"Aku bukan baby sitter. Kenapa harus aku.?!" Protes Celina keras. Dia menatap jengkel ke arah Vano. Tidak peduli dengan wajah tampannya yang memang sangat menggoda.
Vano sudah membuatnya kalang kabut, buru - buru datang ke rumahnya menggunakan taksi. Tapi begitu sampai, Vano malah memintanya untuk menyuapi Naura makan siang. Putri semata wayang Vano terus merengek, meminta Celina datang untuk menyuapinya.
"Jangan coba - coba membantah." Seru Vano tegas. Celina tersenyum miring. Kesal dengan sikap Vano.
"Memangnya om ini siapa, bisa menyuruhku seenaknya." Balas Celina sinis.
"Om itu hanya membayarku untuk berkencan, bukan untuk menjadi pengasuh." Celina memutar malas bola matanya. Enggan menatap wajah Vano yang semakin berubah tampan saat sedang serius.
"Berhenti memanggilku om.!" Geram Vano. Dia menolak tua di hadapan wanita yang baru berumur 18 tahun. Tidak sadar diri jika usianya sudah berkepala 3.
"Berhenti protes om. Sesuai kenyataan yang ada saja." Tukas Celina cepat.
"Sekarang aku tanya, berapa umur om.?" Tanyanya menantang. Celina terlalu berani bicara menantang dengan Vano. Dan sampai detik ini hanya Celina saja yang bisa bicara sesuka hati pada seorang Elvano.
Kalau dulu semua wanita memuja Vano, bertekuk lutut padanya dengan sikapnya yang lemah lembut, kini Vano di harapkan dengan wanita muda yang bertolak belakang dengan wanita - wanita itu.
Bahkan mendiang istrinya juga selalu bersikap lembut, bicara sopan, selalu menurut tanpa bantahan.
"Aku memanggilmu bukan untuk menghitung umurku." Vano merangkul pundak Celina, mendorong remaja itu masuk kedalam rumahnya.
"Sebaiknya suapi Naura makan siang dan jangan panggil aku om lagi. Atau,,," Vano menguntungkan ucapannya. Senyum smirknya membuat Celina curiga sekaligus penasaran.
"Atau apa.?" Tanya Celina penasaran.
"Jangan coba berbuat macam - macam om" Celina menatap jengkel.
"Atau kelakuan kamu selama ini akan sampai di telinga Arlo Adiguna." Vano mengancam. Dia membuat wajah Celina memucat. Sudah di pastikan Celina tidak akan berkutik dan akan menuruti keinginannya. Dia bisa di coret dari kartu keluarga kalau sampai perbuatannya selama ini di ketahui oleh sang ayah.
Celina menatap Vano penuh selidik. Dia merasa bingung, karna Vano bisa mengetahui semua tentangnya. Semua data tentangnya seperti sudah berada di tangan Vano.
"Kenapa om bisa tau.?" Wajah Celina berubah polos. Ini kali pertama dia buat kebingungan seperti ini. Hanya dalam hitungan jam, Vano bisa tau nomor ponselnya, tau identitas dan nama orang tuanya.
"Masih berani memanggilku om.?" Sindir Vano sinis. Celina langsung menggelengkan kepalanya. Dia tidak mau mengambil resiko.
"Lalu aku harus panggil apa.? Tuan Vano yang menyebalkan.!" Geram Celina penuh penekanan.
Vano mengulas senyum, terlihat geli dengan tingkah Celina.
"Begitu lebih baik." Sahut Vano tenang. Mata Celina melotot. Tidak setuju kalau dia harus memangil Vano dengan sebutan Tuan.
"Jangan mimpi.!" Celina menatap malas.
"Aku bukan pelayanmu.!" Ketusnya.
"Sepertinya kakak terdengar lebih sopan dibanding aku hanya memanggilmu Vano." Celina bergumam sendiri. Vano hanya bisa menggelengkan kepalanya. Tidak mau ambil pusing memikirkan Celina yang ingin memanggilnya kakak. Itu jauh lebih baik dibanding dengan om.
"Aunty cantik,,," Naura langsung turun dari kursi. Di meja makan sudah tertata berbagai hidangan makan siang. Ada Intan juga di sana yang tadi duduk di sebelah Naura. Dia hampir saja menyiapkan makanan ke mulut Naura. Tapi begitu Naura melihat Celina, dia tidak jadi membuka mulut dan malah berlari menghampiri Celina.
"Hai cantik,," Celina menyapa kikuk. Dia merasa situasinya tidak mendukung. Intan terlihat kecewa saat makanan yang akan dia suapkan kemulut Naura, tidak jadi masuk ke mulut anak itu.
"Naura mau makan sama aunty,," Naura merengek. Menarik satu tangan Celina dan membawanya ke meja makan. Tidak mau banyak drama, Celina menurut begitu saja pada Naura.
"Hai,,," Sapa Celina pada Intan. Senyum tulus mengembang di Bibir Celina. Intan balas tersenyum. Dia beranjak dari duduknya.
"Ini makanan Non Naura," Katanya menyodorkan piring pada Celina.
