"Ammar punya istri, namanya Wina. Wina sudah meninggal karena Leukimia. Lalu Ammar menikahi gadis yang bernama Kinanty atas permintaan terakhir mendiang istrinya, sekitar 3 bulan yang lalu!"
Penjelasan Kevin itu terus terngiang dipikiran Rey. Rey masih menggenggam ponsel yang baru saja menyambungkan pembicaraannya dengan Kevin beberapa menit lalu.
Rey berpikir keras. Jelas ia mengingat kejadian malam itu, dimana ia merenggut kehormatan Kinan. Rey mulai menghitung waktu. Itu terjadi sekitar dua bulan yang lalu.
"****! berarti waktu itu gue nidurin istri orang!" Rey mengacak-acak rambutnya frustasi.
Rey mencengkram kepalanya sendiri dengan kedua tangan sambil terus berpikir.
"Tapi, Kinan waktu itu.... jadi suaminya belum pernah menyentuhnya diawal mereka menikah, sampai-sampai aku yang lebih dulu--" Rey tak melanjutkan kalimatnya sendiri karena ia makin miris dengan perbuatan yang telah ia lakukan.
Rey menengadahkan kepalanya keatas. menatap lekat langit kamar.
"Argggghhhh..." ia ingin marah pada dirinya sendiri. ia memukul-mukul kepalanya sendiri dengan tangan.
"Bego lo Rey! bego!" Katanya pada diri sendiri.
💠💠💠💠💠💠
Kinan menatap tirai ruangan yang tersibak, menampilkan sesosok lelaki yang memang ia harapkan untuk hadir. Siapa lagi kalau bukan Rey.
Rey tersenyum kearah Kinan. Ia datang membawa sekotak Ferrero Rocher sore ini, ia tahu bahwa sekotak coklat bisa membuat mood seseorang menjadi lebih baik.
"Buat kamu." Ucap Rey pada Kinan sembari menyerahkan apa yang ia bawa.
"Terimakasih. Kamu nggak perlu repot bawa apapun ketika mengunjungiku!" Ucap Kinan sungkan.
"Tak apa. Bukankah menjenguk seseorang harus membawa buah tangan?" Rey hampir terkekeh.
Kinan mengulumm senyumnya mendengar ucapan Rey.
"Apakah memang harus?" tanya Kinan.
"Huum. Jika pasiennya adalah kamu itu keharusan untukku membawa buah tangan!" Rey makin tersenyum dengan jawabannya sendiri.
Kinan malah tertawa cekikikan mendengar ucapan Rey itu, ia sesekali menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Bagaimana hari mu hari ini?" Tanya Rey selanjutnya. Ia menyeret satu-satunya kursi yang ada disamping ranjang Kinan untuk ia duduki.
Kinan nampak berpikir sejenak sebelum memutuskan menjawab.
"Hari ini... emm lumayan!" Katanya sambil mengetuk-ngetuk telunjuk didagunya sendiri, membuat Rey gemas dengan tingkahnya itu.
Rey berdehem untuk menetralkan pikirannya yang sudah traveling kemana-mana karena gemasnya pada Kinan.
"Baguslah. Aku akan bicara pada pihak Rumah Sakit agar kamu bisa keluar dari sini secepatnya!" ungkap Rey selanjutnya.
"Benarkah? lalu, Bagaimana dengan Mas Ammar? dia tidak akan setuju!" Kinan khawatir rencana Rey tak akan berhasil.
Rey memicingkan mata mendengar Kinan kali ini menyebut suaminya dengan sebutan "Mas Ammar" seperti itu. Ada perasaan tak suka dihati Rey.
"Sejak kapan kamu memanggilnya begitu?" tanya Rey. Tentu saja ia tak terima, entah kenapa.
"Ha?" Kinan menatap wajah tak suka Rey. Lalu seketika ia menyadari ucapannya yang tadi.
"Emm, waktu dia mengunjungiku kemarin, dia menyuruh dan menyarankanku memanggilnya begitu. Karena beberapa kali aku salah sebut memanggilnya dengan sebutan 'Bapak'." Ungkap Kinan.
"Katanya, dari dulu aku memanggilnya 'Mas Ammar'." Ucap Kinan lagi.
Rey menundukkan kepalanya. Kenapa mendengar Kinan memanggil Ammar dengan sebutan itu terasa seperti panggilan mesra dipendengaran Rey.
Rey kembali menatap Kinan.
"Kalau memanggilku, bagaimana?" bertanya seolah ingin membandingkan. Tentu saja ia tak mau kalah.
"Kamu? kamu kan Rey!" ucap Kinan dengan polosnya sambil menunjuk Rey dengan telunjuk.
Rey kesal setengah mati, tidak ada panggilan khusus untuknya dari Kinan. Bahkan Kinan memanggilnya sama seperti orang kebanyakan. Kenapa juga ia harus marah? ya tentu saja ia marah. Bukankah ia juga ingin Kinan memanggilnya dengan mesra. Ingin rasanya ia menggigit jari telunjuk Kinan yang sekarang ada didepan wajahnya seperti menudingnya.
