NovelToon NovelToon
Bunga Kering Vs. Narsistik Gila

Bunga Kering Vs. Narsistik Gila

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Pembaca Pikiran / Pelakor jahat
Popularitas:804
Nilai: 5
Nama Author: Tri Harjanti

Jarang merasakan sentuhan kasih sayang dari suami yang diandalkan, membuat Mala mulai menyadari ada yang tidak beres dengan pernikahannya. Perselingkuhan, penghinaan, dan pernah berada di tepi jurang kematian membuat Mala sadar bahwa selama ini dia bucin tolol. Lambat laun Mala berusaha melepas ketergantungannya pada suami.
Sayangnya melepas ikatan dengan suami NPD tidak semudah membalik telapak tangan. Ada banyak konflik dan drama yang harus dihadapi. Walaupun tertatih, Mala si wanita tangguh berusaha meramu kembali kekuatan mental yang hancur berkeping-keping.
Tidak percaya lagi pada cinta dan muak dengan lelaki, tetapi jauh di dasar hatinya masih mengharapkan ada cinta tulus yang kelak melindungi dan menghargai keberadaannya di dunia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tri Harjanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Salah Setan

“Nih, Mah! Untuk seminggu, cukupkan?!” ucap Bram sembari melempar lima lembar uang berwarna biru senilai lima puluh ribu rupiah.

Mala menatap nanar uang di atas meja. Perih merambati dada. Melihat Mala yang terdiam, Bram menunjukkan ketidaksukaan.

“Apa lagi?? kurang??” Matanya melotot, urat merah bagai cacing kepanasan yang ingin keluar dari mata Bram. Kebencian terpancar dari pandangannya ke arah Mala.

Sedikit bergidik sebab bersamaan dengan itu perut Mala seakan ada yang bergerak, dada terasa sesak, ada denyar ketakutan yang Mala tidak pahami ketika menatap kedua mata Bram. Untuk itu pandangan Mala beralih ke arah bahu Bram. Menyipitkan mata dan menemukan ada sesuatu yang tak biasa di sana.

Tangan Mala mengulur, mengambil sesuatu dari kaos hitam Bram di bagian bahu. Sebuah rambut panjang. Denyar halus kembali menyeruak.

“Rambut siapa ini?” tanya Mala datar, tangannya menunjukkan sehelai rambut panjang berwarna tidak hitam depan mata Bram. Rambut sangat panjang, jelas bukan milik Mala yang berpotongan rambut pendek.

Mata Bram ikut jeli melihat. Mimik mukanya campur aduk seolah menunggu respons otaknya memerintahkan mulut meluncurkan sebaris kalimat penenang.

“Punya anak-anak kali!” jawab Bram sekenanya.

“Anak-anak kita tak ada yang mewarnai rambutnya, ini seperti pirang,” ucap Mala masih dengan ketenangannya sambil mengamati sehelai rambut itu saksama.

“Akh, sudahlah … rambut Mbak Kunti kali! Beberapa malam lalu, aku dengar ada suara menangis, aku naik ke atas jemuran baju … arahnya dari pohon melinjo di belakang rumah.”

Huft, kali ini dia melemparkan kesalahan pada Mbak Kunti, gumam Mala dalam hati. Sama sekali tak ada relevansinya.

“Oh, iya ya Pah … Mbak Kunti berambut pirang kali, ya?” ujar Mala meledek. Dilemparkan rambut sehelai itu ke dada Bram kemudian berbalik fokus meneruskan memasak.

Bram terus mengalihkan topik pembicaraan, “Eh, uang aku di ransel kok nggak ada??” tanya Bram lebih kepada tuduhan.

Mala asyik mengaduk kolak di panci, entah kenapa minggu pagi ini ingin menyantap kolak. Melirik ke arah Bram sebentar, dari tadi tak melihat wujud uang … hanya dompet kosong yang terbuka dan ada semacam tisue di atasnya. Kondisi ransel sudah terbuka―teronggok di anak tangga menuju rooftop kecil tempat menjemur pakaian―dengan berbagai macam barang-barang yang entah sengaja atau tidak terlihat jelas oleh Mala.

Mala hanya melihat itu semua tanpa menyentuh, hanya pakaian kotor basah dalam plastik laundry hotel yang Mala ambil dan memasukkannya ke dalam mesin cuci.

Brug… brug!!

“Apa ada Tuyul di rumah ini, ya?!” seru Bram dengan kekesalan memuncak.

“Memang berapa jumlah uangnya?” tanya Mala akhirnya, mematikan kompor dan fokus menatap Bram.

Pandangan mata Mala mengandung arti, apa lagi ini … tadi menyalahkan Mbak Kun, apa sekarang mau menyalahkan Tuyul?

Bram sibuk mengomel, sebagian besar ucapannya hanya omong kosong yang muak untuk Mala dengar. Kalimat tuduhan mengarah pada Mala yang mengambil pakaian kotor.

“Uangnya warna merah ada beberapa lembar, kalau bukan tuyul setan ya mungkin tuyul berdaster, he-he …!” kekeh Bram meledek.

