggap saja itu cincin dariku. Anggap saja cincin pertunangan kita. Aku akan menggantinya saat kamu sudah membuktikan semuanya kepada ku"
Senyum sumringah keluar dari bibir Vio. Seolah gelang tali yang berubah fungsi jadi cincin ala-ala itu adalah cincin sungguhan.
"Pasti Bang, Vio pasti akan buktikan sama Abang" Tatapan berbinar itu berubah menjadi tatapan penuh haru. Akhirnya setelah tiga tahun mengejar Erland Kakak dari Endah sahabatnya, dan juga sahabat dari Abangnya sendiri, Vio bisa mendapatkan pria yang pintar dan begitu mandiri itu.
-
-
"Bagaimana, sudah ingat kamu??" Lagi-lagi senyuman miring itu membuat Vio muak.
"Itu dulu, sekarang udah beda!!" Vio yang dulu selalu lembut pada Erland kini sudah berubah menjadi Vio si wanita red flag.
"Oh ya?? Tapi biar bagaimanapun, kamu tetap istriku Vio. Tujuanku datang kesini tentu saja untuk menjemputmu pulang. Karena aku ingin anak darimu"
Vio tertawa terbahak-bahak mendengar permintaan Erland padanya itu.
"Apa istri lo nggak bisa hamil sampai lo minta anak dari gue?? Berarti kutukan gue beneran berhasil dong??"
Wajah Erland yang tadinya berusaha tenang menghadapi wanita yang sikapnya berubah drastis itu kini mulai menahan gemuruh dalam dadanya.
To be continued....
-
-
-
-
-
Hay readers.. Ketemu lagi di novel baru otor...
Kali ini nggak jauh-jauh dari yang namanya bucin-bucin ya..
Jadi minta dukungan yang banyak untuk novel kali ini..
Tapi maaf kalau ada yang nggak suka sama karakter masing-masing tokohnya, karena semua gang ada di dalam sini adalah murni imaginasi belaka yang jauh dari kata kehidupan nyata... Hehe
Selamat membaca...
bisa....bisa ...
emansipasi wanita anggap aja😁😁
mana bisa keguguran hamil juga ngga....