"Coba panggil Mas juga padaku!" Ucap Rey pada akhirnya. Perasaan aneh yang akhirnya membuatnya mengutarakan isi pikirannya yang tak terima.
Padahal seharusnya mereka tak membahas perihal panggilan seperti ini. Kenapa jadi membahas ini, pikirnya. Tapi Rey masa bodoh dengan pembahasan lain. Ia tak mau kalah dari lelaki bernama Ammar itu.
"Mm..Ma-Mas Rey!" ucap Kinan, menurut tanpa protes pada akhirnya. Kinan menatap Rey dengan tatapan lembutnya.
Rey mengeluarkan smirk-nya. tersenyum miring.
"Nah begitu! panggil begitu saja ya! sepertinya aku lebih tua darimu beberapa tahun!" Rey tersenyum puas.
Kinan mengangguk. Ia menurut tanpa ada protes dari bibirnya.
"Kalau mas Ammar tidak mengizinkanku keluar dari rumah sakit ini, Mas Rey akan berbuat apa?" tanya Kinan kemudian.
Rey mengelus tengkuknya ketika menyadari Kinan tak canggung dengan panggilan barunya itu. Malah Rey yang sekarang merasa canggung. Benar, ia terasa dipanggil mesra oleh wanita didepannya ini.
"Aku bawa kamu kabur dari sini!" Ucap Rey serius.
Kinan terperangah dan menutup mulutnya dengan tangannya sendiri.
"Kenapa? Aku serius!" Rey berkata dengan semangat.
"A-aku takut Mas, bagaimanapun dia masih suamiku!"
Rey berdecak. Ia berpikir ucapan Kinan ada benarnya, tapi lagi-lagi Rey tak terima.
"Dan kamu masih menganggapnya suamimu?" Rey bertanya dengan amat serius.
"Aku tidak tau mas! jujur saja, belakangan ini aku sering bermimpi kejadian masa lalu. Terutama saat bersama mas Ammar."
"Kinan, apa kau mencintainya?" pertanyaan itu lolos dari bibir Rey. Rey sendiri tidak tahu kenapa ia bisa menanyakan itu.
Kinan tertunduk. Ia diam tak menjawab. Rey bangkit dari duduknya, mendekat kearah ranjang dimana Kinan terduduk diatasnya. Rey duduk dipinggiran ranjang, menatap Kinan yang masih tertunduk.
"Kalau kau mencintainya, patuhlah padanya!" Ucap Rey dengan sangat berat.
"Meskipun ia menyuruhmu untuk tetap disini, lakukanlah!" Ucap Rey lagi dengan rasa putus asa.
Kinan menegakkan kepala dan sedikit mendongak agar bisa menatap mata lelaki didepannya yang lebih tinggi darinya ini.
"A-aku.."
Cup!
Rey mengecup sekilas bibir tipis Kinan. Kinan terkejut dengan ciuman kilat itu. Ia baru menyadarinya namun sudah terlepas.
Lalu, Rey beranjak ingin pergi. Ia bertekat jika Kinan lebih bahagia dan mencintai Ammar, maka semua usaha dan tekatnya tak perlu ia lanjutkan lagi. Karena semua itu percuma. Lagi-lagi kata Entah. Entah mengapa Rey tak rela jika Kinan mencintai lelaki itu.
Tapi, jika Kinan tak mencintai Ammar. Rey akan dengan masa bodohnya merebut wanita itu dari suaminya, walaupun Rey masih ragu terhadap perasaannya sendiri, namun dia sudah punya tekat. Dan tekatnya itu akan hancur jika ternyata wanita ini mencintai suaminya yang telah mengacuhkannya itu.
Walau Rey pun tak tahu apakah perasaannya terhadap Kinan adalah cinta atau hanya rasa bersalah, namun Rey berharap dan menginginkan Kinan mencintainya, agar semuanya berjalan dengan mudah. Soal perasaan Rey biarlah itu nanti menjadi urusan Rey untuk mengaturnya sendiri.
Seketika Rey merasa amat egois, ingin dicintai Kinan, namun ia sendiri belum memastikan perasaannya.
Langkah gontai Rey sudah sampai diampang tirai yang sekaligus berfungsi sebagai pintu.
"Kalau aku mencintaimu, bagaimana Mas?" tiba-tiba suara Kinan terdengar dan menghentikan langkah Rey. Rey berhenti, tepat sebelum ia menyibakkan tirai untuk keluar karena suara Kinan terdengar begitu lirih ditelinganya.
Rey menatap Kinan dari posisinya yang sekarang.
"Kalau aku mencintaimu, apa aku juga harus patuh padamu? dan mengikutimu kemanapun? Sekalipun itu harus kabur dari tempat ini?" Sambung Kinan lagi. Kinan menatap Rey dengan tatapan yang serius dan seolah menuntut jawaban dari mulut Rey.
"Ka-kamu?" Seketika Rey gugup untuk berkata-kata.
.
.
. Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 143 Episodes
Comments
???
gentle dong Rey
2022-10-05
0
Tulip
ikut rey ajalah, dan ablm itu maunya rey jujur kl yg ngambil keperawanannya itu dia
2022-02-02
1
Dina azzahra
berdebar debar jantung Rey 😂😂
2022-01-18
1