"Assalamu'alaikum!" Bara, Banyu dan Darel bersamaan mengucap salam.
"Waalaikumsalam." Ustadz Huda memindahkan pandangannya dari kitab yang sedang ia baca ke arah tiga pemuda yang berdiri di depan pintu. "Antum, masuk!" sambil menutup kitab di tangannya.
Tiga pemuda itu masuk dan mengambil tempat duduk yang paling dekat.
"Anta?!" tanya ustadz Huda pada Darel.
"Dia Darel, Ustadz. Bukankah kita pernah bertemu dengannya saat tausiah minggu lalu?" jawab Bara.
"Saya saudara paman Riski, yang waktu itu dikenalkan pada Ustadz." tambah Darel.
"Ah iya. Ana ingat. Ada perlu apa anta datang kemari?"
"Kalau diijinkan, saya ingin belajar ilmu agama di sini ustadz."
"Tentu saja. Kami tidak akan menghalangi orang yang ingin menuntut ilmu. Hanya saja apa orang tuamu setuju?"
"Kalau mama setuju ustadz, hanya papa yang kurang setuju."
"Begitu, ya. Lalu?"
"Saya tetap pada pendirian saya ustadz. Saya ingin belajar di sini."
"Apa yang mendorongmu ingin belajar ilmu agama?"
Darel diam. Ustadz Huda, Bara dan Banyu menunggu jawaban pemuda itu dengan penasaran.
"Ada seseorang yang saya kagumi dari kecil. Beliau adalah teman mama saya. Mama selalu cerita betapa baiknya beliau dan ilmu agamanya juga bagus. Saking baiknya bahkan papa pernah menginginkannya untuk diperistri. Saya ingin agar kelak saya mendapatkan pendamping hidup seperti beliau, maka saya memperbaiki diri agar pantas mendapatkan pendamping yang baik juga." jawab Darel jujur.
Ustadz Huda manggut-manggut. Birbinya menyunggingkan senyum. Ia melirik Bara. Yang dilirik menundukkan kepala dengan wajah pias. Ustadz Huda melihat kekhawatiran di wajah Bara.
"Jadi intinya kau belajar agama untuk mendapatkan istri?" selidik ustadz Huda.
"Bukan begitu. Saya ingin menjadi lebih baik. Itu poinnya." jawab Darel.
"Baiklah. Ana paham. Bara!"
"Iya ustadz?!"
"Apa di kamar kalian masih ada ruang buat Darel?"
Bara melirik Banyu. Ia lalu mengangguk.
"Masih ustadz."
"Bagus. Jadi kalian bisa tinggal bertiga. Darel, apa kamu membawa pakaian?"
Darel menggeleng. "Saya tidak membawa apa apa, ustadz."
"Tidak apa-apa ustadz. Nanti Darel bisa pinjam punya ana untuk sementara." kata Banyu.
"Baguslah! Oh ya, kalian berdua ada perlu apa?".
"Sebenarnya tujuan kami menemui ustadz, untuk menyampaikan perihal Darel, tak disangka, dia malah datang."jawab Bara.
Ustadz Huda mengangguk.
"Kalau begitu, kami permisi ustadz!" ketiga pemuda itu lalu memberi salam dan keluar dari kediaman ustadz Huda.
"Ayo, kita ke asrama!" ajak Bara.
"Apa di seberang adalah asrama putri?" tanya Darel.
"Iya." Bara menjawab singkat.
"Apa kamu mengenal penghuni asrama putri?" kembali Darel bertanya.
"Tidak semuanya. Hanya beberapa." kembali Bara yang menjawab. Banyu hanya diam sambil terus melangkah.
"Apa kamu mengenal gadis yang bernama.... " Darel tidak melanjutkan pertanyaannya. Ia merasa tidak enak jika baru masuk sudah menanyakan wanita.
"Siapa?!" tanya Bara.
"Ah.. tidak jadi. Tidak penting juga. Mungkin kamu juga tidak mengenalnya." jawab Darel. Dalam benaknya, bayangan Aurora yang cemberut melintas, membuat Darel tersenyum.
"Tidak penting tapi senyum-senyum." celutuk Banyu tiba-tiba.
Senyum Darel langsung hilang. Ia tidak mengira jika Banyu yang sedari tadi tampak cuek, justru memperhatikan dirinya.
"Ah... bukan begitu. Tadi ada seorang gadis yang menimpukku dengan sepatu. Lucu saja mengingat wajahnya yang cemberut karena aku menyita sepatunya." Darel lalu mengambil sepatu yang ada di saku celananya.
Bara dan Banyu saling pandang. Mereka mengenali sepatu itu.
"Kenapa tidak kau kembalikan?" tanya Bara.
