Mobil Rey memasuki kawasan rawan macet. Sesekali mobilnya itu berhenti mengikuti arus jalanan yang ada didepannya. Hiruk-pikuk suara kendaraan mengiringi perjalanan Rey menuju rumah sakit yang diberitahukan oleh Bi Minah tadi.
Setelah beberapa saat, Rey sampai ditujuannya. Matahari mulai naik diatas kepala. Tanpa terasa Rey sudah kesana-kemari dan sekarang sudah tengah hari. Rey hanya berharap suami Kinan sudah pulang ke kediamannya, agar Rey bisa menjumpai Kinan dan menjenguk tanpa adanya lelaki itu.
Rey menanyakan pada perawat yang sedang berjaga tentang pasien yang kemungkinan dirawat dirumah sakit ini.
"Pasien bernama Kinanty ada beberapa Mas. bisa lebih spesifik lagi identitasnya? tanya perawat itu.
"emm, dia baru masuk hari ini!" Ujar Rey karena tak tahu pasti nama lengkap Kinanty.
Perawat wanita itu tampak mengangguk dan melihat daftar di layar komputernya.
"Mas nya bisa masuk ke ruang Anggrek. Disana ada denahnya." Ucap perawat itu sembari menunjuk papan denah rumah sakit.
"Terima kasih" Rey berjalan cepat mencari keberadaan ruangan itu didalam denah. Setelah mengerti ia pun menuju keruangan itu berada.
Tak berselang lama dan tak begitu sulit, ruangannya sudah nampak dipenglihatan Rey. Ruangan yang cukup besar seperti Aula. terdapat banyak ranjang yang hanya disekat oleh kain-kain tirai sebagai pembatas. Tampak seperti kamar rumah sakit pada umumnya. Seperti ruangan kelas tiga tapi ini dengan suasana yang berbeda.
Jika dirumah sakit biasa, ruangan akan diisi oleh orang-orang yang sakit pada tubuhnya, tapi disini sepertinya mereka yang dirawat dikelompokkan. Berdasarkan kondisi yang hampir sama, lalu dijadikan satu ruangan.
Tak seperti dalam bayangan Rey bahwa Kinan akan dimasukkan dalam ruangan pengap yang hanya dihuni Kinan sendiri lalu seperti terpenjara. Berbeda. Disini Rey melihat pasien-pasien seperti berada dirumah sendiri. Ada yang bahkan bercerita satu sama lain.
Mungkin yang ada dipikiran Rey itu ada diruangan lain, Kamar yang berbeda untuk ditempati oleh orang-orang yang dengan kondisi psikis dan emosi berlebih. Entahlah. Rey tak mau tahu itu. Yang terpenting saat ini adalah Kinan dan Kinan tidak seperti itu, makanya Kinan diposisikan diruangan yang tampak tenang seperti dipenglihatan Rey saat ini.
Rey menyisir bagian-bagian ruangan sampai ke sudutnya. Ia sudah melewati Kinan. Tapi Rey seketika menyadari keberadaan Kinan. spontan, saat itu juga ia mundur dan mendapati Kinan sedang duduk memeluk kedua lututnya yang ia tekuk diatas ranjang pasien. Pandangannya kosong. Pakaiannya sudah mengenakan pakaian yang sama dengan pasien lainnya.
Rey menyingkap kain tirai yang sedikit menutupi tempat Kinan dirawat itu.
"Kinan?" Ucap Rey ragu-ragu mengucapkan untuk pertama kalinya nama gadis yang sudah ia hancurkan hidupnya itu.
Kinan menatap kearah sumber suara. Ia melihat Rey yang sudah berdiri dihadapannya.
"Kamu?" Kinan bertanya dengan nada heran. Ia mengerutkan keningnya.
"Lo inget sama gue?" Ucap Rey mencoba tersenyum walau entah kenapa hatinya teriris melihat kondisi Kinan saat ini.
Kinan mengangguk.
"Aku ingat, kamu yang menyelamatkan aku waktu itu kan!"
"Waktu di rel kereta api!" sambung Kinan lagi.
