Kinan mengerjapkan matanya ketika ia tersadar dari tidurnya yang terasa sangat lama. Waktu berjalan lambat bagi Kinan yang berada dalam sebuah kamar di RSJ.
Seorang perawat wanita datang membawakan sarapan untuk Kinan dan menanyakan kebutuhan Kinan dengan begitu sabar. Kinan meminta perawat itu membantunya untuk mandi dan membersihkan diri.
Perawat itu cukup kaget karena melihat kondisi Kinan sepertinya baik-baik saja, tidak seperti kebanyakan pasien yang dirawat dirumah sakit jiwa ini. Kinan terlihat lebih realistis dan seperti orang normal biasa.
Kinan bahkan bisa membersihkan dirinya sendiri dan sudah siap dengan pakaian ganti yang disediakan perawat itu. Tentunya tetap dengan seragam pasiennya yang bersih untuk ia kenakan.
"Maaf mbak, mbak sepertinya sehat. hmm dalam kata lain, sepertinya tak layak berada disini?" ujar perawat muda itu menyuarakan isi batinnya yang penasaran.
"Mungkin saya memang butuh perawatan disini dulu, suster. " Ucap Kinan dengan tenang.
"eh? Ma-maaf mbak saya pikir mbak nggak mengerti maksud saya. eh itu, eh maaf mbak saya seharusnya nggak bertanya hal yang diluar profesi saya!" Perawat itu sedikit gelagapan karena ternyata Kinan pun paham maksud dari ucapannya.
Perawat itu tak habis pikir kenapa Kinan bisa dimasukkan ke sini oleh keluarganya. Memang Psikis Kinan sepertinya terganggu. Tapi ia lebih kepada orang sehat biasa. Seharusnya berobat ke Psikiater saja sudah cukup dan tak perlu sampai dirawat disini, itulah menurut perawat itu.
"Tak apa-apa suster, Apa kita bisa berteman?" Tanya Kinan penuh harap pada suster muda didepannya. Kinan merasa sendirian dan tak punya teman dirumah sakit ini. Ia melihat sekitar tapi sepertinya semua pada sibuk dengan diri masing-masing yang tampak dengan kondisi agak parah dibanding Kinan.
"Tentu saja, Mbak" jawab wanita itu sumringah.
"Kinan." Ucap Kinan mengulurkan tangan ingin memperkenalkan diri pada perawat wanita.
"Kata mereka namaku Kinan." Sambung Kinan lagi masih menunggu perawat itu yang sepertinya tak menyangka bahwa pasien didepannya ini 'sewaras' ini hingga bisa mengajaknya berkenalan.
"Saya Sinta" Wanita muda yang sepertinya seumuran dengan Kinan itu langsung menyambut uluran tangan Kinan dan menjabatnya. Mereka tersenyum bahagia karena kini mereka berteman.
******
Tanpa terasa sudah tiga hari Kinan dirawat, ia merasa hari-hari berganti begitu lama. Aktifitasnya disini begitu-begitu saja. Kadang ia dikunjungi dokter dan melakukan terapi seperti tanya jawab untuk mengembalikan ingatannya.
Jangan lupakan kondisi Kinan yang juga sedang mengandung, kondisi itu membuatnya sering mual dan muntah-muntah. Tentu saja itu wajar dialaminya mengingat ia memang dalam keadaan hamil muda.
Dokter yang memang mengetahui keadaan Kinan itu, berkata sejujurnya bahwa Kinan sedang mengandung. Kadang hal itu mengguncang psikis Kinan. Membuatnya histeris marah lalu terdiam dan menerawang dengan tatapan kosong kembali. Kehamilan yang baru diketahuinya itulah penyebab awal ia menjadi seperti ini beberapa waktu lalu.
Tapi, tentu saja Kinan tak tahu bahwa itulah penyebab awal dia mengalami gangguan psikis. Kinan sejatinya wanita yang kuat dan ketika ia kembali sadar, ia akan kembali seperti orang normal. Namun, ketika dokter memberitahu kembali perihal kandungannya ia menjadi orang yang berbeda. Histeris, murung dan tak mengeluarkan sepatah katapun.
