"Mulai besok kamu harus menempati apartemen ini sampai kesepakatan kita berakhir.!" Perintah Vano tegas.
"Jangan sampai menghindar karna aku sudah memberikan apa yang kamu mau." Vano memunguti bajunya, lalu bergegas pergi ke kamar mandi.
Dia sudah puas melampiaskan hasr*tnya pada Celina. Dan puas mendapatkan kenikm*tan dari remaja yang terpaut 12 tahun lebih muda darinya.
Sambil mencebik kesal menatap kepergian Vano, Celina menarik selimut untuk menggulung tubuh polosnya. Lepas dari Marvin, rupanya langsung mendapatkan Vano yang 3 kali lipat lebih ganas.
Celina memang menyukai Marvin yang sedikit ganas dalam bermain. Namun, Marvin masih memiliki sisi lembut dan perhatian padanya. Tidak seperti Vano, dia hanya ganas saja dan tidak memiliki sisi lembut sedikitpun. Kecuali saat berhadapan dengan putri kecilnya.
Begitu Vano keluar dari kamar mandi, Celina langsung duduk bersender di kepala ranjang. Vano terlihat segar dengan rambut yang masih basah.
"Aku nggak bisa tinggal di sini setiap hari om."
"Tiga hari sekali harus pulang ke rumah,,"
"Lagipula aku juga sudah menempati apartemen, kenapa nggak om aja yang datang ke apartemenku."
Celina harus setor muka di depan orang tuanya setiap 3 hari sekali. Itu syarat yang diberikan oleh mereka saat Celina meminta untuk tinggal di apartemen.
"Disini lebih aman." Sahut Vano. Aman karna privasinya terjaga dan tidak ada orang yang akan mencurigai apa yang mereka lakukan.
"Kamu bisa pulang kapanpun asal sudah memenuhi kebutuhanku."
Celina membulatkan mata. Isi otak Vano pasti tidak pernah jauh dari urusan ranjang.
"Sepertinya om udah kelamaan sendiri ya,," Celetuk Celina. Dia langsung membungkam mulutnya saat diberi tatapan tajam oleh Vano.
"Om nggak akan minta tiap hari kan.?" Celina terlihat takut menanyakan hal itu pada Vano. Tapi dia memberanikan diri. Celina tidak mau kalau nantinya Vano akan meminta jatah setiap hari. Apalagi kalau 2 sampai 3 kali setiap harinya. Celina tentu saja tidak akan sanggup melakukannya.
"Kenapa tidak.?"
"Aku sudah membayarmu mahal bukan.? 1 apartemen mewah untuk kencan 2 minggu."
Jawaban pasti Vano membuat Celina tergelak. Dia harus menyiapkan tega dan kesehatannya agar sanggup menuruti keinginan Vano.
Celina terlihat menyesal. Kalau tau Vano akan seperti ini, pasti dia tidak akan coba - coba untuk menantang Vano. Sekarang dia yang kewalahan akibat ulah jahilnya sendiri.
"Tapi om,,,
"Berhenti memanggilku om.! Pada tidak ada panggilan yang lain.?!" Vano memprotes keras. Sejak tadi telinganya terasa geli mendengar Celina terus memanggilnya om.
"Kenapa harus menolak tua.?"
"Om itu sudah punya anak, pasti usianya udah nggak muda lagi kan.?"
"Aku tuh baru 18 tahun om. Masih anak - anak." Celina menyengir kuda.
"Ciih.!!" Vano berdecak sinis. Ucapan Celina berbanding terbalik dengan kenyataan.
"Anak - anak kamu bilang.?" Tanya Vano geli.
"Dimana ada anak - anak seliar dirimu.? Kamu bahkan lebih berpengalaman."
Wajah Celina langsung merona. Dia merutuki kebodohannya sendiri malam itu. Aksinya yang liar saat memuaskan Vano, jadi berbuntut panjang karna membuat Vano terus menempel padanya.
"Aku harus mandi dan pulang ke apartemenku,," Celina turun dari ranjang, berjalan cepat menuju kamar mandi untuk mengakhiri obrolan dengan Vano.
...****...
Vano kembali kembali ke rumah setelah mengantar Celina pulang ke apartemen. Celina akan mengemasi beberapa barang dan baju untuk dipindahkan ke apartemen pemberian Vano. Malam ini juga apartemen itu akan di tempati oleh Celina. Dan setelah ini mungkin Vano akan lebih sering bermalam di apartemen.
"Papa,,," Naura berlari menghampiri Vano yang baru turun dari mobil. Di belakang Naura ada Intan yang berlari mengejarnya.
"Naura sayang pelan - pelan,," Teriak Intan dengan raut wajah cemas. Dia takut Naura akan jatuh karna berlari kencang.