Rey menatap Kinan tak percaya, bisa-bisanya yang Kinan ingat adalah tentang Rey yang menyelamatkannya waktu itu.
"Bukan, gue bukanlah orang yang menyelamatkan lo, tapi gue lah yang menjerumuskan lo sampai lo masuk dalam penderitaan!" Lirih batin Rey berkata-kata.
"Lo ingat itu?" Rey mencoba bertanya hal yang menjadi fokus Kinan saja.
Kinan mengangguk pelan, matanya berbinar-binar memandang Rey.
"Aku, aku bingung."
"Kenapa?" Rey melangkah mendekat ke arah Kinan. Ingin rasanya Rey mendekap gadisnya ini. Bukan, Kinan bukan Gadisnya melainkan wanita yang adalah istri orang lain. Rey mengusap wajahnya untuk menetralkan rasa gugupnya.
"Lelaki itu, yang mengaku sebagai suamiku. Dia bilang aku sudah mencoba bunuh diri pada dokter, makanya ia memasukkan ku kesini. itu adalah alasannya." Ujar Kinan.
"Apa memang begitu?" Rey mencoba bertanya untuk memastikan apa yang sebenarnya Kinan rasakan.
"Enggak. Aku bilang sama dokter aku nggak pernah berbuat itu. kalau yang di rel kereta, aku nggak sengaja. Nggak sadar!" Ujar Kinan dengan polosnya.
"Kamu tau kan, waktu itu aku nggak mungkin bunuh diri!" Tiba-tiba Kinan menangis sesenggukan.
"Hey, iya gue tau lo nggak berniat bunuh diri. udah jangan nangis!" Rey menjadi panik melihat Kinan menangis dihadapannya.
"Aku udah bilang sama dia. Tapi--" Ucapan Kinan terputus. Ia menatap pergelangan tangannya. Rey pun sama, melihat kearah mana mata Kinan kini memandang. Rey terbelalak melihat seperti bekas luka atau jahitan yang tepat berada diurat nadi Kinan.
"itu--"
"iya, ini adalah bukti bahwa aku pernah mencoba bunuh diri. Begitu kata lelaki itu" Ucap Kinan sembari tersenyum getir. Ia tak mau menyebutkan Ammar sebagai suaminya.
"Yang membuatku bingung, aku tidak ingat apa yang sudah aku lakukan pada tubuhku pada masa lalu. Aku hanya ingat kejadian dibeberapa hari terakhir. waktu kamu menyelamatkanku, misalnya" sambung Kinan dengan Lirih.
Rey menghapus jejak-jejak air mata dipipi Kinan dengan ibu jarinya. Entah keberanian darimana ia bisa melakukan hal itu. Rey hanya tak tega melihat Kinan menangis seperti itu. Penderitaan dan airmatanya adalah tanggung jawab terbesar buat Rey saat ini. Itulah yang Rey rasakan dalam batinnya yang bergejolak.
Kemudian Rey menangkup kedua pipi Kinan.
"Lo jangan bingung dan sedih lagi, Lo harus yakin lo akan ingat semuanya dan setelah itu, lo akan tahu siapa yang udah buat lo jadi kayak gini!" Ucap Rey.
Lagi-lagi entah kenapa hatinya serasa mencelos dengan ucapannya sendiri. Rey merasa benar-benar naif sekarang, jelas-jelas ia tahu siapa sumber penderitaan Kinan ini. Itu adalah dirinya sendiri.
"Lo sabar ya. Gue nggak punya kuasa ngeluarin lo dari sini. Setelah gue liat, keadaan disini cukup lumayan! Mudah-mudahan lo bisa sembuh dengan dirawat disini." Sambung Rey.
Tanpa disangka, respon Rey itu malah membuat Kinan berharap besar padanya. Dimata Kinan, Rey bukan hanya penolongnya tapi Rey seperti mengerti perasaan Kinan dan mau mendengarkan keluh kesah Kinan.
Tidak seperti Ammar. Mengaku suami tapi tak pernah mendengar pendapat Kinan. makanya Kinan banyak diam dihadapan Ammar. dan Ammar pun tak pernah bertanya apa yang Kinan rasakan.