Mala terkesiap mendengar guyonan itu. Apa maksudnya ini? Hanya Mala yang berdaster di rumah ini. Bram sama saja menuduhnya mengambil uang merah yang entah benar entah tidak keberadaannya sedari Bram melempar tas ransel di anak tangga tadi pagi.

“Mungkin kamu yang lupa, uangnya yang di atas meja itu!” ujar Mala menunjuk ke arah meja di mana uang belanjanya tergeletak menyebar.

“Bukanlah, itu kan warna biru, yang di tas warna merah!” ujar Bram mendengus.

“Oh, jadi kamu punya uang merah, tapi yang kamu kasih ke aku warna biru??”

Mimik muka Bram kembali merah padam, “Harusnya kamu bersyukur, kerjaanku bukannya makan tidur, makan tidur aja di rumah!”

Mala tahu Bram bermaksud menyudutkannya, Bram yang selalu mengira kerjaan Mala di rumah hanya bersantai dan seharusnya cukup menerima saja seberapa pun uang yang diberikan Bram untuknya.

“Akh, sudahlah! Hilang ya sudah biar hilang! Sini peluk, aku pamit ya …?”

Bram menyeret tangan Mala dan membawa tubuh Mala dalam pelukannya. Begitu cepat berganti suasana hati. Entah mengapa tiba-tiba melunak dan ingin cepat menyudahi pembicaraan. Entah siapa yang menunggu di luar sana pada hari minggu yang seharusnya dihabiskan bersama keluarga ini.

Bau pafum menyengat menusuk hidung Mala. Selera parfumnya pun berganti. Dalam pelukan Bram, Mala merasakan mual yang amat sangat. Bukan mual akibat aroma parfum, melainkan rasa benci yang entah dari mana begitu kuat memberontak dari dalam hatinya. Pria yang sejak masih pacaran kemudian menjadi suaminya dan telah bersamanya selama dua puluh tahun ini, rasa-rasanya mulai jarang sekali memeluknya. Namun, di waktu yang jarang ini … Mala justru merasakan mual dan benci yang hampir tak terkendali. Satu-satunya keinginan Mala saat ini … sang suami cepat-cepat enyah dari hadapannya.

Benar saja, ketika pintu tertutup dan suara motor Bram menjauh pergi … ada perasaan lega yang tidak Mala mengerti.

***

Pukul 08.00 minggu pagi. Mala duduk berdiam di ruang dapur, duduk merenungi

ketidakharmonisan rumah tangga akhir-akhir ini. Di atas meja semangkuk kolak pisang yang ia masak sendiri, ia santap sendiri, menemaninya setia. Tidak ada orang lain. Ketiga anak perempuannya, belum beranjak dari kasur. Memilih bersantai di hari minggu, dan Mala selalu membiarkan. Lebih baik begitu, daripada mereka juga terheran-heran dengan perdebatan kalimat sindiran yang terus dilakukan kedua orang tuanya.

Deg!

Jantung Mala berdenyut. Terlintas di pikirannya begitu saja … apa yang Mala dan suami alami, seperti sengaja ada yang mengatur, bermaksud membuat keduanya saling benci, Bram yang menuntut lebih dari apa yang bisa Mala berikan, sedangkan Mala terus kecewa dengan kelakuan Bram yang terus-terusan menginjak-injak harga dirinya.

Apa benar ada sihir pemisah untuk kami, tapi siapa yang ingin memisahkan kami?

Lalu Mala coba ingat-ingat lagi, suara cicak, tokek, yang berbunyi mengejek … serta suara lemparan pasir atau kerikil yang ia dengar di malam buta. Mala yang sangat menggunakan logika dan awam dengan hal mistis, entah kenapa memilki intuisi kuat bahwa suasana buruk dalam rumah tangganya tidaklah terjadi alamiah dan memang ada orang yang menghendaki untuk sepasang suami istri ini saling membenci.

Mesin mobil yang mogok, keran air yang selalu bocor, motor Mala yang tiba-tiba ngadat, shower kamar mandi berkali-kali rusak, dan entah apa lagi bagian dari rumah ini yang acapkali rusak dan butuh perbaikan. Semuanya seperti mengarah ke satu titik bahwa rumah tangga ini sedang tidak baik-baik saja.

Mala menyuapkan kolak pisang ke mulutnya, menyesap kuah manis yang kini terasa getir.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

1
Randa kencana
ceritanya sangat menarik
Nurika Hikmawati
Semangat terus ya Mala... kamu pasti biaa bngkit
Nurika Hikmawati
gantian coba kamu yg di rumah Bram!
Nurika Hikmawati
ceritanya bagus, penulisannya enak dibaca.
Nurika Hikmawati
kasihan sekali mala... sabar ya mala
Nurhikma Arzam
agak seram ya boo
Nurhikma Arzam
curiga sama bram asem
Janti: emang asem sie dia
total 1 replies
Nurhikma Arzam
kereen nih semangat thor
Janti: makasih yaa
total 1 replies
Meliora
🥺 Drama ini sukses membuat saya terharu.
Janti: Makasih yaa👍
total 1 replies
Dulcie
Kisahnya bikin meleleh hati, dari awal sampai akhir.
Janti: makasih kk udah mampir👍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!