Begitu masuk ke dalam kamar, Celina langsung merebahkan diri di ranjang. Badannya terasa remuk sampai ke tulang - tulang. Vano benar - benar gila, terlalu ganas dan liar. Kalau selama 2 minggu berturut - turut harus menuruti nafs* bir*hi Vano, tentu saja Celina tidak akan sanggup meladeninya.
Dulu saat menjadi sugar daddy, Celina tidak harus melayaninya setiap hari. Hanya 2 sampai 3 kali saja dalam 1 minggu. Bahkan terkadang tidak sama sekali karna kesibukan sugar daddynya yang memang sudah memiliki keluarga.
"Sial.!" Celina menggerutu sambil menepuk kening. Kalau tau akan seperti ini jadinya, dia tidak akan coba - coba untuk menantang Vano hingga berujung kencan 2 minggu seharga 1 unit apartemen mewah.
Gila memang, Celina bahkan keheranan sendiri. Kaget saat Vano langsung menyetujui tawarannya tanpa negosiasi sedikitpun.
Celina sudah salah mencari lawan main. Tidak tau siapa orang yang sedang dia ajak bermain.
Vano sudah memiliki beberapa perusahaan di 3 kota. Perusahaan di Surabaya yang dia tinggalkan 1 tahun lalu bahkan jauh lebih besar daripada perusahan yang ada di Jakarta.
"Om ganas itu pasti akan menertawakanku kalau aku mundur." Celina terlihat risau. Dia hanya bisa berdiri di tempat. Posisinya jadi serba salah. Maju dan mundur tetap kena.
Nasi sudah menjadi bubur, sudah terlanjur digempur berulang kali oleh duda ganas itu.
Pada akhirnya Celina tetap memilih untuk melanjutkan kencan gilanya bersama Vano. Mungkin ini akan menjadi status terakhirnya sebagai wanita bayaran. Celina memilih berhenti, dia sudah kapok karna jatuh cinta dengan sugar daddynya, yang berujung sakit hati karna di campakkan begitu saja.
"Obat apa yang dia minum, bisa - bisanya membuatku remuk seperti ini,," Celina beranjak. Dia akan mengemasi sebagian barang dan bajunya untuk di pindahkan ke apartemen pemberian Vano. Sebagai wanita yang sudah di bayar, Celina sadar harus selalu ada saat di butuhkan.
Vano pasti tidak akan menyia - nyiakan waktu singkat ini. Dia sudah mengeluarkan banyak uang untuk membayar Celina. Tidak mungkin mau melewatkan 1 hari pun tanpa bercint* dengan Celina.
Celina berjalan tertatih. Area intinya seperti di obrak - abrik oleh keganasan Vano. Dia jadi ingat saat pertama kali melepas kesuciannya. Cara berjalannya persis seperti ini.
"Nggak mau di panggil om, tapi kelakuannya seperti om - om hidung belang." Celina masih saja menggerutu. Dia tidak akan kehabisan kata untuk mencibir Vano. Duda yang satu itu memang lain dari pada yang lain.
Celina menendang salah satu koper besar yang sudah berisi baju miliknya.
"Merepotkan sekali.!" Cibirnya kesal. Dia semakin kelelahan setelah memasukan baju miliknya kedalam 2 koper besar itu. Celina berharap malam ini Vano akan lupa dengannya, jadi dia tidak harus pindah malam ini juga.
Dering ponsel mengagetkan Celina. Dia menyambar tas kecil dan merogoh ponsel didalamnya.
Dahinya berkerut, menatap deretan nomor tidak di kenal yang muncul di layar ponselnya.
"Om ganas.?" Gumam Celina. Dia tampak ragu, pasalnya Celina jadi ingat kalau dia dan Vano belum bertukar nomor telfon.
"Tunggu, aku bisa kabur kalau seperti ini. Dia mana tau tempat tinggalku." Celina tersenyum licik. Masa bodo dengan 2 hari yang dia habiskan dengan Vano, lepas dari Vano akan jauh lebih baik.
Celina langsung mengangkat panggilan telfonnya. Dia sudah yakin kalau Vano tidak akan menelfonnya.
"Ya hallo,,," Seru Celina.
"Kamu dimana.? Kamu baik - baik saja.?" Suara diseberang sana terdengar panik, namun Celina langsung berdecak sinis.
"Apa pedulimu.!" Balas Celina ketus. Dia hapal betul siapa pemilik suara itu. Suara yang sudah melekat di hati di pikirannya selama beberapa bulan yang lalu. Suara itu dulu terdengar indah, seakan menjadi penyemangat harinya. Kini Celina terlihat muak mendengarnya.
"Aku minta maaf,,," Suara Marvin terdengar lebih tenang.
"Ada yang memberitahuku kalau mobilmu tertinggal di club. Sekarang kamu dimana.?"