"Aku akan mengembalikannya. Tapi tidak sekarang. Nanti kalau saatnya sudah tiba." Kembali Darel menyunggingkan senyum. Bara dan Banyu kembali saling memandang.
Tak terasa mereka sudah sampai di depan kamar. Banyu membuka pintu.
"Masuklah! Ini kamar kami dan sekarang akan menjadi kamar kita bertiga." Banyu mempersilahkan Darel masuk.
"Ini ranjangku, dan yang itu ranjang Bara. Kamu bisa menggunakan ranjang yang di sebelah sana." Banyu menunjuk ranjang di salah satu sudut kamar yang masih kosong.
Darel melangkah menuju ranjang itu dan langsung menghempaskan tubuhnya. Ia berbaring sambil menatap sebelah sepatu Aurora.
Bara mendekati Banyu, dan dengan matanya ia menunjuk ke arah Darel.
"Apa kamu memikirkan hal yang sama?" bisik Bara. Banyu mengangguk.
"Sepertinya dia menyukai Aurora." jawab Banyu dengan berbisik juga.
"Baguslah." Bara tersenyum. Wajahnya kini lebih cerah seolah beban terangkat dari tubuhnya.
"Jangan bilang kau akan menjodohkan Aurora dengan dia agar Yasmine aman. " bisik Banyu.
"Apa salahnya. Bukankah dia pemuda baik."
Banyu mendorong pundak Bara, "Dasar kakak egois." kata Banyu lalu ia melangkah ke ranjangnya.
Bara mendekat ke Darel.
"Sepertinya sepatu itu sangat berharga buatmu?" tanya Bara penuh selidik.
"Ya, kau benar. Gadis pemilik sepatu ini, entah mengapa aku seperti pernah melihatnya. Tapi aku lupa." jawab Darel dengan perhatian masih pada sepatu Aurora.
"Kecil sekali sepatu itu. Apakah gadis itu masih kecil?"
"Entahlah. Mungkin ia beberapa tahun lebih muda dari aku. Tapi tidak masalah. Aku bisa menunggunya." jawab Darel tanpa sadar sudah membuka isi hatinya pada Bara.
Pemuda ini sangat jujur. Sebagai pengusaha mestinya ia harus bersikap hati-hati pada orang baru. Tapi dia justru cepat sekali membuka diri. batin Bara. Apakah dia baik untuk Aurora.
"Kamu menyukainya?" tanya Bara. Banyu yang sedang berbaring di ranjangnya memasang telinga. Ia juga ingin mendengar jawaban Darel.
Darel menghela nafas. Ia lalu menaruh sepatu Aurora di sebelahnya dan bangkit dari rebahannya.
"Terlalu jelas ya?"
Bara mengangguk. Darel terkekeh.
"Entahlah. Sepertinya aku memang sudah jatuh hati padanya. Ia seperti wanita yang sering mamaku ceritakan. Wanita yang kuinginkan jadi pendampingku."
"Rel, bukankah sebagai pengusaha seharusnya kamu berhati hati pada orang baru?" tanya Bara.
"Itu kalau aku sebagai pengusaha. Di sini aku sama seperti kalian, dan aku merasa kalian layak dipercaya..jadi aku nggak perlu terlalu menutup diri pada kalian. Oh ya, aku ingin belanja keperluan harian, apa kalian bisa menemani?" Darel berdiri.
"Boleh, kebetulan ada beberapa barang yang juga ingin aku beli. Nyu, kau ikut?"
"Kalian berangkat berdua saja. Aku pengen istirahat." Banyu lalu menggelung tubuhnya memeluk guling.
Darel dan Bara keluar dari kamar. Mereka berjalan menuju mini market yang ada di lingkungan pesantren.
Dari jauh, kelompok Bimo mengawasi Darel dan Bara. Mereka tampak saling berbisik.
"Siapa dia? Bertambah satu lagi orang kaya masuk ke pesantren kita." gumam Bimo yang langsung ditanggapi sinis oleh kawan kawannya.
Darel yang merasa ada yang mengamati hendak menoleh namun dicegah oleh Bara.
"Jangan menoleh!Lurus saja!" kata Bara.
"Kenapa?"
"Nggak ada manfaatnya."
"Oo."
Darel tidak lagi bertanya. Ia bisa menebak maksud Bara. Tanpa menoleh ke kelompok Bimo, kedua pemuda itu masuk ke mini market.
...🍃🍃🍃...
Alhamdulillah bisa up lagi.
semoga bisa mengobati rindu
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Eka Suryati
asyik darel pemuda baik, semoga berjodoh dengan aurora
2022-11-23
0
Eka Suryati
banget thor
2022-11-23
0
Eka Suryati
wah, anaknya reza nih😎😎
2022-11-23
0