NovelToon NovelToon
Terpaksa Menikah Dengan Kakak Mantan

Terpaksa Menikah Dengan Kakak Mantan

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / One Night Stand / Hamil di luar nikah / Pengantin Pengganti / Cinta Seiring Waktu / Menikah dengan Kerabat Mantan
Popularitas:511.6k
Nilai: 4.9
Nama Author: Mommy Ghina

Kekhilafan satu malam, membuat Shanum hamil. Ya, ia hamil setelah melakukan hal terlarang yang seharusnya tidak boleh dilakukan dalam agama sebelum ia dan kekasihnya menikah. Kekasihnya berhasil merayu hingga membuat Shanum terlena, dan berjanji akan menikahinya.

Namun sayangnya, di saat hari pernikahan tiba. Renaldi tidak datang, yang datang hanyalah Ervan—kakaknya. Yang mengatakan jika adiknya tidak bisa menikahinya dan memberikan uang 100 juta sebagai ganti rugi. Shanum marah dan kecewa!

Yang lebih menyakitkan lagi, ibu Shanum kena serangan jantung! Semakin sakit hati Shanum.

“Aku memang perempuan bodoh! Tapi aku akan tetap menuntut tanggung jawab dari anak majikan ayahku!”



Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17. Melayani Suami

Langkah-langkah Ervan terdengar mantap saat ia mendekati meja dessert. Setelan jas broken white-nya masih rapi, namun ada aura dingin yang terasa menguar dari gestur tubuhnya yang kaku dan sorot matanya yang tajam. Tia dan Shanum saling melirik sekilas, lalu segera membetulkan senyum ramah mereka. Wajah profesional dipasang sebaik mungkin, seolah tak ada hal aneh yang sedang terjadi.

Shanum berdiri sedikit lebih tegak, menggenggam lap kecil di tangannya erat-erat agar telapak tangannya yang berkeringat tak terlalu terlihat. Ia tahu, Ervan akan berhenti di meja ini. Dan kenyataannya, pria itu benar-benar berhenti di depan mereka.

Ervan melirik Tia dari atas ke bawah dengan cepat, lalu berdecih pelan. “Masih juga ikut-ikutan berdiri di sini,” gumam Ervan, nyaris tak terdengar.

Tia memasang senyum seadanya, menahan diri untuk tidak menyahut. Shanum yang berdiri di sampingnya, hanya melirik sekilas ke arah pria itu, lalu menunduk lagi.

Tanpa basa-basi, Ervan menunjuk beberapa kue di bagian tengah meja.

“Yang itu. Ambilkan buat saya,” ucapnya dingin, lalu menoleh pada Shanum seolah mereka tak saling mengenal. “Kamu, tolong antarkan juga satu cappuccino ke meja kosong di pojok sana. Bukan yang VIP, ya. Yang dekat jendela.”

Shanum hanya mengangguk pelan. “Baik, Pak.”

Tidak ada nada protes. Tidak ada pengakuan. Tidak ada keretakan di suara mereka. Tapi ketegangan itu seperti asap tak kasat mata yang menyelubungi meja dessert mereka.

“Biar aku aja, Sha—” Tia buru-buru menawarkan bantuan, merasa tidak nyaman melihat pria itu begitu merendahkan.

Namun Shanum mengangkat tangan pelan, menolak halus. “Nggak apa-apa, Mbak. Biar Shanum yang antar.”

Ervan tersenyum tipis, entah menghina atau sekadar puas karena permintaannya tidak ditolak. Ia berbalik, melangkah menuju meja yang tadi ia tunjuk. Posisinya memang di sudut ruangan, jauh dari meja VIP, dan agak tersembunyi oleh tirai tanaman rambat yang menghias kaca besar.

Dengan tangan cekatan, Shanum mengambil piring kecil berisi dua potong eclair dan satu macaron warna pastel, lalu menaruhnya di nampan kecil bersama secangkir cappuccino yang ia tuangkan sendiri dari mesin. Tangannya sedikit bergetar, tapi ia menjaga agar tidak ada cairan yang tumpah.

Langkahnya mantap saat menuju meja sudut. Senyum ramah masih bertahan di wajahnya, meski ada perang batin yang mulai menari di benaknya.

Apa maksud semua ini? Kenapa dia bersikap seolah Shanum cuma staf katering biasa? Kenapa dia pura-pura tidak kenal? Ah, ya, sudahlah, bagus kalau begitu.

Tapi Shanum tahu jawabannya. Di dunia seperti ini, rahasia lebih sering dijaga dengan kebohongan daripada kebenaran. Dan dalam permainan ini, mereka berdua sudah tahu perannya masing-masing.