"Mobilmu masih ada disini tapi kamu,,,
"Bukan urusanmu.! Dan berhenti pura - pura peduli padaku.!" Bentak Celina geram. Sebelah tangannya mengepal kuat. Ingat bagaimana Marvin mengusirnya dari apartemen malam itu. Sekarang tiba - tiba dia menelfon dan pura - pura mengkhawatirkannya.
"Urus saja istrimu itu. Dasar brengs*k.!!" Celina memaki Marvin dengan sorot mata penuh kebencian dan kecewa.
"Aku benar - benar khawatir, bahkan sampai mendatangi club di jam kantor." Sela Marvin cepat.
"Katakan dimana kamu sekarang.?" Desaknya.
"Paling tidak bilang padaku kalau kamu baik - baik saja sekarang,," Lagi - lagi suara cemas Marvin terdengar memuakkan di telinga Celina. Hal itu membuat Celina terkekeh sinis. Dia semakin kencang menertawakan Marvin.
"Apa kamu sudah gila.?" Tanya Celina dengan nada mengejek.
"Aku tidak akan seperti ini tanpa omong kosongmu yang manis itu.!"
"Jangan karna usiaku jauh dibawah mu, kamu membuatku seperti orang bodoh.!" Teriak Celina. Amarahnya semakin memuncak dengan wajah yang memerah.
"Pergi dari hidupku dasar si*lan.!" Maki Celina geram. Dia langsung mematikan sambungan telfonnya, setelah itu memblokir nomor Marvin.
Tubuh Celina merosot ke lantai, duduk di samping ranjang. Mulut bisa saja memaki, tapi hatinya masih terpaut dengan Marvin. Masih ada cinta yang tersisa didalamnya meski Marvin sudah menghancurkan hatinya.
Jahat memang, saat itu Celina berharap Marvin segera menceraikan istrinya dan menjadi miliknya seutuhnya. Marvin sudah membuatnya nyaman, dengan segala perlakuan lembut dan manisnya. Berulang kali Marvin mengucapkan janji untuk hidup bersamanya setelah berpisah dengan sang istri.
Marvin sudah membuat Celina menggantungkan harapan besar padanya.
Tapi apa yang dibuat Marvin sekarang.? Laki - laki itu pergi, mencampakannya karna ingin memulai lembaran baru dengan sang istri. Ada hati yang hancur dibalik hubungan yang akan membaik.
"Aku bisa mendapatkan yang lebih darimu,!" Gumam Celina dengan sorot mata yang membara. Celina semakin bertekat untuk menunjukan pada Marvin kalau dia bisa bahagia tanpanya.
Mata Celina melotot, ponsel di genggamannya kembali berdering. Lagi - lagi ada nomor yang tidak di kenal masuk ke ponselnya. Celina menghembuskan nafas kasar. Marvin benar - bane menguji kesabarannya.
"Dasar brengs*k.!! Mau apa lagi kau.!"
"Harus berapa kali aku bilang, pergi dari hidupku, si*lan.!!" Teriak Celina berapi - api.
"Kau.! Berani sekali bicara seperti itu padaku.!"
"Degghh..!"
Jantung Celina seketika berhenti berdetak untuk beberapa detik. Matanya membulat sempurna, wajahnya juga berubah pucat.
"Ma,,maaf aku pikir,,,
"Celina Adiguna.!!" Geram Vano. Celina semakin dibuat melongo, Vano tau nomor ponselnya dan sekarang tau nama lengkapnya.
"Cepat datang ke rumahku sekarang juga atau kamu akan tau akibatnya.!"
"Tapi om,,
" tutt,, tuttt, ttuut,,"
"Aargghh,,,!!" Celina mengusap kasar wajahnya.
"Marvin sial*n, semua ini gara - gara dia.!"
"Bagaimana ini, mau apa lagi om ganas itu. Aku baru sampai 2 jam yang lalu dan sekarang harus kembali ke rumahnya." Celina mendesah pelan. Tubuhnya benar - benar akan ambruk, dia sudah kehabisan tenaga kalau harus datang ke rumah Vano. Bisa - bisa duda ganas itu akan kembali menyerangnya tanpa ampun.
"Kenapa aku harus di pertemukan dengan orang - orang seperti itu." Celina menutup wajah dengan kedua telapak tangan.
Vano bisa saja dijadikan pelampiasan, duduk beranak 1 itu lebih tampan dan kaya raya dibanding Marvin. Tapi yang membuat Celina berfikir berulang kali, Vano terlalu menakutkan. Dia tidak bisa di ajak main halus. Rasanya akan kesulitan kalau harus menjalani hubungan lebih lama dengan Vano.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
istri king kurkan
padahal gra" celine sendiri yg milih jadi ani", Marvin dah bener itu tobat
2025-02-15
0
Nur Anggi
pantesan bini si vano cepat meninggoi vano ganas banget diranjang untung si Naura selamat pas didalem GK diobark Abrik 😂😂
2023-01-07
3
Artati Sukreni
sugar daddy yg mau mulai tobat....🤣🤣🤣
2022-12-12
0