Malam itu menjadi malam terburuk bagi Ranum. Sang kekasih tiba-tiba saja secara sepihak memutus jalinan asmara di saat ia tengah mengandung benih cintanya, diusir oleh sang ayah karena menanggung sebuah aib keluarga, dan juga diberhentikan dari tempatnya bekerja.
Ranum memilih untuk pergi dari kota kelahirannya. Ia bertemu dengan salah seorang pemilik warung remang-remang yang mana menjadi awal ia membenamkan diri masuk ke dalam kubangan nista dengan menjadi seorang pramuria. Sampai pada suatu masa, Ranum berjumpa dengan lelaki sholeh yang siapa sangka lelaki itu jatuh hati kepadanya.
Pantaskah seorang pramuria mendapatkan cinta suci dari seorang lelaki sholeh yang begitu sempurna? Lantas, apakah Ranum akan menerima lelaki sholeh itu di saat ia menyadari bahwa dirinya menyimpan jejak dosa dan nista? Dan bagaimana jadinya jika lelaki di masa lalu Ranum tiba-tiba hadir kembali untuk memperbaiki kesalahan yang pernah ia lakukan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon El Jasmin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15. Primadona
"Ahahahaha astaga Num, pengalaman pertamamu bekerja di sini sungguh sangat konyol. Bisa-bisanya om Pai terkena serangan jantung setelah minum bersamamu."
Jarum jam menunjukkan pukul setengah empat pagi. Kondisi warung remang-remang milik Helena sudah mulai sepi. Satu persatu para pekerja mulai kembali ke rumah masing-masing dan para pelanggan mulai pergi dari tempat ini.
Saat ini Ranum berada di kos an milik Asri. Untuk sementara waktu Ranum memang menumpang di kos milik Asri sebelum nantinya ia akan mencoba untuk mencari kos sendiri.
Ranum membersihkan riasan yang masih menempel di wajah menggunakan micelar water. Wanita itu terkekeh geli jika mengingat bagaimana paniknya ia ketika melihat om Pai tak sadarkan diri. Apalagi ketika napas pria itu tersengal-sengal seperti seseorang yang menghadapi ajal.
"Tapi om Pai hebat juga As, masa sudah habis dua botol dia masih segar bugar."
"Itu sih bukan hebat Num, tapi pura-pura hebat di depanmu. Tengsin dong kalau di hadapan wanita cantik baru dua botol mabuk berat. Maka dari itu ia tahan mati-matian, hahaha," ujar Asri dengan gelak tawa yang menggelegar.
Ranum menggeser tubuhnya untuk ia rebahkan di atas karpet di kamar Asri. Wanita itu memilih untuk tidur di bawah mengingat di dalam kamar ini hanya ada sebuah kasur dan itupun ukurannya juga kecil sekali. Hanya cukup untuk satu orang saja.
"Hah... Semoga om Pai segera sembuh. Dia orangnya royal banget. Baru beberapa jam aku menemaninya, aku sudah berhasil mengantongi uang dua juta."
"Awal yang bagus itu Num. Aku yakin kamu bisa menjadi primadona seperti kata mami. Dan jika kamu sudah menjadi primadona, dapat uang tiga juta perhari pun aku rasa tidaklah sulit," ucap Asri yang juga mulai merebahkan tubuhnya di atas kasur.
"Haaahhh.. Semoga saja As!" timpal Ranum sembari membuang napas kasar.
Sudah tidak ada lagi sahutan dari Asri. Untuk sejenak, Ranum menatap wajah Asri yang sudah mulai terlelap dan kemudian ia kembali menatap langit-langit kamar.
Ternyata mudah sekali mendapatkan uang segini banyaknya dari pelanggan. Bahkan om Pai terlihat gak begitu menakutkan sebagai seorang pelanggan warung remang-remang. Jika setiap hari aku mengantongi uang segini banyaknya, tidak sampai dua tahun aku bisa beli rumah.
Kedua netra Ranum terasa sedikit berat. Perlahan mata wanita itu mulai terpejam dan tak membutuhkan waktu lama, wanita itu sudah tertidur memeluk mimpi.
***
"Mi aku dapat jatah antrean ke berapa?"