Ervan duduk sambil memainkan layar ponselnya, sembari membaca kartu nama toko kue yang sempat ia ambil di meja dessert. Saat Shanum meletakkan nampan di atas meja, pria itu tidak langsung menatapnya.

“Silakan, Pak,” ucap Shanum datar, sopan, namun tanpa emosi.

Ervan mendongak. Pandangan mereka bertemu hanya sekilas, tapi cukup untuk saling menyampaikan ribuan kata yang tak bisa diucapkan. Mata Shanum jernih, tapi terlihat mengeras. Ia menatap Ervan seperti seorang asing—bukan suami.

“Terima kasih,” jawab Ervan akhirnya, masih dengan nada yang dibuat formal.

Shanum mengangguk, lalu membalikkan badan. Tapi belum sempat ia benar-benar melangkah pergi, suara Ervan memanggil pelan namun jelas.

“Tunggu.”

Langkah Shanum terhenti. Ia menoleh, hanya sedikit. “Ada yang bisa saya bantu lagi, Pak?”

Ervan bersandar ke kursinya. Pria menatap wajah istrinya itu. Wajah yang belum lama dikenalnya, tapi sudah mulai menguasai pikirannya selama beberapa hari ini.

“Kenapa kamu ada di sini?” tanya Ervan setengah berbisik. “Kenapa harus ada di acara ini, atau jangan-jangan kamu punya rencana licik?”

Shanum tersenyum tipis. “Karena saya bekerja, Pak. Bukan kebetulan. Saya dapat job dari vendor utama untuk handle bagian dessert table. Tugas saya hari ini membuat semua tamu senang, termasuk Bapak.”

Nada sopan itu terdengar seperti tamparan bagi Ervan. Ia ingin berkata sesuatu lagi, tapi Shanum mendahuluinya.

“Ck, bekerja, bukannya kemarin kamu habis melayani p—“

“Kalau tidak ada yang perlu dibantu lagi, saya pamit dulu. Masih banyak tamu lain yang harus saya layani.” Selaan itu disertai anggukan kecil, lalu Shanum benar-benar pergi, meninggalkan pria itu sendiri di meja yang belum menyelesaikan ucapannya.

Ervan hanya bisa memandangi punggungnya. Ada sesak dan kesal yang tiba-tiba menjalar ke dada. Ia menengadahkan kepala, tangannya terkepal kuat. Jawaban Shanum tampaknya tidak memuaskan jiwanya yang penuh dengan tanda tanya.

Isi kepalanya sudah penuh, tapi tak bisa ia keluarkan pada saat itu juga. Andaikan saja bertemu di tempat yang berbeda, mungkin Ervan sudah mencecarnya dengan berbagai pertanyaan.

...***...

Sementara itu, di dekat meja utama, Tia memandangi Shanum dengan tatapan khawatir. “Kamu nggak apa-apa?”

Shanum tersenyum, kali ini lebih lembut. “Shanum nggak apa-apa, Mbak. Serius.”

Tia mengangguk pelan. “Kalau kamu mau istirahat sebentar, aku bisa jagain di sini.”

Shanum menggeleng. “Mbak Tia aja dulu yang duluan makan siang, setelah itu baru Shanum.”

Kembali ia berdiri tegak, kembali melayani tamu-tamu lain yang datang. Dalam hati, Shanum tahu hari ini tidak akan mudah. Tapi ia juga tahu, kehadirannya hari ini bukan untuk menangisi masa lalu, melainkan menunjukkan bahwa ia bisa berdiri, dengan atau tanpa Ervan bahkan Renaldi.

Dan saat Shanum sibuk membereskan piring-piring kosong, Meidina dan Ervan kembali berkeliling. Kini mereka tampak berdiri cukup lama di dekat spot selfie booth, dikerubungi kamera dari para tamu dan fotografer resmi acara.

“Senangnya bisa punya pasangan yang mendukung seperti Pak Ervan,” ujar seorang tamu wanita sambil tersenyum iri.

Meidina tertawa kecil. “Saya yang beruntung punya dia.”

Ervan hanya tersenyum kaku. Matanya sesekali melirik ke arah Shanum yang tak jauh dari sana, seolah ingin memastikan keadaan perempuan itu. Tapi Shanum tidak menoleh. Ia terlalu sibuk dengan pekerjaannya, dan lebih sibuk lagi dengan pikirannya sendiri.

...***...

Menjelang pukul 13.30 siang, suasana acara mulai lebih longgar. Beberapa tamu mulai berpamitan, sebagian sibuk mengambil foto terakhir.

