Kehidupan di pesantren terus berjalan. Bara, Banyu dan Darel menjadi sahabat baik. Tidak ada lagi kecurigaan dan persaingan cinta, yang ada hanya persaudaraan seiman.
Hari itu, genap setahun si kembar belajar di pesantren. Pada suatu sore, saat Bara dan Darel sedang bersantai di salah satu saung yang ada di pesantren, Banyu datang dengan tergesa-gesa.
"Ra, kita harus pulang!" kata Banyu tegas.
Bara mengernyitkan alisnya, "Ada apa? Mendadak sekali?"
"Barusan aku bertemu Ustadz Huda. Beliau menyampaikan pesan bahwa papa meminta kita pulang liburan ini. Dan Ustadz Huda sudah memberi ijin, kita bisa pulang lebih awal. Toh pembelajaran sudah kita selesaikan."
"Tapi kenapa?" Bara masih dalam kebingungannya.
"Apa ada yang terjadi dalam keluarga kalian?" tanya Darel.
"Kita pulang saja dulu. Ajak tuan putri juga."jawab Banyu. Ia sengaja menyebut Aurora dengan tuan putri agar Darel tidak tahu kalau Aurora adalah adik mereka.
"Tuan putri?!" tanya Darel.
"Adik kami." jawab Bara pendek.
"Oh."
Bara berdiri dari duduknya begitu juga Darel. Bertiga mereka meninggalkan saung menuju kamar.
"Apa kalian akan lama?"tanya Darel melihat Bara dan Banyu packing.
"Belum tahu. Kalau papa sampai meminta kami pulang, pasti ada yang penting." jawab Banyu.
"Kalau begitu, aku juga akan pulang. Tanpa kalian pasti suasananya tidak menyenangkan. Hanya saja aku pulangnya menunggu waktu liburan tiba." kata Darel.
Selesai packing, Bara dan Banyu berpamitan pada Darel.
"Kau baik-baik di sini. Jangan sampai terpancing dengan ulah Bimo dan kawan-kawannya. Nanti kita bisa ketemuan saat kau pulang." kata Bara sambil memeluk Darel.
"Jangan khawatir." Darel balas memeluk Bara.
"Kami pergi dulu." Pamit Banyu juga sambil memeluk Darel.
"Ya!" balas Darel. "Aku tidak mengantar kalian ya, ada yang harus aku kerjakan."
"Ya. Assalamu'alaikum."
"Waalaikumsalam."
Bara dan Banyu melangkah meninggalkan asrama putra menuju rumah Ustadz Huda. Di sana sudah ada sopir yang menunggu mereka.
"Antum sudah siap?" tanya Ustadz Huda.
"Na'am, Ustadz." jawab Bara dan Banyu.
"Bagus. Tinggal menunggu adik kalian."
"Afwan Ustadz. Apa papa kami memberitahu ustadz, kenapa kami harus pulang? Bahkan Ustadz mengijinkan kami pulang lebih awal." Bara memberanikan diri bertanya.
"Tidak banyak. Papa kalian hanya mengatakan ada yang penting yang terjadi di rumah dan membutuhkan kalian hadir di sana. Hanya itu." jawab Ustadz Huda.
Bara mengangguk. Dalam hati ia tahu bahwa percuma menggali informasi dari Ustadz Huda karena jika Ustadz Huda berjanji merahasiakan masalah yang sebenarnya pada mereka, maka beliau tidak akan pernah mengingkari janjinya itu.
"Assalamu'alaikum." Aurora datang dan mengucap salam.
"Waalaikumsalam." jawab mereka yang ada di rumah Ustadz Huda.
"Nah, Aurora sudah datang. Sebaiknya antum bergegas mumpung hari masih terang." kata Ustadz Huda.
"Baik, Ustadz. Kami permisi."
Akhirnya Langit bersaudara pergi meninggalkan pesantren hari itu.
Di kamarnya, Darel berbaring sambil memandangi sepatu mungil yang ia pegang. Bibirnya mengulas senyum.
"Aku akan mengembalikan ini padamu jika waktunya tiba dan diriku pantas untukmu. Siapapun dirimu, aku akan datang padamu. Dan kuharap, kita berjodoh." gumam Darel. Ia lalu memasukkan kembali sepatu itu ke dalam tas khusus.
Di tempat lain, si kembar yang sedang melakukan perjalanan menggoda adik mereka.
"Dik, sepatu kuning yang papa belikan buat kamu itu, kenapa tidak dipakai?Bukankah kau sangat menyukainya?"tanya Bara.
Aurora tercekat mendengar pertanyaan kakaknya. Ia tidak mengira, kakaknya akan menyoal sepatu.
"Ada." jawabnya pendek.
"Kenapa tidak dipakai?" kini Banyu yang ganti bertanya.
Aurora memalingkan wajahnya dan memandang Banyu. Ia berpikir kenapa Banyu yang biasanya diam dan dingin ikut bertanya masalah sepatu yang nggak penting.
