Bara terduduk dengan wajah menunduk. Ia tidak mampu memandang wajah sedih mamanya.
"Maafkan Bara, Ma." dengan penuh penyesalan Bara memohon maaf pada Anggi.
Anggi menghela nafas berat memandang putranya.
"Sudah sering kali kamu meminta maaf pada mama Bara. Dan mama selalu memaafkanmu. Kamu juga seringkali berjanji tidak akan melakukan perbuatan nakal lagi. Sekarang apa? Kamu malah dikeluarkan dari sekolah." desah Anggi kecewa.
"Bara tidak sepenuhnya salah, Ma." Banyu berusaha membela Bara.
"Salah atau benar, kali ini kamu benar-benar membuat mama kecewa. Mama bisa membayangkan bagaimana malunya papa kalian saat kalian dikeluarkan tadi." Anggi memandang Langit yang sejak tadi hanya diam menyaksikan dirinya menginterogasi Bara.
"Maafkan Bara, Ma. Ini yang terakhir. Bara janji sama mama dan papa. Bara akan berusaha lebih sabar dan menahan emosi." ucap Bara dengan bersungguh-sungguh.
"Mama akan memaafkanmu dengan satu syarat." kata Anggi tegas.
"Katakan, Ma. Aku akan memenuhi syarat Mama."
"Kali ini Mama yang akan memilihkan tempat buat kalian belajar, bagaimana?" Bara mengangguk. Tidak masalah baginya sekolah di mana saja asalkan mendapat maaf dari mamanya. Bara memang nakal, tapi ia paling tidak bisa jika harus menyakiti mamanya.
"Baiklah, karena kamu sudah setuju, Mama harap kamu tidak akan menarik ucapanmu setelah tahu sekolahan yang mama pilihkan." kata Anggi menegaskan.
"Bara janji, Ma. Dimanapun Mama menyekolahkan Bara, Bara akan berusaha dengan sebaik-baiknya."
"Kamu?" tanya Anggi pada Banyu.
"Aku ikut kemanapun Bara pergi." jawab Banyu.
"Baiklah. Malam ini kalian packing. Bawa pakaian yang sopan. Besok, Mama akan mengantar kalian ke tempat Aurora belajar!" Suara lembut Anggi terdengar bagai petir di telinga Bara dan Banyu.
"Pesantren?!!" seru mereka berdua.
"Iya, kenapa? Mau menarik ucapan kalian?"
"Enggak, Ma. Enggak. Bara mau." ucap Bara gugup.
Langit tersenyum. Ia kagum bagaimana Anggi bisa memanfaatkan situasi untuk meraih keinginannya. Sejak dulu Anggi memang berkeinginan memasukan si kembar ke pesantren. Tapi Langit kurang setuju. Ia berpikir akan lebih baik bagi si kembar sekolah di sekolahan umum karena ia ingin mendidik mereka sebagai penerusnya. Tapi kini ia sadar kalau keputusannya salah. Jadi dia diam saja saat Anggi bermaksud memasukkan si kembar ke pesantren.
"Kalian masuk ke kamar. Lakukan apa yang Mama kalian perintahkan!" titah Langit.
Bara dan Banyu bergegas masuk ke kamar mereka.
"Sayang, kau yakin dengan keputusanmu?" tanya Langit begitu anak-anak mereka telah pergi.
"Sangat yakin." Anggi lalu berdiri,"Hubby mau kembali ke kantor atau sekalian pulang nih?" tanya Anggi.
Langit bangkit. "Kenapa?" Ia berjalan mendekat ke Anggi.
"Nggak pa-pa sih, cuma nanya." jawab Anggi sambil mundur karena Langit terus mendekat.
"Begitu ya..sayangnya aku ingin di rumah saja. Nggak mau kembali ke kantor." Langit menarik tangan Anggi hingga ia jatuh ke dalam dekapannya.
"Hubby ih. Nanti anak-anak melihat."
"Kalau begitu kita pindah saja ke tempat yang tidak bisa mereka lihat!" bisik Langit. Dia lalu mengangkat tubuh Anggi dan membawanya ke kamar.
Bara menghempaskan tubuhnya ke ranjang dan mengambil bantal untuk menutupi wajahnya. Banyu menyeret kursi lalu duduk di atasnya sambil memperhatikan kembarannya.
"Bara, kau yakin akan pergi ke pesantren?"
Bara membuka bantal yang menutupi wajahnya, "Mama menjebakku. Sial! Aku tidak bisa mengelak kali ini." kata Bara frustasi.
"Kalau kau tidak mau, lebih baik sampaikan pada Mama. Kali ini aku tidak mau kau membuat ulah di sana. Mama pasti akan sangat malu nanti."
Bara melempar bantal ke arah Banyu."Kau mengataiku sebagai pembuat ulah juga hah?!"
"Ya, siapa tahu." jawab Banyu sambil menangkap bantal yang melayang ke arahnya."Di sekolah favourite yang sarananya serba bagus dan lengkap saja kau sering berulah, apalagi kalau ke pesantren."
"Kau sendiri? Apa kau siap?"
Banyu angkat bahu, "Kalau aku gampang. Aurora saja kerasan. Aku pasti juga akan kerasan. Aku nggak suka menuntut macam kamu."