Meidina berjalan mendekati Shanum kembali, kali ini membawa dua piring kecil kosong.

“Terima kasih, ya. Ini acaranya jadi sempurna banget berkat kerja keras kalian,” ujarnya ramah.

Shanum mengangguk sopan. “Kami senang bisa membantu, Bu. Terima kasih sudah mempercayai tim kami.”

Meidina sempat menatap wajah Shanum sejenak. Ada sedikit kerutan di alisnya, seperti menyadari sesuatu, tapi tak mengatakan apa-apa. Ia hanya tersenyum, lalu menyerahkan piring ke gadis itu.

Ketika wanita itu berbalik dan menggamit lengan Ervan yang kembali berdiri di sampingnya, tatapan Ervan dan Shanum kembali bertemu. Kali ini, Shanum tersenyum tipis—bukan getir, bukan sedih. Hanya senyum tenang. Senyum yang memberi tahu bahwa ia akan baik-baik saja, tanpa harus menjadi siapa-siapa di kehidupan pria itu.

Dan Ervan? Ia hanya bisa menatap kembali, membiarkan senyum itu menghantui pikirannya.

...***...

Tepat saat Shanum mengangkat nampan kosong dan bersiap untuk membawa ke belakang, Mama Diba ada di hadapannya.

Bersambung ... ✍️

1
Herman Lim
mimpi aja u mei yg ada bntr lagi hari kehancuran kamu sdr 🤣🤣 mimpi aja
Valen Angelina
jgn cari penyakit meidina... nnti malu sndiri. ..
Sugiharti Rusli
dia sepertinya nantangin keluarga pak Wijatnako dan Ervan sekarang
Sugiharti Rusli
dia khawatir klinik tempat usaha dia diambil-alih oleh Ervan, padahal ga ada si Shanum sangkut-paut dengan masalah klinik kali,,,
Sugiharti Rusli
padahal kan si Meidina berhubungannya sama si Ervan, harusnya dia menabuhkan perang sama mantan tunangannya donk
Sugiharti Rusli
semoga nanti Ervan dan asistennya bisa meredam itu semua yah, soalnya yang mau diserang justru Shanum
Sugiharti Rusli
soalnya bisa berbahaya kalo ada orang" ga bertanggung-jawab yang kemakan berita dari si Meidina bisa membahayakan dirinya
Sugiharti Rusli
ternyata Shanum memang masih harus menyendiri dulu deh dia,,,
Shee
meidina cari gara² tar dana di tarik baru tau rasa.
orang juga bakalan tau disini siapa yang salah dan bener. walau meidina awalnya tunangan evan tapi kalau belum jodoh kenapa masih masak.
tapi y juga siapa yang mau ngelepas mesin ATM secara sukarela pasti g ya🤣🤣🤣
Jeng Ining
kamu lupa Shanum yg skrg bukan hanya Shanum si anak sopir yg kerja jd pelayan di toko kue, di saat Ervan udh bersungguh² dg Shanum, mengganggu Shanum berarti kamu sedang menantang Ervan utk kluarin kesungguhannya, hati² dg duri yg kamu tebar atw pun lobang yg kamu gali demi bertarung ngelawan Shanum, jgn² kamu sndiri yg celaka Mei
Rabiatul Addawiyah
Lanjut thor
Jeng Ining
yupss .. sangat betul, pd akhirnya dia yg mau dn mampu bertahan yg jd pemenangnya
Rabiatul Addawiyah
widiwww Shanum di tembak sm kakaknya mantan yg skrg dah kd suaminya 😁
Ddek Aish
hati-hati Mei...membangun impian dari nol ngga salah woi kamu sudah menghabiskan uang Ervan 20M lbih membangun klinik oleh perempuan tangguh dari nol pakai uang tunangannya. dokumen pengeluaran masih sama Ervan siap kamu dan keluargamu di hujat mikir sebelum bertindak
indy
Meidina berani sekali, tunggu balasan dari ervan
Naufal Affiq
itu hak mu meidina,mau gimana cara mu mengambil empati orang,tapi bukan hat ervan yang kau gapai,melain kan ke hampaani
Mulaini
Meidina cinta mu sudah di tolak dan ATM berjalan mu terputus malah kamu menyalahkan Shanum seharusnya sadar itu tandanya kamu tidak berjodoh dengan Ervan.
Kasih Bonda
next Thor semangat
merry
tiga org dr kluarga mu sakitin shanum tnpa ada yg belain,, tiga org dr kluarga ud hncr mental dan fisik yaa
merry
tuntut ajj pak uang segitu bkn dikitt lohh
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!