"Tidak perlu, apa yang ku lihat sudah menjadi penjelasan yang akurat!"
"Kalau begitu, ceraikan aku saja mas!"
Mendengar pernyataan Kinan, Ammar mendengus. Wajahnya memerah menahan amarah. Lalu ia beranjak meninggalkan Kinan di kamar tanpa sepatah katapun lagi.
...Brakkkkk!!!...
Ammar menutup pintu kamar dengan kasar, meluapkan rasa marahnya disana.
Seusai kepergian Ammar, Kinan meratapi nasibnya yang sungguh ironis. Ia masih mengenakan baju basah dan tak bersemangat untuk menggantinya.
Kinan terduduk disudut ruangan. Ia menenggelamkan wajahnya dipangkuannya sendiri sambil terisak.
"Kenapa? Kenapa semua ini harus menimpaku? Bukankah hubunganku dengan mas Ammar baru saja akan dimulai?" Tanyanya lirih pada dirinya sendiri.
Kinan tak habis pikir dengan apa yang menimpanya, seolah semesta memang tak mengizinkannya untuk bahagia. Bahkan hubungannya dengan Ammar yang baru akan dibina dengan baik harus layu sebelum berkembang.
Kinan sadar, ia belum mencintai Ammar begitupun sebaliknya. Tapi mengapa melihat perlakuan Ammar yang tidak ingin mendengar penjelasannya lebih dulu itu membuatnya teramat sakit hati.
Bukankah seharusnya Ammar lah yang melindungi Kinan? Dan Ammar lah yang harusnya mencari brengs*k yang sudah merusak istrinya?
Lalu kenapa Ammar seakan melepaskan tanggung jawabnya? Tanpa mendengar sepatah katapun penjelasan dari mulut Kinan, Ammar hanya mencerna apa yang ada dipikirannya setelah apa yang ia lihat?
"Kenapa mas? Seharusnya kamu tahu bahwa yang kamu lihat belum tentu seperti yang kamu bayangkan?" lirih Kinan dalam hati.
Kinan tertunduk, tapi tiba-tiba ia merasa marah. Marah kepada dirinya sendiri. Kenapa ia bisa seceroboh ini hingga merusak harga dirinya sendiri.
Marah pada orang yang merenggut kesuciannya tanpa ia tahu siapa orang itu.
Merasa jijik dengan dirinya sendiri, merasa kotor dan tak berarti lagi.
Kecewa terhadap sikap Ammar yang harusnya tidak begitu. biasanya Ammar akan dengan dewasa menyikapi segala hal.
Setelah merasa muak dengan pikiran yang berkecamuk, tiba-tiba Kinan bangkit dari duduknya, ia mencari-cari sesuatu didalam laci nakas. Tapi, kak mendapatkan apa yang dicarinya.
Kinan beralih ke laci meja rias. Ia menemukan sekotak silet yang biasa digunakan Ammar untuk bercukur. Ia mengambil satu dan membukanya.
Entah kenapa lagi-lagi setan lah yang mendominasi pikiran dan hatinya.
Kinan memutuskan mengambil jalan terakhir yang sepertinya hanya itu yang muncul dibenaknya.
*******
Musik berdentum, suasana remang dan kilatan cahaya lampu yang berpendar berwarna-warni menyoroti orang-orang yang sibuk dengan aktifitasnya masing-masing di dalam sebuah Club malam terbesar dikota itu.
Di sebuah ruangan VVIP dalam club itu, seperti biasanya nampak tiga sekawan yang sering menghabiskan waktu malam mereka dengan mabuk-mabukan.
"Gila lo, Nyuk! Jadi lo tidu*in cewek yang kemarin itu?"
Seseorang yang baru memberi pengakuan itu tampak mengangguk menjawab pertanyaan kawan sepen-dosa-nya.
"Astaga! Bukannya lo mau nolongin dia? Lo bilangin gue nggak bisa liat yang bening-bening, padahal lo juga nafsu kan sama tuh cewek!" Balas kawannya lagi dengan senyum mengejek.
Lelaki yang dimaksud hanya diam tanpa kata seolah memikirkan hal yang sudah terlewati.
"Woy lo nggak biasanya kayak gini? Ngapa lo jadi gini? Stress lo? Lo pake pengaman kan?"
Lelaki itu tampak menggeleng lemah.
"B*go lo! Trus kalo tuh cewek hamil anak lo gimana? Lo kenapa nggak antisipasi sih? Kayak anak kemaren sore aja!"
"Gue nggak tau semuanya bakal gini b*go! Lo tau gue mabuk! Nggak bisa ngendaliin diri juga! Niat awal gue emang mau nolongin tuh cewek!" akhirnya ia bersuara setelah dihakimi pertanyaan kawannya.
Mereka bertiga masih dengan aktifitasnya sambil merokok dan menghabiskan minuman yang sudah mereka pesan.
"Trus rencana lo selanjutnya apa?"
Ia menggeleng lemah lagi.
"Eh kunyuk! Yaudah lah biasa aja! Kayak nggak pernah tidur sama perempuan aja lo! Ngapa juga lo jadi galau gini!" Ujar kawan yang satunya yang sejak awal hanya diam menyimak.