"Cih." Bara berdecih kesal mendengar jawaban Banyu.
"Bayangkan, di sana nggak bisa melihat cewek cantik lho." goda Banyu.
"Siapa yang butuh." balas Bara cuek.
"Cih, sok nggak butuh. Bukannya kamu suka jika dielu-elukan para cewek."
"Kamu kali, aku muak dengan sikap mereka yang keganjenan dan sok cantik."
"Tapi kamu menikmatinya kan? Buktinya kamu sering membuat masalah, untuk menarik perhatian mereka kan?" Banyu terus menggoda Bara.
Bara bangkit dari tidurnya. Ia menarik Banyu dan memitingnya. Banyu nggak mau kalah. Ia memegang pingang Bara dan mengangkatnya. Mereka akhirnya bergulat saling berusaha mengalahkan.
"Sudah..sudah." kata Banyu terengah-engah."Kita belum packing."
Bara melepaskan pegangannya. Ia lalu melangkah ke arah almari dan membukanya. Menatap pakaiannya satu persatu.
"Pakaian sopan." gumam Bara sambil memilih pakaian yang menurutnya sopan.
"Hanya ini?" Banyu heran karena Bara hanya mengeluarkan sedikit pakaiannya.
"Hanya ini yang sopan, lihatlah, kebanyak kaos berwarna hitam. Celana pendek dan celana jean.Kemeja yang bagus-bagus paling juga nggak kepakai di sana. Ini saja yang kira-kira cocok buat dipakai di pesantren."
Banyu diam. Ia mengingat pakaiannya juga."Kau benar. Aku juga hanya punya sedikit pakaian yang cocok dipakai di pesantren. Bagaimana kalau kita belanja sekarang?"
"Ide bagus." Bara lalu melepas seragamnya dan menggantinya dengan kaos. Banyu keluar dari kamar Bara. beberapa saat kemudian mereka sudah turun dan berpapasan dengan Langit yang keluar dari kamar.
"Kalian mau kemana?" tanya Langit.
"Papa nggak ke kantor?" Bara dan Banyu kaget dan heran melihat Langit masih ada di rumah.
"Ini papa mau berangkat kembali ke kantor. Kalian mau kemana?"
"Ini Pa, kami mau belanja beberapa baju yang nanti akan cocok buat dipakai di pesantren. Soalnya kami nggak punya banyak." jawab Bara.
Langit mengangguk paham, "Ayo, Papa antar."
"Bukannya Papa mau ke kantor?"
"Nggak jadi. Papa temani kalian belanja saja. Banyak yang harus kalian beli dan persiapkan. Tunggu, papa ganti baju dulu." Langit kembali masuk ke kamarnya.
Langit membawa ke dua anaknya ke butik khusus yang menyediakan pakaian muslim. Ia menunjukan apa saya yang harus Bara dan Banyu beli. Sarung, peci, baju koko dan sirwal. Setelah dirasa belanjaannya cukup, mereka lalu pulang.
"Bara belum terlambat jika kau mau membatalkan keberangkatan ke pesantren." kata Langit,"Papa tidak mau kamu terpaksa yang nantinya malah membuatmu tertekan."
"Tidak Pa. Kali ini Bara bersungguh-sungguh. Bara ingin membahagiakan mama. Selama ini Bara sudah terlalu sering mengecewakannya."
"Baguslah kalau niatmu seperti itu."
Keesokan harinya, mereka berangkat pagi-pagi sekali menuju Bandung. Setelah menempuh perjalanan sekitar satu setengah jam lebih, mereka sampai ke pesantren tempat Aurora menuntut ilmu.
Begitu turun dari mobil, pandangan Bara mengitari area pesantren. Ia memperhatikan setiap sudut bangunan pesantren yang akan menjadi tempatnya menuntut ilmu. Selama ini ia jarang ikut menjemput Aurora, beda dengan Banyu yang sering menemani Langit menjemput Aurora saat liburan.
"Bara, ayo masuk!" ajak Anggi.
"Iya, Ma." Bara beranjak hendak mengikuti langkah Anggi namun ia berhenti saat matanya menangkap sosok gadis berniqab yang berjalan ke arahnya.
Mungkin karena merasa ada yang memperhatikan, gadis itu mendongak dan memandang Bara sekilas.
Deg
Jantung Bara berdebar saat mata mereka saling menatap walau sekilas karena si gadis buru-buru menundukkan pandangannya. Ia meneruskan langkahnya masuk ke ruangan yang sama yang mamanya masuki.
Dengan langkah cepat, Bara menyusul mamanya.
...💕💕💕...
Segini dulu ya upnya.... semoga bisa menjadi bacaan sambil berisitirahat habis beribadah di bulam Ramadhan ini.
Jangan lupa tinggalin jejak.
Oh ya ini lho mata cantik yang tadi sempat Bara tatap.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Eka Suryati
ayo semangat si kembar💪🏻💪🏻
2022-10-30
0
☪wHEniA1102™◼KB☪
masih belum nyambung baru dua bab soalnya
2021-08-11
1
Darusman
siapa itu sicantik
2021-07-27
1