Bara membaringkan tubuhnya di ranjang dengan gelisah. berkali kali ia berpindah posisi namun tetap merasa tidak nyaman.
"Kamu kenapa? Sudah tiga hari sejak pulang tausiah bersama Ustad Huda, kuperhatikan kamu jadi gelisah." Banyu bertanya pada saudara kembarnya itu.
Bara duduk dari rebahannya. Ia bersila sambil memeluk bantal.
"Nyu, menurutmu Darel itu bagaimana?" tanya Bara sambil menatap Banyu.
"Bagaimana aku bisa menilainya, kenal saja baru." jawab Banyu, "Memang kenapa?"
Bara menghela nafas. "Sepertinya teman Ustadz Huda yang bernama Risky itu ingin menjodohkan Darel dengan Yasmin."
"Terus?"
"Dia kan sudah mapan dan tampan pula." gumam Bara hampir tak terdengar.
Banyu tertawa. Ia merasa lucu dengan sikap kembarannya itu.
"Kau khawatir? Kau tidak percaya diri? Sejak kapan seorang Bara jadi minder begini, ha?" kekeh Banyu.
Bara melempar bantal ke Banyu karena ditertawakan. Banyu dengan sigap menangkapnya.
"Bukan minder, hanya saja... entahlah. Yasmin beda sih jadi aku merasa.... " Bara menggantung ucapannya.
"Sama aja! Itu nggak P D namanya alias minder." Banyu melempar kembali bantal ke arah Bara dan sukses menimpuk wajah tampannya.
Bara mengusap wajahnya. "Menurutmu apa Ustadz Huda akan menerima Darel sebagai adik iparnya ya?"
Banyu angkat bahu, "Mana aku tahu. Tanya saja pada Ustadz Huda."
"Cih... kau ini. Sama sekali nggak membantu." Bara kembali membaringkan tubuhnya. Sekejap kemudian ia duduk lagi.
"Astagfirullah!" teriak Bara.
"Ada apa?" Banyu menatap Bara heran.
"Aku lupa. Kamu ingat nggak kemarin Darel tanya tentang nyantri di sini? Setalah kita tampil, ia minta tolong u tuk menyampaikan keinginannya itu pada Ustadz Huda. Aku lupa."
"Lupa apa sengaja?!" selidik Banyu.
"Ish.. aku tidak sejahat itu."
"Siapa tahu?. Kalau Darel nyantri kan nilai plus nya semakin bertambah. Semakin berat tuh bersaingnya."
"Ish... jaga tuh bicara." Bara bangkit dan berjalan ke arah pintu.
"Mau kemana?" Banyu mengikutinya.
"Menemui Ustadz Huda." jawab Bara sambil terus mengayunkan langkahnya dengan Banyu yang mengekorinya.
Dalam perjalanan ke rumah Ustadz Huda mereka berpapasan dengan kelompok Bimo yang memandang keduanya dengan tatapan penuh rasa iri dan tidak suka.
"Woi.. ada artis yang lagi naik daun lewat. Kalian nggak ingin minta tanda tangan?!" celutuk Bimo sinis.
Bara dan Banyu tak menggubris sindiran Bimo. Mereka tetap melanjutkan langkahnya menuju rumah Ustadz Huda yang juga tempat tinggal pak Kyai pemilik pesantren.
Bug.
Bara menghentikan langkahnya saat ia merasa ada benda yang menimpuk punggungnya. Bara mengepalkan tangannya karena tahu perbuatan siapa itu.
"Jangan diladeni. Mereka sengaja cari masalah. Kita lanjut saja." bisik Banyu sambil mengapit bahu Bara.
Bara menarik nafas panjang dan mengikuti saran Banyu.
Bug
Kini sebuah batu menghantam kepala Banyu. Banyu memejamkan mata menahan amarah sambil terus mengayun langkah.
Bara yang berada di samping Banyu bisa merasakan ketegangan di wajah saudaranya itu.
"Kamu kenapa?" tanya Bara.
"Nggak pa-pa." jawab Banyu pendek. Dalam hati ia mengutuk perbuatan Bimo dan kelompoknya.
