Siang ini Vano sudah bersiap untuk melihat kondisi orang tua Intan. Vano merasa punya tanggung jawab besar pada keluarga supir pribadinya. Kecelakaan itu sudah pasti mempengaruhi kehidupan mereka. Tidak mudah menjalani hidup dengan mengurus orang yang tidak bisa berjalan selama berbulan - bulan. Begitu juga dengan Pak Heru yang harus hidup dengan mengandalkan bantuan dari orang lain karna kesulitan melakukan aktivitas seorang diri.
Vano keluar dari kamar, berjalan cepat menuruni tangga. Celana jeans biru yang dipadukan dengan kaos putih membuat penampilan Vano terlihat beberapa tahun lebih muda. Dia tidak seperti laki - laki matang yang sudah berusia 30 tahun, bahkan akan menginjak usia 31 tahu dalam 2 bulan terakhir.
"Ayo sayang,," Intan menggandeng tangan Naura, berjalan layaknya anak kecil untuk menirukan cara berjalan Nuara. Senyum intan mengembang tulus, dengan mata berbinar menatap Nuara yang tertawa kecil.
"Kita mau jalan - jalan ya suter.?" Naura bertanya pada Intan dengan antusias.
"No,," Sahut Intan cepat.
"Kita akan kerumah suster. Naura mau kan.?" Intan terlihat ragu mengajukan pertanyaan itu pada Naura. Terakhir kali Nuara ikut kerumahnya, dia merengek minta pulang karna kondisi rumahnya yang jauh berbeda dengan rumah mewah ini.
"Mauuu,,,," Jawab Naura penuh semangat. Moodnya terlihat sangat baik pagi ini. Dia terus mengembangkan senyum manisnya kayaknya peri kecil yang menggemaskan.
"Gemas sekali,," Intan mencubit gemas kedua pipi Naura, kemudian terkekeh.
"Ekhemm,,,!" Deheman Vano mampu menghilangkan tawa Intan dalam sekejap. Bibirnya tertutup rapat dengan ekspresi wajah yang kaku dan terlihat canggung.
"Kita berangkat sekarang." Vano menuruni 3 anak tangga terakhir. Seharusnya sudah sejak tadi dia turun, namun mengurungkan niatnya saat melihat kedatangan Naura dan Intan yang melintas di depan tangga.
"Papaaa,,," Naura berlari ke arah Vano, merentangkan kedua tangannya dan langsung di sambut oleh Vano dengan menggendongnya.
"Cantik sekali anak papa,," Puji Vano. Satu kecupan mendarat di pipi chubby Naura yang menggemaskan.
"Aunty Celin lebih cantik,," Ujar Naura polos. Vano hanya bisa menggeleng pelan mendengar pujian putrinya yang ditujukan untuk wanita bayarannya.
"Apa aunty cantik akan ikut.?" Seru Naura antusias. Setiap hari ada saja yang ditanyakan oleh Naura tentang Celina. Vano bahkan sampai kebingungan untuk menjawabnya. Mau melarang Naura agar tidak membahas Celina lagi, namun Naura tipe anak yang semakin penasaran jika dilarang.
"Tidak sayang,," Jawab Vano singkat. Dia tidak terlalu suka membahas tentang Celina di hadapan Naura, sekalipun Naura sendiri yang memulainya.
Vano melangkahkan kaki lebarnya, dia sempat memberikan kode pada Intan agar mengikuti langkahnya. Intan berjalan cepat, mengekori Vano yang berjalan cepat. Mereka menuju mobil yang sudah terparkir di halaman rumah.
"Duduk di depan.!" Seru Vano tegas. Intan melongo menatap Vano, dia sudah membuka sedikit pintu belakang.
"Naura ingin duduk di depan," Jelas Vano. Intan mengangguk pelan. Dia menutup kembali pintu belakang yang sempat dia buka, kemudian pindah ke depan bersama Naura yang duduk di pangkuannya.
Vano bergegas masuk dan melajukan mobilnya.
"Apa yang mereka butuhkan.? Kita bisa membelinya lebih dulu," Suara dingin Vano bercampur dengan celotehan Naura yang nyaring.
"Tidak usah Tuan," Tolak Intan halus.
Vano melirik tajam pada pantulan spion. Percuma saja dia menawari Intan, wanita itu akan selalu menolak pemberiannya.
Vano membelokkan mobilnya ke supermarket. Dia bergegas turun, begitu juga dengan Intan yang ikut turun meski terlihat ragu.
"Berikan Naura padaku," Vano mengambil Naura dari gendongan Intan. Babby sitter itu selalu memaku setiap kali berada di dekat Vano. Jaraknya yang sangat dekat, membuat indera penciuamnnya dimanjakan oleh aroma maskulin yang menguar dari tubuh Vano.
"Ambil apa mereka butuhkan untuk 1 bulan kedepan.!" Titah Vano tegas. Dia tidak mau mendengar penolakan lagi dari mulut Intan.
Ekspresi wajah Vano juga membuat Intan tidak bisa berkutik, dia mengangguk cepat dan tidak memberikan penolakan lagi.