"Kalian kenapa sih? Tumben nanya masalah sepatu. Nggak penting deh." Aurora berkata lalu cemberut.
"Heran saja. Biasanya tuh sepatu nggak pernah lepas dari kaki pendekmu itu." jawab Bara yang makin membuat Aurora kesal.
"Atau jangan-jangan sepatu itu hilang? Hilang sebelah mungkin." tambah Banyu.
Wajah Aurora memucat, bagaimana mungkin kakaknya bisa menebak dengan tepat kalau sepatu itu hilang sebelah.
"Itulah." jawabnya lirih.
"Itulah apa?" kata Bara.
"Ya.. itulah. Sepatu itu hilang sebelah."kata Aurora masih dengan suara yang lirih.
"Wah.... dasar kamu ceroboh. Bagaimana mungkin kamu kehilangan sepatu kesayangamu begitu saja atau jangan-jangan kamu memberikannya kepada seseorang sebagai kenang-kenangan?" tanya Bara. Banyu mengulum senyum mendengarnya.
Aorora kaget dan spontan berkata, "Ya nggak mungkinlah kak, aku memberikan sepatu itu padanya, dia yang nggak mau mengembalikannya."
Ups. Aurora langsung menutup mulutnya karena keceplosan.
Bara dan Banyu tergelak melihat kepolosan adiknya.
Aurora memandang dengan kesal ke arah kedua kakaknya yang sedang tertawa.
"Kalian!!!" teriaknya.
"Jadi benar sepatumu ada pada seseorang?"
"Tau ah. Malas bicara dengan kalian." Aurora cemberut. Ia mengubah posisi duduknya dengan bersandar lalu memejamkan matanya.
Bara dan Banyu kembali tertawa.
"Kalau Jaka Tarub mengambil selendang bidadari, kasihan pemuda ini, dapat sepatu. Bau lagi." kata Bara yang disusul gelak tawa Banyu.
Aurora menutup kedua telinganya dengan tangan. Ia semakin kesal dengan ulah kedua kakak kembarnya itu.
"Kakak durhaka. Nyebelin." teriaknya.
Namun teriakannya tidak berpengaruh.
"Sabar dik, nanti ia juga akan mengembalikannya sebagai hadiah pernikahan kalian." kata Banyu ke dekat telinga Aurora.
"Bodo. Kalian nyebelin." kembali Aurora berteriak. Bara dan Banyu malah tertawa. Sang sopir pun ikutan tersenyum.
Perjalanan yang lama tidak terasa karena mereka menikmatinya dengan senda gurau sampai mereka tertidur kelelahan.
"Tuan Muda, kita sudah sampai." kata sopir perlahan sambil menggoyang tubuh Bara.
"Oh, iya pak." Bara terjaga. Ia lalu membangunkan Banyu dan Aurora.
Mereka lalu keluar dari mobil dan melangkah menuju mansion.
"Assalamu'alaikum." mereka memberi salam.
"Waalaikumsalam."
Anggi dan Langit keluar lalu memeluk ketiga anak mereka.
"Pa, ada apa?" tanya Bara yang sudah tidak sabar ingin mengetahui masalah apa yang terjadi sampai mereka harus pulang.
"Kalian duduk dulu. Papa akan cerita."
Mereka lalu duduk di ruang tamu. Langit mulai menceritakan alasan mengapa mereka diminta pulang. Mereka harus ikut membantu menguatkan kakak perempuan mereka, Pink yang sedang mengalami musibah. (ada di novel Demi Kalian Aku Rela Menikahinya)
"Kasihan Kak Bayu." gumam Aurora.
"Ingat, jangan sebut nama Bayu dihadapan kak Pink." tegas Langit.
Mereka bertiga mengangguk.
"Kalau begitu kalian istirahat. Besok saja kalian temui kakak kalian. Sekarang sudah malam. Ia juga sudah istirahat." perintah Langit.
Mereka pun pergi ke kamar masing-masing untuk istirahat.
Di kamarnya, Bara tidak bisa memejamkan matanya. Pikirannya melayang ke Yasmine. Sedikit banyak ia bisa merasakan apa yang Pink rasakan, jauh dari orang yang dicintai.
"Aku saja yang belum lama mengenal Yasmine, rasanya seperti ini. Apalagi kak Pink yang harus jauh dari suaminya. Ditambah suaminya sedang menghadapi bahaya. Pasti berat buat kak Pink." gumam Bara. Lama ia merenung hingga akhirnya matanya terpejam dan masuk ke alam mimpi.
...🍃🍃🍃🍃...
Semoga menghibur dan mengobati rindu.
jangan lupa tinggalin jejak ya...
love you all
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Eka Suryati
absen, jejak dan next
2022-11-23
0
Eka Suryati
up terus ya thor, suka sekali dengan cerita keluarga langit dan anggi, pokoknya TOP BGT
2022-11-23
0
Eka Suryati
ini pas pink ngapain ya kok lupa aku
2022-11-23
0