"Mi, aku duluan lho ya, ingat, aku udah ngasih DP lebih ke Mami."
"Hei, enak saja. Aku yang lebih dulu booking. Kamu belakangan!"
Helena sampai tak terlihat batang hidungnya kala beberapa pria mengerubunginya. Warung milik Helena terlihat ramai sekali. Para pria berbondong-bondong mendatanginya untuk memastikan jika ia kebagian untuk bisa membooking si pramuria baru.
"Sabar, sabar semua pasti kebagian. Ini biar aku atur dulu. Oke!"
Helena tersenyum lebar kala melihat warung miliknya sudah ramai di pagi ini. Biasanya hal ini tidak pernah terjadi. Namun semenjak ada Ranum di sini keadaan warung berubah drastis. Dari pagi warung ini sudah ramai pengunjung.
Helena sibuk membolak-balikkan buku kecilnya untuk membagi jadwal pelanggan membooking Ranum. Meski akan menghasilkan banyak cuan namun jika setiap hari seperti ini ia kewalahan juga.
"Ini tidak ada yang mau selain Ranum? Aku masih punya banyak stok yang tak kalah cantik kok dari Ranum? Atau mau booking yang biasanya kalian booking?" tawar Helena.
"Itu nanti bisa diatur Mi, yang jelas saat ini kami mau booking Ranum dulu. Betul gak semua?" tanya salah seorang pria kepada semua pria yang ada di sini.
"Betul, pokoknya aku mau sama Ranum. Untuk yang lain bisa dibicarakan nanti," sahutnya.
Helena hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala. Wanita itu dibuat sedikit kewalahan melihat antrean yang sudah masuk. Hari ini saja sudah ada lima belas orang yang mengantre. Hingga seutas senyum tipis terbit di bibirnya.
"Oke jika kalian sudah tidak sabar, bagaimana kalau kalian pakai Ranum ramai-ramai? Tapi hanya untuk menemani minum dan karaoke saja lho ya. Tidak untuk lainnya," tawar Helena.
Mereka saling melemparkan pandangan.
"Maksudnya bagaimana?" tanya salah seorang pria.
"Begini, nanti aku bagi jadi beberapa kelompok sesuai dengan lama booking. Paham kan maksudku. Tapi ingat, tidak ada aktivitas lain selain menemani minum dan karaoke. Mentok pegang-pegang juga tidak apa-apa. Kalau mau lainnya harus booking lagi," ucap Helena menjelaskan.
Pada akhirnya semua pelanggan yang ada di sini menyetujui tawaran Helena. Mereka keluar dari ruang kerja Helena dengan wajah yang berbinar. Mereka seakan tidak sabar untuk segera di servis oleh sang pramuria baru.
"Hai Cantik... Nanti malam kamu nemenin kamu lho ya. Pokoknya kami ingin kamu memberikan servis terbaik."
"Jangan lupa pakai baju yang sexi dan dandan yang cantik ya, biar kami lebih bergairah."
Beberapa pria melontarkan kata-kata itu saat mereka berpapasan dengan Ranum di depan warung. Ranum yang berjalan bersama Asri hanya saling bertatap muka dan keduanya sama-sama mengedikkan bahu, tidak begitu paham dengan apa yang dikatakan oleh para lelaki yang baru saja keluar dari ruangan Helena ini.
Namun Ranum dan Asri tidak mau ambil pusing. Mereka pun bergegas masuk ke ruangan Helena.
"Mami nyuruh aku ke sini?" tanya Ranum langsung pada intinya.
"Hei, kamu sudah datang. Duduk Num!" Ranum mendaratkan bokongnya di atas sofa begitupun dengan Asri.
"Ada apa Mi? Apa ada hubungannya dengan pria-pria yang baru saja keluar dari sini?" tanya Asri. Wanita itu nampak sedikit tahu perihal yang akan dibahas oleh Helena.
Helena menganggukkan kepala seraya tersenyum lebar. "Betul sekali As. Ini semua persis seperti prediksiku. Warungku ini akan mengalami masa kejayaan setelah Ranum bergabung di sini."
Ranum mengernyitkan dahi. "Maksud Mami bagaimana? Aku sungguh tidak paham."
"Lihat Num!" perintah Helena sembari menunjukkan buku catatan di tangannya. "Ini semua yang antre membooking-mu!"
