Sejak kecil, Eyliana terbiasa dengan kesepian. Rumahnya bukan tempat bernaung, melainkan medan perang tanpa henti antara kedua orang tuanya. Kematian mereka tidak meninggalkan duka, justru tawa ironis yang melegakan. Berbekal warisan, ia merintis karier sebagai aktris, tetapi popularitas membawa tantangan baru—pengkhianatan, fitnah, dan obsesi gelap dari penggemar.
Saat sebuah tragedi merenggut nyawanya, Eyliana terbangun kembali. Bukan di dunianya, melainkan di dalam komik 'To Be Queen', sebagai Erika, si putri sempurna yang hidupnya penuh kebahagiaan. Ironisnya, kehidupan impian ini justru membuatnya cemas. Semua pencapaiannya sebagai Eyliana—kekayaan, koleksi, dan orang-orang terpercaya—kini lenyap tak berbekas. Eyliana harus beradaptasi di dunia yang serba sempurna ini, sambil bertanya-tanya, apakah kebahagiaan sejati benar-benar ada?
"Haruskah aku mengikuti alur cerita komik sebenarnya?" Pikir Eyliana yang berubah menjadi Erika Serriot
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moonbellss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11 Sapu Tangan
Pertemuan di Ruang Kerja
Kali ini, Erika duduk tegak di sofa, berhadapan dengan kedua kakaknya yang ada di depannya. Erika tidak tahu apa yang terjadi, tetapi dia merasakan senyuman kedua kakaknya ini sedikit berbeda dari biasanya, seperti menyimpan makna tersendiri.
"Erika, kamu bisa berbicara santai dengan kami. Kami hanya mau menanyakan ini," kata Robert sambil tersenyum dan menaruh sapu tangan di atas meja dekat Erika.
Wajah Erika terkejut. Sapu tangan yang ia sembunyikan kini ada di depan matanya. Erika juga paham apa yang akan ditanyakan oleh kedua kakaknya. Ya, sapu tangannya ini ada bercak darah kering dan terlihat tersimpan lama sehingga berwarna kecokelatan. Erika sengaja menyembunyikannya karena khawatir kedua kakaknya ini menjadi protektif seperti sebelumnya.
"Ekh... itu bukan masalah besar kok. Itu cuma sedikit darah kering saja, hehe," kata Erika mengalihkan pandangannya.
"Darah darimana, Eri? Darah siapa? Apa kamu melakukan hal aneh lagi?" tanya Andreas dengan tegas.
"Tidak. Aku tidak mencoba mengakhiri hidupku lagi kok. Aku juga tidak bisa mati dengan mudah di sini. Aku akan menjalani hidupku kali ini dengan baik. Sungguh!" kata Erika dengan santai, yang membuat kedua kakaknya sedikit sedih saat mendengar kata 'mengakhiri hidupnya'.
"Itu memang darahku. Ekh... Aku tidak tahu harus menceritakan mulai dari mana," kata Erika dengan ragu, memandang kedua kakaknya itu.
Ya, Erika tidak mungkin bercerita bahwa dirinya bukan dari dunia ini dan dia tidak tahu ingatan apa pun dari tokoh asli Erika sebelum dia masuk ke tubuh Erika. Lalu ingatan yang muncul membuatnya pendarahan di hidungnya setiap kali ia mengingatnya. Seperti jiwa yang mulai menyatu perlahan dengan tubuh tokoh Erika, atau mungkin sebuah bentrokan? Kini Erika menunduk dan berpikir cara untuk mengatakannya kepada kedua kakaknya.
"Kamu harus bercerita supaya kami memahami keadaanmu dan bisa membantumu," kata Andreas dengan yakin.
"Baiklah. Aku akan jujur. Sebenarnya, aku tidak ingat diriku seperti apa hingga aku berumur 15 tahun. Sepertinya ada kepingan-kepingan yang hilang dari ingatanku. Lalu, saat aku mencoba mengingatnya, tiba-tiba saja ada darah mengalir dari hidungku. Yah, akhirnya aku berhasil ingat saat umur 5 tahun hehe. Ternyata aku suka sekali bermain boneka kelinci bermata kuning bersama Kak Robert. Itu membuatku senang. Rasanya seperti menjadi Erika sungguhan," kata Erika yang membuat kedua kakaknya sedikit bingung tapi ada perasaan khawatir.
"Mungkin suatu saat aku mencoba mengingat kejadian demi kejadian masa laluku, sepertinya aku akan mengeluarkan darah di hidungku lagi," jelas Erika.
"Kita harus memanggil dokter sekarang," kata Andreas berdiri dari tempat duduknya.
"Tidak! Tidak! saya tidak sakit," kata Erika yang menahan Andreas.
Tiba-tiba, Erika mengeluarkan lagi darah di hidungnya. Pikiran Erika menyatu dan teringat ketika tokoh asli Erika berumur 6 tahun. Dalam ingatan itu, Erika yang masih kecil sedang pergi ke festival rakyat dan memakan roti daging bersama Andreas. Tangan hangat Andreas menggandeng tangan kecil tokoh asli Erika. Tanpa sadar, Erika menatap Andreas dan meneteskan air matanya bersamaan dengan darah di hidungnya yang berhasil membuat kedua kakak tersebut panik dan bergegas memanggil dokter pribadi. Erika merasa aneh karena ingat rasa genggaman tangan Kak Andreas. Erika merasa cemburu dengan kasih sayang yang didapat oleh tokoh asli Erika yang sangat besar. Yah, Erika tahu kalau dia bukanlah tokoh asli dan dia tahu bahwa kedua kakaknya sayang hanya kepada Erika tokoh asli, bukan Erika dengan jiwa Eyliana.