"Dia baru makan beberapa suap saja,," Tambahnya lagi. Celina hanya menganggukan kepala.
"Kalau begitu saya permisi Non, Tuan,,," Intan pamit sopan pada Celina dan Vano.
"Makasih,,," Ujar Celina sebelum Intan beranjak.
"Kenapa Naura nggak makan sama suster.?" Celina mendudukan Naura di kursi. Dia juga ikut duduk disebelah bocah cantik itu.
Kesal, tentu saja Celina sangat kesal karna harus mengurusi anak Vano. Dia masih menyandang gelar sugar baby, bukan sebagai baby sitter. Tidak ada sejarahnya harus mengurus anak kecil seperti ini.
"Naura mau sama aunty cantik,," Naura tersenyum manis. Kini bocah lugu nan polos itu mampu membuat Celina terharu. Tatapan mata Naura yang berbinar, seakan menjelaskan jika dia sangat menyukai Celina. Siapa yang tidak akan tersentuh dengan tatapan dan senyum itu, sekalipun itu Celina.
"Kalau begitu Naura makan sekarang." Celina menyendok makanan milik Naura.
"Tapi kalau di suapin sama aunty harus di habiskan makanannya,," Ujar Celina sebelum mengarahkan sendok ke mulut Naura. Gadis kecil itu mengangguk patuh.
"Anak pinter,," Puji Celina gemas. Dia baru menyuapi Naura setelah itu.
Vano menatap datar di tempat dia berdiri. Interaksi putri semata wayangnya dengan wanita bayarannya itu mampu membuat Vano terlihat gusar. Meski Naura terlihat senang dan bahagia dengan kehadiran Celina, namun Vano tidak terlalu menyukai kedekatan itu. Takut kedekatan mereka akan semakin intens dan Naura kesulitan untuk lepas dari Celina.
Beberapa saat melihat keduanya yang terus berceloteh, Vano bergegas meninggalkan ruang makan. Kepergiannya sempat dilirik jengkel oleh Celina. Dia jadi merasa menjadi seorang pengasuh untuk anak Vano. Seenaknya menyuruh menyuapi Naura sedangkan dia pergi begitu saja dari ruang makan.
Celina mengumpat Vano dalam hati. Menatap kepergian lagi - lagi itu dengan perasaan kesal.
Selain harus meladeni sangat ayah yang gila dalam urusan ranjang, Celina juga harus mengasuh putrinya.
"Papa dan anak sama saja.! Sama - sama menyusahkan." Geram Celina lirih.
Hampir 1 jam Celina menemani Naura. Kini balita itu sedang berada di kamar dalam keadaan terlelap setelah makan siang dan meminum susu. Sampai detik ini Vano tidak menampakkan batang hidungnya. Celina jadi merasa semakin di manfaatkan oleh duda ganas itu.
"Bagaimana keadaan papa kamu.?" Vano menghentikan langkah Intan yang akan beranjak dari dapur. Wanita itu berbalik menatap Vano yang sedang makan siang.
"Sudah lebih baik. Kemarin baru bisa lepas dari kursi roda,," Jawab Intan. Wajahnya tidak sesendu dulu saat ditanya tentang keadaan sang ayah.
"Syukurlah. Mungkin lusa saya akan menjenguknya." Vano tidak lepas dari tanggung jawab atas musibah yang menimpa orang tua Intan. Ayah Intan berkerja sebagai supir pribadi Vano sejak Vano pindah ke Jakarta.
Dia mengalami kecelakaan 3 bulan yang lalu. Kecelakaan mengenaskan yang mengakibatkan terjadi masalah pada kedua kakinya hingga cukup lama tidak bisa berjalan.
"Terimakasih,,," Intan tersenyum tulus. Vano memang rutin berkunjung ke rumah Intan setiap 2 minggu sekali untuk melihat perkembangan orang tua Intan.
"Ya ampun.!" Suara kencang Celina langsung menarik perhatian Vano dan Intan.
"Bisa - bisanya menyuruh orang lain untuk mengurus anak kak Vano, tapi kakak sendiri malah enak - enakan makan.!" Geram Celina jengkel.
Dia langsung duduk di sebrang Vano meski tidak ada yang menyuruhnya.
"Kau juga lapar.!" Ujar Celina ketus. Dia membalas tatapan Vano yang keheranan melihat tingkahnya.
"Dimana Naura.?" Pertanyaan Vano membuat Celina mendelik.
"Dia sudah ke alam mimpi.! Aku mengurusnya dengan baik, tidak seperti papanya." Sindirnya pedas. Tidak peduli dengan tatapan tajam Vano yang mematikan. Celina asik menyendok makanan kedalam piringnya.
...****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
senja indah
sumpah novel mu semua keren tor....mashaa Allah bisa bgt yaa bikin karya se keren n seindah ini,berasa nyata kisah y..hhh
2023-03-14
3
Hesti Pramuni
daah.. nikahin ajalah om..
2022-07-29
0
ita🍓
aku suka gaya mu Celine 😁😁
2022-07-04
0