Ranum meraih buku kecil yang ditunjukkan oleh Helena. Betapa terkejutnya ia melihat begitu banyak daftar nama-nama pria yang akan membooking.
"I-ini serius sebanyak ini Mi?"
"Ya, ini daftar nama-nama pelangganmu Num. Selama dua minggu ke depan kamu sudah full booked!" terang Helena. "Dan untuk kamu dan yang lainnya As, mungkin bisa libur terlebih dahulu. Atau jika ada yang tiba-tiba ingin booking kalian nanti aku kabari," sambung Helena yang ia tujukan kepada Asri.
Asri hanya mengangguk pelan seraya tersenyum tipis. Sedangkan Ranum merasa sedikit tidak enak hati karena keberadaannya di warung remang-remang ini membuat Asri, teman barunya yang begitu baik harus meliburkan diri karena tidak ada yang booking.
Ranum melirik ke arah Asri dengan tatapan yang mengisyaratkan permintaan maafnya. Sedangkan Asri hanya menganggukkan kepala dan tersenyum kecil.
***
Pov Ranum
Aku berasa di dalam ruangan ini dengan pakaian serba minim dan riasan wajah yang sedikit lebih tebal dari biasanya. Mencoba berpenampilan lain dari hari pertama aku bekerja bersama Mami. Rok span hitam lima belas centimeter di atas lutut dengan tank-top warna ivory. Rambutku sengaja aku cepol agar semakin menampakkan leherku yang jenjang. Kata orang, pria yang melihat leher seorang wanita yang mulus dan jenjang akan semakin membuat mereka bergairah.
Musik jedag-jedug khas diskotik bergema di ruangan ini. Dengan lampu warna-warni khas lampu disko juga turut menemani. Suara-suara para pria yang bernyanyi juga terdengar memekak telinga. Mereka asyik bernyanyi seperti tidak pernah merasakan beban kehidupan.
Aku duduk di sofa yang ada di ruangan ini. Melihat para tamu yang membooking-ku asyik bernyanyi tentunya sembari mengistirahatkan diri mengingat ini adalah kloter ke tiga aku menemani para pria yang sudah membooking-ku.
"Hei Cantik, kenapa duduk di situ?" tanya salah seorang pria dengan rambut klimis dan kumis tipis. "Sini-sini duduk di pangkuan Om!" sambungnya.
Aku hanya tersenyum tipis dan tanpa berpikir panjang aku menuruti kemauan pria ini. Aku mendekat ke arahnya dan ku daratkan bokongku di atas pahanya.
"Hmmmm... Tubuhmu wangi sekali, Cantik!" pujinya seraya memeluk pinggang dan meletakkan kepalanya di ceruk leherku.
Aku sedikit merasa geli tapi lama kelamaan aku sudah mulai terbiasa dengan semua ini.
"Ah si Om bisa saja. Kalau memang wangi tambahin dong sawerannya," bisikku di telinga pria ini.
Pria itu tersenyum lebar. Tanpa basa-basi ia merogoh saku kemeja yang ia pakai, dan mengambil beberapa lembar uang yang sudah ia persiapkan.
"Apa sih yang enggak buat kamu, Cantik?" ucapnya sembari menyisipkan lembaran-lembaran uang itu ke dalam bra yang aku kenakan.
Aku tersenyum saat tangan pria ini mulai menyentuh dua daging sintal yang aku miliki. Aku biarkan saja ia melakukannya, toh dia juga sudah membayarku mahal kan? Dan bisa dipastikan tangan pria ini akan betah berlama-lama bermain di setiap lekuk tubuh yang aku punya. Mulai dari ujung kaki hingga ujung kepala.
Aku tersenyum getir sembari merasakan setiap tangan para pria yang menjamahku. Kehidupan seperti ini sama sekali tidak pernah terlintas di dalam benak. Aku yang sejak kecil selalu menjaga penampilan dan perilaku kini rusak akibat perbuatanku sendiri. Ya, aku sudah terlanjur berbuat dosa besar bersama kekasihku. Maka akan aku benamkan lagi tubuh ini ke dalam kubangan dosa yang jauh lebih pekat lagi.
.
.
.