***
Setelah kejadian Erika mengalami pendarahan di hidungnya karena ingatan muncul, Erika diperiksa dokter dengan paksaan kedua kakaknya. Dokter mengatakan bahwa pendarahan itu hanya kelelahan dari aktivitas seharian saja. Erika disuruh istirahat oleh dokter dan kedua kakaknya. Tapi Erika menggenggam tangan Andreas untuk menahan kakaknya keluar dari kamarnya.
“Bolehkah Kak Andreas tetap di sini hingga aku tertidur?” tanya Erika yang masih menggenggam tangan Andreas dengan kuat.
Sedangkan Robert dan dokter sudah keluar dari kamar. Andreas tersenyum lalu duduk di samping Erika. Erika memejamkan mata dan menggenggam tangan Andreas cukup kuat. Ia sangat mengharapkan kasih sayang yang diberikan kepada Erika tokoh utama dulu juga akan terjadi padanya.
“Apa yang kau pikirkan, Eri?” kata Andreas sambil memegang kening Erika yang berkerut tanpa sadar.
“Apakah Kak Andreas menyayangiku?” tanya Erika kini menatap mata merah itu. Andreas menatap dalam mata itu dan berharap bisa membaca pikiran Erika.
“Kenapa kamu mempertanyakan pertanyaan yang sudah pasti?” kata Andreas. Erika hanya menghela napas panjang lalu memejamkan matanya kembali.
“Kau tidak menjawabku, Eri,” kata Andreas dengan mengerutkan keningnya.
“Kak Andreas duluan yang tidak menjawabku dan hanya mempertanyakan kembali,” kata Erika pelan dan mulai tidak bertenaga. Sepertinya Erika sudah mengalami kantuk.
“Baiklah. Kakak salah. Kakak hanya kesal mendengar pertanyaan konyolmu itu. Tentu kakak menyayangimu, hingga seterusnya,” jelas Andreas sambil menatap Erika yang memejamkan mata.
“Sepertinya tidak. Karena kau menyayangi dia, bukan aku,” gumam Erika pelan dan membuat Andreas menunduk berusaha mendengarkan dari sumber suara.
“Kau bilang apa?” tanya Andreas pelan yang tanpa sadar telinganya sudah mendekati wajah Erika. Tapi yang terdengar hanya hembusan napas berat seperti orang tidur.
***
Kediaman yang Sepi
Erika membuka mata dan duduk dari tempat tidurnya. Ia kini merasakan aroma lavender di kamarnya begitu menyengat. Walaupun sudah terbiasa, tapi terkadang aroma ini sedikit mengganggu. Ya, semenjak kejadian Erika membenturkan kepala ke kaca, kamar Erika terdapat aroma terapi lavender di mana-mana hingga sekarang. Bahkan aroma tersebut menyerap ke badannya. Kini Erika berdiri dari tempat tidur dan membuka jendela kamar. Ternyata matahari sudah di atas menandakan siang hari. Sepertinya para pelayan sengaja tidak membangunkan Erika karena kejadian kemarin dirinya yang mengalami pendarahan hidung. Mungkin juga kedua kakaknya menyuruh semua orang di kediaman tidak boleh membangunkan Erika.
“Kenapa aku merasakan suasana sepi di kediaman ini?” gumam Erika lalu melangkah keluar kamar yang ternyata ada penjaga kesatria, tetapi bukan Sir Richard.
“Kenapa lorong sini sepi dan hanya ada kalian berdua?” tanya Erika kepada kedua kesatria yang menjaga pintu Erika.
“E… itu…” Kesatria itu ragu menjawab.
“Lalu di mana Sir Richard, Asha dan Rasha?” tanya Erika lagi membuat kedua kesatria itu berkeringat dingin. Kini kedua kesatria itu saling memandang satu sama lain karena ragu menjawab pertanyaan Erika.
“Di mana Kak Andreas?” tanya Erika lagi, yang mengingat semalam dia tidur memegang tangan Andreas.
“Itu.. Nona, apakah butuh pelayan? Akan saya panggilkan,” kata salah satu kesatria yang mengalihkan pembicaraan. Erika menyadari keanehan tingkah mereka.
“Apa kalian tidak diajarkan etika dasar? Saya bertanya dahulu. Kenapa kalian tidak menjawab dan mengalihkan pertanyaan saya?” kata Erika tegas dan menggunakan bahasa formal sehingga memperlihatkan dirinya marah. Yah, walaupun dia juga tidak menerapkan etika dasar, tetapi entah kenapa dia menjadi berani dan tegas karena tingkah kedua kesatria ini sedikit mencurigakan.
“Asha dan Rasha sedang diberi tugas khusus oleh Tuan Muda Robert. Sedangkan Sir Richard juga diberi tugas khusus oleh Tuan Muda Andreas,” jawab salah satu kesatria dengan cepat dan panik karena raut wajah Erika yang kesal.
“Lalu di mana Kak Andreas dan Kak Robert?” tanya Erika mengerutkan keningnya, perasaan tidak enak mulai muncul.
Bersambung...