Hari ini Ammar mulai memikirkan untuk menyelidiki kasus pelecehan Kinan, sangat terlambat memang. Tapi, kata-kata Psikiater wanita itu benar adanya, ia harus mencari tahu untuk meyakinkan dirinya sendiri.
Ataupun, sebenarnya Ammar tak perlu repot untuk menyelidiki. Ia hanya perlu percaya dengan Kinan dan mengabaikan apa yang telah terjadi. Selama ini ia merasa kurang rasa percaya terhadap istrinya itu.
Setelah berpikir cukup lama, Ammar memutuskan untuk melupakan kejadian yang menimpa Kinan agar ia bisa fokus untuk kesembuhan Kinan terlebih dahulu.
Seharusnya ia percaya Kinan sedari awal ketika Kinan memberikan pernyataan waktu itu, dan disaat yang sama itulah harusnya Ammar mencari tahu siapa dalang yang merusak kesucian istri yang belum disentuhnya sama sekali itu.
Tapi, nasi memang sudah menjadi bubur. Semua sudah terjadi dan malah makin rumit ketika kini Kinan mengalami depresi berat sampai melupakan jati diri dan orang-orang sekitar.
"Aku harus fokus pada Kinan. Kesehatan Kinan lebih penting. dan soal biad*p itu harus ku tunda sampai kondisi Kinan mulai membaik." Ucap Ammar pada dirinya sendiri.
Ammar keluar kamar setelah sempat membersihkan diri tadi. Ia menemui Kinan dikamar belakang, Ammar tidak mau memaksa Kinan untuk bersamanya, karena Ammar sadar kesalahannya terhadap Kinan. Ditambah kondisi Kinan sekarang, biarlah mereka tetap menjaga jarak dulu agar memberi Kinan ruang untuk memikirkan sisa-sisa ingatannya, begitulah pikir Ammar.
Kinan membuka pintu kamarnya ketika Ammar mengetuk dari luar beberapa kali.
"Kinan kita pergi terapi ya hari ini!" Ucap Ammar pelan.
Kinan mengangguk dan mengikuti langkah Ammar yang sudah berjalan didepannya.
Ketika mereka mau masuk mobil, mereka berpapasan dengan Shirly yang baru datang dan hendak masuk kedalam rumah.
"Ammar? kalian mau kemana?" Tegur Shirly.
"Aku mau membawa Kinan berobat!" Ucap Ammar singkat.
Shirly menatap Ammar bingung, siapa yang sakit? begitulah pikiran Shirly.
Shirly menatap Kinan yang memasang tatapan nyalang. Kosong dan seperti memendam beban yang sangat besar.
"Aku ikut ya!" Ucap Shirly tiba-tiba.
Ammar cuek dan menaiki mobilnya setelah membukakan pintu samping kemudi untuk Kinan masuk.
Shirly dengan percaya diri ikut masuk dan duduk dikursi penumpang dibelakang. Benaknya masih bertanya-tanya, karena ia belum sempat bertemu Latifa untuk menanyakan hal apa yang terjadi selama ia tidak mengunjungi rumah besar ini.
Bahkan Shirly tidak menyangka bertemu Ammar di jam segini, biasanya Ammar masih bekerja dan belum pulang dari kantornya.
"Kenapa sekarang Ammar repot-repot mau mengajak Kinan berobat? sakit apa sih dia?" Batin Shirly bertanya-tanya.
Sepanjang perjalanan ketiga orang yang berada dalam satu mobil itu diam tanpa ada kata, mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing.
Sesampainya disebuah rumah sakit, Ammar membawa Kinan keruangan praktik Psikiater kemarin. Shirly yang mengikuti semakin tampak bingung.
Setelah berbincang beberapa saat dengan Psikiater itu, Kinan mulai melakukan tahap demi tahap terapinya.
Hal-hal yang ditanyakan dimulai dari traumanya saat tahu ia korban pelecehan, serta berujung soal kehamilannya. Kinan tidak mengingat apapun seperti orang bodoh. Tahap terapi pun berlanjut dan selesai dalam waktu yang lumayan lama.
"Dia Gila?" cetus Shirly ketika Ammar dan Kinan sudah keluar dari ruangan Psikiater. Shirly memang disuruh Ammar untuk menunggu diluar ruangan saja tadi.
Mendengar ucapan Shirly, spontan Ammar menatap Shirly dengan tatapan tajam.
Shirly menutup mulutnya yang keceplosan itu.
"Maaf, maksudku apa dia mengalami depresi?" Ralat Shirly sambil melihat raut polos diwajah Kinan.
Ammar mengangguk. Mereka berjalan beriringan menuju tempat parkir mobil.
Sama seperti perjalanan pergi, perjalanan pulang pun senyap tanpa suara.
Shirly mencoba memecah keheningan.
"Mar, apa nggak lebih baik dia kamu masukin kerumah sakit jiwa saja!" Ujar Shirly tiba-tiba.
"Maksudmu?" Ammar bertanya sembari tetap fokus mengemudi.
"Ya ku lihat dia memang diam saja, tapi kita tidak tahu kan apa yang dipikirkannya, namanya juga orang depresi. Aku hanya takut anak-anakmu nanti terkena imbas karena harus tinggal dengan orang yang menderita gangguan jiwa." Ucap Shirly penuh semangat meyakinkan Ammar.
Jika Ammar bisa ia pengaruhi kali ini, maka rencananya menyingkirkan Kinan benar-benar berhasil dan akan membuat Shirly merasa diatas awan.
"Dia tidak membahayakan, Shir!" Ucap Ammar tegas.
"Ya, siapa yang tahu. Lihat saja kondisinya? Aku yakin dia juga bisa melukai dirinya sendiri. Apalagi orang lain? dan lebih parahnya jika itu adalah anak-anakmu! bukankah dengan tinggal bersama orang dengan gangguan jiwa juga bisa membuat anak-anakmu akan terganggu tumbuh kembangnya?" Shirly mulai melancarkan aksinya membujuk Ammar agar yakin.
Ammar berfikir bahwa Kinan sempat membawa dirinya sendiri masuk kedalam rel kereta api seperti yang diceritakan Rey waktu dirumah sakit kemarin. Ammar juga mengingat ucapan Psikiater tempo hari bahwa orang yang mengidap penyakit Histeria seperti yang dialami Kinan bisa mengamuk tiba-tiba dan berekspresi diluar dugaan.
"Apa yang dikatakan Shirly benar? Apa Kinan akan berbahaya untuk tinggal bersama anak-anak?" Batin Ammar mulai berkecamuk memikirkannya.
Ammar memikirkan apakah rencana yang diusung Shirly dengan memasukkan Kinan kedalam rumah sakit jiwa akan lebih baik ketimbang Kinan berada dekat dengan orang-orang yang ia kasihi. Ammar mulai menimbanh-nimbang keputusannya dan memikirkan ujaran Shirly.
Shirly tersenyum puas ketika Ammar tidak menyangkal lagi ucapan dan sarannya.
.
.
.
.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 143 Episodes
Comments
???
lemah banget sih😑
2022-10-05
0
meimei
iich...si racun shirly...g bakal menang au tuh...🤭🤭🤭
2021-12-03
1
VANESHA ANDRIANI
karma menantimu shirly
2021-11-11
2