"Siang Tuan,," Intan menunduk sopan pada Vano. Seperti biasa tidak berani berlama - lama menatap Vano.
"Hmm,,,"
"Apa Naura sudah makan.?" Tanya Vano. Dia menunduk untuk menggendong Naura.
"Belum. Naura bilang ingin makan siang bersama papanya." Sahut Intan cepat. Selalu ada kecanggungan di antara mereka. Vano juga masih terlihat tidak enak pada Intan karna kejadian waktu itu.
"Suruh mereka menyiapkan makan siang." Titah Vano sambil melangkahkan kakinya menuju rumah.
"Baik Tuan,,," Intan juga bergegas masuk kedalam rumah untuk mengerjakan perintah Vano. Dia mengikuti langkah Vano dari belakang. Obrolan ringan Vano dan Naura yang diselingi tawa, membuat Intan mengulas senyum tipis.
Pemandangan manis itu sudah sering di lihat oleh Intan. Dan dia selalu tersenyum melihatnya.
"Kapan aunty cantik kesini lagi.?" Tanya Naura antusias. Seketika Vano memijat pelipisnya. Entah mantra apa yang dibacakan Celina pada putrinya, sampai - sampai putrinya bisa sedekat itu dengan Celina hanya dalam hitungan jam.
"Memangnya Naura mau ngapain kalau aunty kesini.?" Vano menurunkan Naura di sofa ruang keluarga.
"Mau main papa." Senyum Naura mengembang. Perasaan anak kecil memang tidak bisa dibohongi. Dari sini terlihat kalau Naura sangat senang mengenal Celina.
"Ada suster Intan, Naura bisa main sama dia,," Ujar Vano. Naura langsung menggelengkan kepalanya.
"Nggak mau sama suter, maunya sama aunty cantik,"
Vano hanya bisa menghela nafas berat. Kalau seperti ini ceritanya, bisa - bisa Naura akan semakin lengket dengan Celina. Apa jadinya kalau putrinya dekat dengan wanita seperti Celina. Bisa - bisa Celina memberikan dampak buruk bagi putri semata wayangnya.
"Maaf, makan siangnya sudah siap tuan." Ujar Intan yang baru saja datang. Vano menoleh dan menganggukan kepala.
"Ayo makan,,," Vano menurunkan Naura dari sofa, lalu menggandeng tangan putrinya menuju dapur.
"Kamu sudah makan.?" Tanya Vano saat berdiri didepan Intan. Baby sitter itu langsung menggelengkan kepala.
"Cepat makan, dan jaga Naura setelah ini. Aku harus menyelesaikan pekerjaan," Vano beranjak sebelum Intan menjawabnya.
"Naura main dulu yah, Papa harus bekerja sebentar." Setelah makan siang, Vano memberikan Naura pada Intan. Putrinya menurut, dia memang terlihat biasa saja pada Intan, namun masih mau menuruti perkataan Intan dengan baik.
"Ok Papa,,," Naura tersenyum ceria. Dia memang bukan anak yang rewel.
"Anak pintar,,," Vano mengusap lembut pucuk kepala Naura. Intan yang sedang menggendong Naura, langsung mengalihkan pandangannya karna terlalu dekat berhadapan dengan Vano.
"Kalau ada apa apa, langsung ke atas saja. Saya ada diruang kerja." Tutur Vano dengan suara tegasnya yang berwibawa.
"Iya tuan,," Intan mengangguk paham.
Vano duduk di meja kerjanya. Dia membuka laptop dan mulai mengerjakan pekerjaannya yang dia minta untuk dikirimkan lewat email. Selain tanggung karna sudah siang, Vano juga terlihat kelelahan.
Lagipula siapa yang tidak akan lelah kalau melakukannya berulang kali dalam waktu 1 hari.
Karna terlalu tergiur dengan tubuh Celina yang menggoda, Vano sampai rela melakukannya berulang kali. Tidak peduli meskipun sudah merasa lelah.
Masih ada waktu 12 hari untuk membuat Celina menyesal karna sudah mencoba bermain - main dengannya. Vano memang sengaja berniat membuat Celina tidak berdaya.
Celina sudah salah memilih seseorang yang ingin dia ajak bermain - main. Vano bisa menebak kalau penuturan Celina pagi itu hanya kebohongan semata.
Dia sangat paham berapa tarif untuk wanita - wanita seperti itu. Tidak ada yang akan membayar dengan apartemen mewah hanya untuk berkencan 1 sampai 2 bulan. Apalagi kalau cuma 2 minggu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Hesti Pramuni
parah..
2022-07-29
2
Hartin Marlin ahmad
lanjut lagi
2022-06-26
0
Sweet Girl
lha.... sudah gitu, kuwe kok wani bayar pakai Apartemen....?
pasti sudah ada sesuatu di hatimu....
2022-05-11
0