.
.
.
Kinan sedang duduk ditaman, memakan makan siangnya ditemani oleh suster Sinta. Beberapa kali perawat itu ingin menyuapinya tapi ia menolak karena merasa bisa sendiri.
Sinta sedikit gemas melihat Kinan yang hanya mengaduk-aduk makanan tanpa ia makan.
"Kinan, makanannya dimakan dong!" Pinta Sinta.
Kinan hanya diam dan tak menjawab. Pandangannya kosong menerawang entah kemana. Sinta yang tahu bahwa Kinan sedang dalam kondisi tak baik, segera diam. Sinta tau jika sekarang Kinan mengingat perihal kandungannya.
"Kinan, aku mau bertanya sebagai teman. Kenapa...kamu seperti terpukul dengan kehamilanmu?" Tanya Sinta hati-hati, mencoba tetap mengajak Kinan bicara agar ia juga bisa tau perasaan Kinan sesungguhnya. Bukankah mereka sudah berteman sekarang, mungkin Kinan sudah mulai mengingat masa lalunya dan mau menceritakan pada Sinta, agar Sinta pun tau kondisi perkembangan kesehatan Kinan.
Kinan tetap diam tanpa menoleh sedikitpun pada Sinta. Tangannya masih memegang sendok dan sesekali memekan sendok ke atas piring yang berisi nasi serta lauknya itu.
Tak jauh dari mereka duduk, Rey mendengarkan percakapan mereka. Lebih tepatnya mendengar pertanyaan Sinta yang selalu dibalas diam oleh Kinan. Pertanyaan Sinta yang membuat Rey tahu bahwa Kinan terpukul atas kehamilannya.
Rey menjadi sadar, bahwa memang kehamilan itu seperti tidak diinginkan oleh Kinan. Buktinya, Kinan sampai sakit seperti ini akibat dari kehamilannya.
Rey mendekat kearah Sinta dan Kinan yang terduduk dikursi taman rumah sakit. Sinta menyadari kehadiran Rey.
"Biar saya saja!" pinta Rey pada Sinta. Sinta yang mengerti, mengangguk lalu meninggalkan Kinan dan Rey berdua.
Kinan masih memandang kosong didepannya, belum menyadari kehadiran Rey yang sudah duduk disampingnya.
"Hai?"
Kinan menoleh mendengar suara itu. Suara Rey seolah menyadarkannya dari lamunan panjang.
"Kenapa lama sekali?" Ucap Kinan pelan dengan mata berbinar-binar.
"Maaf" Ucap Rey merasa bersalah. Dan entah kenapa bisa menangkap rasa berharap Kinan akan kehadirannya.
Kinan menyandarkan kepalanya kesamping, diatas bahu Rey. Rey terkejut dan sedikit terhenyak dengan sikap Kinan.
"Aku nungguin kamu datang!" Ucap Kinan. Pandangannya menatap ke atas langit yang terbuka.
"Maaf, gue ada kerjaan diluar kota beberapa hari." Ucap Rey yang mulai membiasakan dengan ulah manja Kinan.
"Hmm" hanya itu kata yang keluar dari mulut Kinan.
Rey melihat piring yang masih berisi ditangan Kinan. Ia mengambil alih piring itu, membuat Kinan menegakkan kepalanya dan beralih menatap Rey.
"Makan ya!" Ucap Rey sambil tangannya menyodorkan sesendok makanan untuk ia suapi pada Kinan. Kinan menatap Rey dengan tatapan entah. Lalu dengan menurut ia membuka mulutnya untuk makan. Begitu terus sampai makanan dipiring sudah habis tak bersisa.
Setelah makan, Rey menyodorkan obat kepada Kinan. Obat yang ada diatas nampan dekat mereka duduk. Lagi-lagi Kinan menjadi penurut dan memakan obat itu dengan sukacita.
"Gu-gue mau nanya sama lo!" Rey ragu-ragu ingin mengutarakan apa yang ada dikepalanya.
Kinan menoleh dan menatap kedua manik hazel mata Rey.
"Apa?" Tanya Kinan serius.