...****...
Kedatangan Vano dan Intan di sambut hangat oleh keluarga Intan. Meski kedua orang tua Intan dan adiknya terlihat tidak enak hati menatap Vano. Mereka merasa direpotkan, karna selama ini biaya hidupnya ditanggung oleh Vano. Semua kebutuhannya juga terpenuhi. Vano juga menjamin pengobatan dan obat pak Heru sampai dia pulih seperti dulu.
"Silahkan masuk tuan Vano,," Ibu Mira mempersilahkan Vano masuk kedalam gubuknya.
"Maaf sudah merepotkan anda,," Pak Heru menunduk lesu. Dia melihat banyak barang belanjaan yang dibawakan oleh Vano. Hal itu membuat Pak Heru semakin tidak enak hati.
"Tidak masalah, saya harap Pak Heru cepat pulih."
Ucap Vano tulus. Dia juga merasa kewalahan selama ini karna tidak ada Pak Heru. Terkadang harus keluar kota seorang diri atau ditemani oleh asistennya.
Sebenarnya bisa saja mencari pengganti supir pribadi untuknya, tapi Vano sudah kepalang percaya dan nyaman dengan Pak Heru.
"Ayo masuk,," Pak Heru masuk kedalam rumah lebih dulu. Berjalan pelan menggunakan tongkat dikedu sisi badannya.
Sambil menggendong Naura, Vano mengekori Pak Heru ke ruang tamu.
"Bu,,," Intan memeluk erat Ibu Mira. Padahal setiap 2 minggu sekali Vano selalu mengajak Intan pulang menemui kedua orang tuanya, tapi tetap saja selalu merasa rindu.
"Gimana kabar Ibu sama Bapak.?" Raut kesedihan terpancar dari wajah ayunya yang khas.
"Ibu sama Bapak sehat. Adik kamu juga sehat,," Ibu Mira tersenyum lebar.
"Ini bawa kedalam semua kak.?" Rasya tengah sibuk mengeluarkan kantong belanjaan dari mobil Vano.
"Iya dek,, bawa ke dapur saja." Titahnya.
Ibu Mira dan Intan langsung bergegas masuk untuk menyiapkan minum.
Kini semua orang tengah berkumpul di ruang tamu. Intan lebih banyak diam, menyimak pembicaraan ringan antara Vano dan kedua orang ruanya.
Naura masih anteng dalam pangkuan Vano, enggan beranjak dari dana. Meski sempat di panggil oleh Ibu Mira dan Intan, Naura enggan menghampirinya. Hanya menggelengkan kepala.
"Kalau begitu saya permisi,," Vano beranjak dari duduknya.
"Intan boleh menginap kalau mau, tapi harus kembali lagi besok." ujar Vano.
Intan langsung mendongak menatap majikannya yang menjulang tinggi. Raut wajahnya terlihat bahagia karna diijinkan untuk menginap 1 malam.
"Terima kasih tuan." Ucap Intan setelah beberapa saat terdiam.
"Hmmm,," Vano hanya berdehem.
"Terima kasih banyak tuan Vano,," Ucap Pak Heru dan Ibu Mira. Mereka ikut beranjak untuk mengantar Vano sampai kedepan rumah.
"Bye,, bye,,, suterr,,," Naura melambaikan tangan pada Intan.
"Hati - hati di jalan Naura cantik,," Intan ikut melambaikan tangan pada anak asuhnya.
Terus menatap mereka hingga masuk kedalam mobil.
"Apa Naura boleh bertemu aunty cantik.?" Tanya Naura manja. Vano langsung menepuk pelan keningnya sembari menggelengkan kepala. Entah kapan Naura akan berhenti menanyakan Celina. Remaja itu seakan sudah melekat di ingatan putri semata wayangnya.
"Pleaseeee papa,,", Naura mengatupkan kedua tangannya. Memohon pada Vano agar diijinkan bertemu dengan Celina.
"Ok, tapi hanya sebentar." Akhirnya Vano luluh. Dia tidak tega melihat rengekan Naura.
"Yeeaay,,, makasih papa," Naura bersorak senang. Dia terus menggerakan kedua tangannya.
"Sekarang duduk tenang dan jangan berisik." Pinta Vano. Naura mengangguk patuh dan langsung duduk tenang.
Vano melakukan mobilnya menuju apartemen Celina. Tidak ada pilihan lagi selain membiarkan Naura bertemu dengan Celina, atau Naura akan terus memohon dan merengek padanya.
"Ya ampun,," Vano menggeleng pelan. Naura terlelap saat Vano baru membelokan mobilnya ke gedung apartemen mewah itu.
Sudah kepalang tanggung, mobil sudah masuk ke basemen, tidak mungkin kalau harus kembali kerumah.
Vano menggendong Naura yang masih terlelap dan membawanya naik ke apartemen Celina.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Nadia Dwi
awas vano nanti bucin
2022-08-10
1
Hesti Pramuni
berasa dah menikah..
2022-07-29
0
Hartin Marlin ahmad
anak lebih nyaman dengan Celin dari pada Intan
2022-06-26
0