Sebuah mobil terparkir di pinggir jalan masuk ke pesantren. Seorang pemuda tampan keluar.
"Tuan Muda, kenapa turun di sini?" sang sopir bertanya.
Pemuda itu tersenyum.
"Biar tidak menarik perhatian." jawabnya pendek. "Pak Alim kembali saja. Nanti kalau papa dan mama bertanya jangan bilang kalau aku ke pesantren ini ya!"
"Saya harus bilang apa Tuan Muda?."
"Pak Alim diam saja." jawab sang pemuda lalu melangkah meninggalkan sopirnya.
Pria paruh baya itu menghela nafas. Ia paham betul tabiat tuan mudanya.
"Sebenarnya apa yang kau cari Tuan Muda? Bukankah hidupmu sudah sempurna." gumamnya sambil menatap. kepergian tuan mudanya.
Sementara itu si pemuda yang tak lain adalah Darel, dengan semangat menuju pesantren. Tekadnya sudah bulat untuk memperdalam ilmu agama. Meski sebelumnya ia sempat bersitegang dengan papanya, Reza, yang tidak menyetujui keinginannya untuk belajar di pesantren. Darel terus berjalan sambil. mengingat perkataan papanya.
"Kalau kau ingin memperdalam ilmu agama, papa akan memanggilkan ustdaz untuk mengajarimu. Tidak perlu ke. pesantren dan meninggalkan tugasmu sebagai pemimpin perusahaan. Kamu adalah penerus papa."
"Beda pa. Kalau belajar sama Ustadz, Darel hanya tahu teori dan tidak bisa merasakan langsung." bantah Darel kala itu.
"Pokoknya papa tidak setuju. Titik."
Darel menghela nafas melihat papanya melangkah meninggalkan pembicaraan yang belum selesai itu.
"AW!"" lamunan Darel buyar saat sesuatu menimpa kepalanya. Ia melihat ke bawah. Sebuah sepatu wanita tergelatak di sana. Darel membungkuk mengambil sepatu itu.
"Maaf! Saya tidak sengaja." sebuah suara lembut namun ceria membuat Darel. mendongak. Ia menatap wajah cantik dan imut yang berada di depannya. Wajah itu tampak penuh penyesalan. Sekejab mereka saling tatap sebelum si gadis menundukkan pandangannya.
"Maaf!" kembali gadis itu mengulang permintaan maafnya.
Darel seperti tersihir. Wajah cantik, imut dan polos dihadapannya itu mampu membuat dunianya seakan berhenti berputar.
Melihat Darel hanya diam. mematung tanpa menanggapinya, si gadis kembali meminta maaf. Kali ini ia mengeraskan suaranya.
"Maaf!!!" Dengan wajah sedikit cemberut, gadis cantik itu meneriakan kata maaf.
"Oh.... ee.. iya tidak apa-apa." jawab Darel terbata-bata.
Gadis ini sepertinya aku pernah lihat. Tapi dimana? Wajah dan perilakunya seakan tidak asing. batin Darel.
"Syukur alhamdulillah kalau begitu. Sepatu ana!" kata si gadis sambil menunjuk sepatunya yang ada di tangan Darel.
"Ini?" tanya Darel menegaskan.
Gadis itu mengangguk.
"Kamu mau sepatu ini?"
"Iya. Itu sepatu ana."
"Jadi kamu tadi yang nimpuk kepala saya pake sepatu?"
"Ana tidak sengaja. Ana ingin mengambil mangga itu. Tapi... " gadis itu semakin menunduk.
Darel tersenyum tipis melihat sikap kekanakan si gadis.
"Siapa nama dan berapa usiamu?" tanya Darel santai namun mampu membuat si gadis mendongak kaget.
"Kenapa anta bertanya usia ana?"
"Anta?"
"Iya anta. Anda."
"O, I see." Darel mengangkat bahunya sedikit sambil bicara, "Nggak papa. Hanya ingin tahu. Kenapa ada gadis yang kelihatanya sudah dewasa tapi masih suka lemparin buah di pohon pakai sepatu seperti anak kecil. Atau mang sebenarnya kamu masih kecil?" Nada bicara Darel yang sedikit usil membuat si gadis memerah mukanya.
"Aku bukan anak kecil?!" jawab si gadis sewot. Saking kesalnya ia tidak lagi menggunakan kata ana melainkan aku
"Oh ya? Tapi dimataku kamu seperti anak yang baru duduk di bangku SMP."
Gadis cantik itu spontan mendongak dan matanya membola, pipinya yang ranum kian memerah karena marah.
"Kau!... " Gadis itu hendak mencerca Darel dengan kata-katanya saat teman sesama santriwati tergopoh gopoh datang dan berteriak memanggilnya
"Aurora! Cepat! Ustadzah sudah kelihatan akan ke kelas."
Aurora, si gadis cantik menoleh ke arah temannya lalu kembali menatap Darel. Lebih tepatnya menatap sebelah sepatunya yang ada di tangan Darel.
"Kembalikan sepatuku!"
"Ini! Tidak!Setidaknya bukan sekarang." Darel justru memasukkan sepatu tipis itu ke dalam saku celana blackhawknya.
Aurora kesal. Ia menghentakan kakinya ke tanah lalu berbalik dan berlari diikuti temannya yang sempat terpesona akan ketampanan Darel.
"Gadis yang menggemaskan." gumam Darel sambil tersenyum tipis, "Aurora, hm.. nama yang indah. Dimana aku pernah mendengar nama itu ya." Darel. mengernyit lalu menggeleng.
"Sudahlah. Urusan gadis imut itu nanti saja. Aku harus bergegas menghadap Ustadz Huda."
Darel melanjutkan langkahnya menuju rumah besar yang ada di sebelah bangunan pesantren.
Dari jauh Darel melihat dua pemuda yang tidak asing.
"Bara!Banyu!" teriak Darel sambil melambaikan tangan saat kedua pemuda yang ia panggil menoleh.
Bara dan Banyu yang saat itu juga hendak menemui Ustadz Huda menghentikan langkahnya menunggu Darel yang bergegas menghampiri mereka.
"Masih ingat saya kan?" tanya Darel.
Banyu melirik Bara. Yang dilirik tersenyum sambil mengulurkan tangan ke arah Darel.
"Tentu, sobat. Selamat datang." kaya Bara ramah. Banyu mengikuti jejak Bara memberi selamat kepada Darel.
"Mau menemui Ustadz Huda?" tanya Banyu. Darel mengangguk.
"Kebetulan. Kami juga ingin menemui beliau. Ayo, kita barengan saja!" ajak Bara.
Bertiga mereka menuju rumah Ustadz Huda.
...🍃🍃🍃...
Jangan lupa kasih jejak yaaaa.... 🥰🥰🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Eka Suryati
suka, kayaknya mereka bakal satu kubu nih, asyik
2022-11-23
0
Eka Suryati
oce👌🏻👍🏻
2022-11-23
0
Eka Suryati
wah kayaknya bakal jadi ipar nih malahan🤭🤭
2022-11-23
0