"Lo....hamil?"
Kinan menunduk lalu mengangguk. "Kata dokter begitu!" ucapnya.
Kinan menjawab Rey dan mengingat kehamilannya, tapi ia tidak 'kumat' seperti biasanya ketika ingat hal itu. Ia sadar mengucapkannya dihadapan Rey, entah kenapa ia bisa terbuka dengan Rey. Biasanya jika menyentil hal itu saja Kinan langsung histeris atau diam seribu bahasa seolah memendam perasaan.
Mendengar ucapan Kinan, Rey mengusap wajahnya kasar. Mengontrol diri agar tak memaki dirinya sendiri. Tapi, ia ingin memastikan dulu yang dikandung Kinan adalah anaknya atau bukan.
"Lo hamil anak suami lo?" ucapan Rey ternyata tidak bisa ia kontrol. Karena ia bingung mau bagaimana menanyakannya pada Kinan. Pertanyaannya itu sontak membuat tatapan Kinan padanya berubah. Kinan tak mengerti arah pertanyaan Rey.
"Maksudnya?"
"Emm maaf, maksud gue...maksud gue, kalo lo hamil anak suami lo, kenapa dia tega masukin istrinya yang lagi hamil kesini?" Rey sendiri bingung mau bertanya pada Kinan tentang yang mengganjal dihatinya tapi entah bagaimana cara menanyakannya. Kondisi Kinan saja tak mengingat apapun. Ditambah lagi pertanyaan Rey memang sensitif.
"Entahlah, bahkan dia tak pernah muncul setelah dia menitipkanku disini, mungkin dia tak menginginkan aku atau bahkan anak ini" Jawab Kinan sambil mengelus perutnya.
Lagi-lagi Rey terkejut dengan pernyataan Kinan. Ammar tak pernah mengunjungi Kinan. Bagaimana bisa lelaki itu seperti tak punya tanggung jawab pada wanita yang diakuinya sebagai istrinya ini.
Rey menatap Kinan yang memegangi perutnya. Entah kenapa pemandangan itu membuat Rey sedikit tenang dan ingin ikut mengelus perut yang masih rata itu. Rasa dihatinya bergejolak.
"Apa boleh?" Rey bertanya pada Kinan yang juga menatapnya dan mencoba mengerti arah pertanyaan Rey. Kinan melihat Rey yang sedang menatap tangan Kinan yang mengelus-elus perut.
"Eh?" Kinan terkejut ketika tangan Rey sudah refleks menyentuh perut ratanya. Tapi begitu tersentuh, Rey mencoba menarik kembali telapak tangannya itu.
Kinan spontan menahan tangan Rey, ia memegangi tangan Rey dan mengarahkan tangan itu untuk mengelus perutnya sedikit lebih lama.
Rey ingin waktu berhenti sejenak saat ini. Ini adalah pengalaman pertama untuk Rey. Bukan perkara memegang perut rata wanita, itu sudah biasa untuknya. Tapi ini mengelus perut wanita yang sedang mengandung.
"Sepertinya aku lebih butuh ini daripada sekedar obat" Ucap Kinan tiba-tiba menyadarkan Rey dari pikirannya yang entah-entah.
Rey mulai berpikir bahwa mengelus perut Kinan sangat nyaman, dan apapun yang terjadi. Baik ini adalah anaknya atau bukan, Rey akan tetap bertanggung jawab atas Kinan. Rey sudah merusak Kinan dan juga, bukankah Ammar sepertinya tak menginginkan Kinan lagi dan seolah lepas tanggung jawab? Rey mulai berpikir untuk mencari posisi didalam hidup Kinan.
"Baiklah, tanggung jawab ini akan berpindah kepadaku mulai sekarang!" Batin Rey.
.
.
.
.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 143 Episodes
Comments
???
bagus rey👍
2022-10-05
0
Cerita Emmilia
hehhh maksud hati mau ngontrol omongan, eh mulut malah ga kekontrol nanyanya ke kinan 😁😁😁
2022-01-06
0
Rose_Ni
Bagus Rey...Bagus
2021-12-27
1