Boqin Changing, Pendekar No 1 yang berhasil kembali ke masa lalunya dengan bantuan sebuah bola ajaib.
Ada banyak peristiwa buruk masa lalunya yang ingin dia ubah. Apakah Boqin Changing berhasil menjalankan misinya? Ataukah suratan takdir adalah sesuatu yang tidak bisa dia ubah sampai kapanpun?
Simak petualangan Sang Pendekar Dewa saat kembali ke masa lalunya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Boqin Changing, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perjalanan Menuju Sekte
Boqin Changing dan Guru Tian melanjutkan perjalanan menuju Sekte Dua Pedang Petir. Jaraknya memakan waktu sekitar dua hari, dan kali ini mereka memilih bergerak secepat mungkin, mengandalkan ilmu meringankan tubuh.
Perjalanan berlangsung nyaris tanpa banyak percakapan. Angin berdesir di telinga, rerumputan bergoyang saat mereka melintas, dan sesekali, Guru Tian menoleh sekilas ke arah muridnya dengan sorot penuh kebanggaan. Di usia yang masih begitu muda, langkah Boqin Changing sudah mantap dan auranya semakin matang, jauh melampaui kebanyakan murid sekte.
Saat mereka tiba di sebuah padang rumput luas, pemandangan yang tidak biasa segera menarik perhatian mereka berdua. Beberapa gerobak pedagang terhenti di tengah jalan, dikepung oleh sekelompok pria berpakaian hitam. Para pendekar bayaran para pedagang tengah bertarung sengit melawan mereka.
Mata Guru Tian menyipit. “Tengkorak Hitam… lagi-lagi mereka.”
Boqin Changing menoleh. “Apakah mereka sama dengan orang-orang yang menyerang guru kemarin?”
“Betul, Chang’er,” jawab Guru Tian, suaranya dingin. “Itu kelompok yang sama.”
Boqin Changing mengamati pertarungan. Kali ini jumlah lawan lebih banyak dibanding peristiwa di hutan. Meski demikian, ia bisa menilai bahwa kekuatan mereka bervariasi. Hanya ada satu pendekar ahli, sementara sisanya berada di tingkat menengah hingga dasar.
“Guru, biarkan murid mencoba kemampuannya,” ucap Boqin Changing dengan nada mantap, sebelum melesat ke arah pertempuran.
“Chang’er, tunggu!” seru Guru Tian, tapi muridnya sudah terlalu jauh.
Boqin Changing menghampiri pendekar aliran hitam terdekat.
“Pukulan Penghancur Gunung!” serunya.
Seketika, tinjunya menghantam kepala lawan yang hanya berada di ranah pendekar pertama. Darah dan serpihan tulang beterbangan, membuat lawan itu ambruk tanpa sempat berteriak. Tanpa ragu, Boqin Changing melanjutkan serangannya, bergerak seperti badai di tengah musuh.
Situasi berubah drastis. Para pendekar aliran hitam mulai meninggalkan lawan mereka sebelumnya untuk mengepung bocah itu. Pembunuhan yang dilakukan Boqin Changing membuat mereka gusar. Itu terlalu cepat dan mematikan.
Satu-satunya pendekar ahli Tengkorak Hitam, yang tadinya membantai pendekar bayaran para pedagang, segera mengarahkan langkah ke Boqin Changing. Namun, langkahnya terhenti ketika sebuah sosok berdiri di hadapannya.
“Mau ke mana kau?” suara Guru Tian terdengar datar, namun mengandung ancaman.
“Jangan menghalangiku… atau kau akan mati seperti yang lain,” balasnya dengan geraman.
“Kalau begitu, mari kita buktikan.”
Pertarungan sengit pun pecah. Keduanya saling bertukar jurus pedang yang sarat energi. Petir dan kilatan baja beradu di udara. Namun, beberapa gerakan saja sudah cukup membuat lawan Guru Tian menyadari sesuatu.
“Sial dia pendekar raja…” desisnya dengan wajah pucat.
Pikiran untuk kabur mulai menguasainya. Ia mencari celah, dan saat menemukannya, ia berbalik melarikan diri tanpa peduli pada rekan-rekannya. Guru Tian mengejarnya tanpa ragu.
“Tebasan Gelombang Petir!”
Suara sambaran menyambar telinga. Tebasan bercampur energi petir menghantam punggungnya. Tubuh itu menghitam dan jatuh tak bernyawa.
Guru Tian menarik napas lega, lalu teringat sesuatu. Muridnyaa!
Ia berlari kembali ke medan utama. Namun pemandangan yang ia temukan membuat langkahnya terhenti. Boqin Changing berdiri di tengah genangan darah, sibuk melepas cincin ruang dari jari para lawannya. Tidak ada satu pun musuh yang bernapas. Beberapa mayat kehilangan kepala, yang lain berlubang di dada, dan sebagian bahkan tak bisa dikenali lagi bentuknya.
Pakaian bocah itu berlumuran darah. Tawa kecil kadang keluar saat ia menemukan harta menarik di cincin musuh. Sebaliknya, umpatan pendek meluncur jika yang ia temukan hanyalah barang remeh.
Guru Tian terpaku. Anak ini… haus darah. Walaupun semua yang dibunuhnya adalah anggota aliran hitam, pemandangan puluhan tubuh yang dibantai dalam waktu singkat oleh anak berusia sepuluh tahun lebih, sulit dicerna akal.
Apakah aku membawa pulang seorang jenius… atau monster? Tanpa sadar, ia menelan ludah.
Para pedagang dan pendekar bayaran pun sama terdiam. Raut wajah mereka pucat pasi, sebagian bahkan gemetar. Seorang bocah yang baru saja mereka lihat sebagai anak biasa, kini berubah menjadi algojo yang mencabik lawan-lawan dewasa tanpa belas kasihan.
Salah satu pedagang berbisik lirih, nyaris seperti gumaman yang hanya terdengar oleh orang di dekatnya.
“Anak… iblis…”
Pie Iki Thor .....sudah menurun kah novel tercinta kita ini???