Ammar malah berbicara pada wanita yang bernama Shirly, seolah-olah Kinan adalah patung yang tak bisa mendengar ucapan mereka yang berniat memasukkan Kinan ke rumah sakit jiwa ini. Dan lelaki itu menuruti Shirly tanpa meminta pendapat Kinan. Padahal Kinan bukan orang dengan gangguan jiwa yang tak bisa berpendapat. Tapi sepertinya Ammar menganggapnya begitu.
Rey baru saja menarik tangannya dari wajah Kinan tetapi Kinan malah menghambur dalam dada bidang Rey. Memeluknya dengan diiringi isak tangis Kinan.
deg....!
Jantung Rey seketika seperti sedang bekerja dua kali lipat lebih cepat. Apa ini? Rey menahan desiran darahnya yang seperti dipompa saat Kinan memeluknya.
Diawal tadi Rey begitu ingin mendekap wanita ini tapi sekarang Kinan lah yang malah memeluknya begitu erat.
"Terimakasih. bahkan aku rasa aku belum mengucapkan kata itu dari awal kamu menolongku!" Ucap Kinan yang berada didada Rey. Rey masih berdiri mematung merasakan pelukan Kinan yang tiba-tiba.
Rey mencerna kata-kata Kinan diambang kesadaran pikirannya yang seperti terbang entah kemana. Rey tak sanggup menjawab Kinan, ia hanya mengangguk tanda paham.
"Aku takut!" Ucap Kinan. Ia mem-per-erat pelukannya pada Rey 'si manusia penyelamatnya'.
"Takut kenapa?" Suara Rey kini menjadi lembut bagai tersihir oleh Kinan. Ia pun mengelus-elus rambut Kinan.
"Aku takut karena aku nggak punya siapapun. Bahkan yang mengaku sebagai suamiku sepertinya ia tak mengerti perasaanku." Ucap Kinan disela-sela pelukannya yang belum ia lepaskan, makin nyaman dengan elusan dari tangan Rey dikepalanya.
Rey menarik nafas panjang sembari menghembuskannya. Ia melepas pelukan Kinan untuk menatap wajah Kinan.
"Lo jangan takut, ada gue! gue janji bakal sering liat dan jengukin lo disini dan gue bakal coba ngertiin perasaan lo!" Ujar Rey.
Kinan mendongak menatap manik hazel milik Rey. Mengunci pandangan mata itu. seolah menghipnotis sang empunya mata.
"Kamu janji ya?" Ucapan Kinan seolah menaruh harapan besar pada Rey. Matanya sesekali berkedip-kedip menanti jawaban Rey.
Rey mengangguk. Ia gemas melihat tingkah Kinan. sedikit Frustasi ketika pikiran liarnya bekerja dan mengingatkan tentang malam yang indah buatnya tapi nahas buat Kinan.
"Kenapa kamu baik sama aku?" Tanya Kinan membuyarkan lamunan Rey yang singkat.
Rey menunduk mengatur kata-kata yang tepat untuk ia ucapkan pada Kinan. Ia tak mau berbohong namun tak mungkin juga untuk jujur jika dia merasa bersalah pada Kinan.
"Gu-gue cuma, cuma--"
"Cuma apa?"
"Entah kenapa semenjak hari itu gue mau lo bahagia!" Ucap Rey jujur. Maksud Rey 'hari itu' adalah hari dimana ia merenggut kesucian Kinan. Ya Rey ingin membuat Kinan bahagia ketika ia sudah menyadari kesalahannya. ia ingin menebus kesalahannya. Tapi ia tak menyangka ternyata kesalahannya bukan hanya melecehkan Kinan saja tapi kini lebih parah dari itu.
Sementara Kinan menanggapi ucapan Rey dengan senyuman. Bagi Kinan 'Hari itu' adalah hari dimana Rey sudah menyelamatkan nyawanya di rel kereta api.
Keduanya terdiam dengan pikiran masing-masing.
.
.
.
.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 143 Episodes
Comments
???
mbu ah😢😭
2022-10-05
0
Srie Didit
tanpa sadar netes air mata
2022-02-21
1
Elah
😭😭😭 sedih thor
2021-07-12
1