"Antum mau kemana?" sebuah suara membuat Banyu dan Bara menoleh.
"Ustadz!!" serempak mereka memanggil Ustadz Huda.
"Kami mau menemukan Ustadz." jawab Bara.
"Ada perlu?" tanya Ustadz Huda.
"Iya. Ini soal Darel." jawab Bara lagi.
"Darel?!"Dahi Ustadz Huda mengernyit, "Ada apa dengan dia?"
"Begini Ustadz, Darel bermaksud nyantri di pesantren ini. Ia minta tolong ana, u tuk bertanya pada Ustadz, apa bisa dia nyantri di sini secara dia sudah bekerja." Bara menjelaskan dengan rinci permintaan Darel.
Ustadz Huda manggut-manggut. Matanya menatap penuh selidik pada Bara.
Apa dia tidak takut kalau aku memihak Darel sebagai suami Yas. Kenapa ia justru membawa Darel nyantri di sini. batin Ustadz Huda.
"Menurut antum bagaimana?" Ustadz Huda balik bertanya kepada Bara dan Banyu yang langsung bingung mendapat pertanyaan seperti itu.
"Ana tidak bisa memutuskan, Ustadz. Karena ini berkaitan dengan peraturan pesantren." jawab Banyu cari aman.
"Kalau anta, Bara?" ustadz Huda ingin tahu pendapat Bara.
"Ada orang ingin belajar agama, kenapa nggak Ustadz. Lepas dari ia bekerja atau pelajar, yang lebih penting adalah niatnya memperdalam ilmu agama. Bukankah kita harus membantunya." jawab Bara tanpa ragu.
Senyum mengembang di bibir Ustadz Huda. Ia menepuk pundak Bara tiga kali lalu pergi meninggalkan mereka.
Bara dan Banyu segera mengejarnya
"Afwan Ustadz. Bagaimana? Apa Darel bisa nyantri di sini?" tanya Bara sambil. berjalan di sisi Ustadz Huda. Begitu pula dengan Banyu.
"Anta tahu siapa Darel dan mengapa ia dikenalkan dengan ana?" kata Ustad Huda.
Bara mengangguk.
'Dan anta tidak khawatir sama sekali?" selidik Ustadz Huda.
Bara langsung menghentikan langkahnya. Ustadz Huda dan Banyu ikut berhenti.
"Maksud Ustadz?"
Ustadz Huda tersenyum. Ia tidak menjawab pertanyaan Bara dan berlalu meninggalkan kedua pemuda itu.
"Hei.. sadarlah!" Banyuenggoya g tubuh Bara yang mematung.
"Apa maksud Ustadz Huda bertanya begitu?" gumam Bara.
"Kau ini! Jelas jelas Ustadz Huda tahu kalau kau menaruh hati pada Yasmine. "
"Benarkah?! Celaka!" pekik Bara panik.
"Kenapa celaka?"
"Ya celaka. Kalau Ustadz Huda tahu dia bisa saja mengusirku dari pesantren karena telah lancang menyukai adiknya."
"Ku rasa nggak begitu. Justru ia mendukungmu."
"Benarkah?"
"Kau ini kenapa jadi bodoh begini sih." omel Banyu. Ia lalu memutar tubuhnya dan meninggalkan Bara yang masih berdiri bingung
"Banyu tunggu! Jelaskan padaku!" teriak Bara sambil berlari mengejar Banyu. Ia berhasil. menyusul Banyu dan langsung merangkul kembarannya itu.
"Jelaskan padaku!"
"Ogah. Pikir saja sendiri!"
Bara kesal. Ia memiting Banyu.
"Augh... dasar kembaran durhaka kau." Banyu berusaha melepaskan diri dari pitingan Bara dan setelah berhasil ia lari meninggalkan Bara yang spontan langsung mengejarnya.
...🌿🌿🌿...
Semoga bisa menghapus rindu pada si kembar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Eka Suryati
selalu penasaran aku tuh
2022-11-23
0
Eka Suryati
he he he
2022-11-23
0
Eka Nur Fitriyah
lanjut
2021-06-01
1