"Bukan gitu masalahnya! Lo kan tau gue nggak pernah berurusan sama cewek baik-baik. Gue sadar kalo gue emang brengs*k! Jadi gue memang cuma jalin hubungan sesaat sama cewek yang sama bejadnya kayak gue!"
Kedua temannya menatapnya bingung.
"Maksudnya?"
"Maksudnya, cewek yang kemarin itu--" penjelasannya terputus.
"Tunggu, tunggu ! Jangan bilang cewek yang kemarin itu cewek baik-baik yang masih perawan dan lo yang udah ngerusak dia!"
Lelaki itu mengangguk lagi tanpa bantahan.
Mereka yang mendengar hanya bisa menggelengkan pelan kepalanya.
"Emang cocok lo digelar brengs*k! bahkan diri lo sendiri mengakui itu kan!" Temannya yang banyak diam menimpali sambil menepuk-nepuk pundaknya.
Lelaki itu menyugar rambutnya dengan kasar lalu mengacak-acaknya.
"Terus gue harus gimana? Gue bingung! Sejak awal gue cari identitasnya nggak ada. Gue mau cari dia kemana?"
"Ngapa juga lo mau cari dia? Yang ada lo bakal dituntut b*go! Secara nggak langsung lo itu namanya memperk*sa dia, kunyuk!"
Lelaki yang dihujami kata-kata oleh kedua kawannnya itu mengusap wajahnya berulang dengan tangannya sendiri.
"Arrkkkh!! Gue, gue merasa bersalah!" Ujarnya gusar.
Jawabannya itu mendapat tatapan bingung oleh kedua temannya, lalu mereka berdua tertawa terpingkal-pingkal..
"Gila lo! Br*ngsek kayak lo merasa bersalah? Aduh sakit perut gue dengernya!"
"Hahaha lo beneran merasa bersalah atau lo beneran takut kalo dia hamil anak lo?" Timpal yang satunya lagi sambil terus tertawa.
"Nggak ada gunanya ya emang lo bedua! Percuma juga gue cerita panjang lebar, lo bedua nggak bisa ngasih solusi!" Lelaki itu menatap tajam kedua temannya yang masih sibuk dengan minumannya dan menertawainya.
Ia mengambil kunci mobilnya diatas meja lalu beranjak meninggalkan Club malam dengan rasa yang entah.
******
Kinan mengerjap-ngerjapkan matanya, penglihatannya buram tapi ia sadar warna putih kini lebih dominan dipenglihatannya. Perlahan-lahan mulai terang. Ia sadar bahwa ia sedang berada disebuah ruangan.
Ia melihat ada Minah yang tertidur disampingnya dan ada Ammar yang tertidur di sofa.
"Dimana ini?" Batinnya.
Ia menggerakkan pelan badannya, ingin menggeliat tapi sulit. Badannya sangat berat dan sakit di intinya masih sangat terasa. ia sedikit meringis menahan sakit.
Minah yang sadar ada pergerakan disampingnya pun bersuara setelah menatap Kinan.
"Mbak Kinan udah sadar?" Tanyanya.
"Saya ada dimana bi?" Balik bertanya dengan suara serak.
"Di-di rumah sakit mbak!"
Kinan terdiam dan mencerna jawaban Minah. Ia teringat perihal hal apa yang semalam ia perbuat. Ia melirik pergelangan tangannya yang diperban.
"Astaga! Apa yang sudah ku lakukan?" Batinnya lirih berkata-kata.
"Sebentar ya mbak, saya bangunkan bapak dulu!" Ujar Minah seraya bangkit dari posisi duduknya.
Kinan mengangguk dan melirik jam di dinding ruangan rawatnya itu. Pukul setengah dua dini hari.
Minah membangunkan Ammar yang tampak langsung terjaga dipanggilan pertama.
Ammar bangkit dari posisinya dan menghampiri Kinan di ranjang pasien.
"Syukurlah kamu sudah sadar. Maafkan sikapku!" Ujarnya.
Mendengar pernyataan Ammar, Kinan merasa sedikit lega karena sepertinya sudah tak banyak amarah dari wajahnya.
"Kinan, aku paham kau sudah menerima aku dalam hidupmu!" Ujar Ammar tanpa ada kemarahan dari nada suaranya.
"Aku juga paham kau belum mencintaiku, mungkin kau punya kekasih diluar sana dan kau belum mengakhiri hubunganmu dengannya karena pernikahan kita yang tiba-tiba" Ammar menjeda ucapannya seraya menghembuskan nafasnya dengan berat.
Kinan menatap bingung pernyataan Ammar.
"Aku tidak memaksakanmu! Tapi bisakah kau menghargai aku yang kini adalah suamimu? Jangan lagi bertemu dengannya dan akhirilah hubungan kalian! Lalu, jangan bertindak bodoh seperti ini lagi untuk menutupi hubunganmu dengannya yang tidak sehat itu! Aku akan berusaha menerima!" Lanjut Ammar lagi yang membuat Kinan tercengang dan seolah tak punya kata-kata untuk membalas pernyataan Ammar.
Ammar menyimpulkan sendiri apa yang telah dialami Kinan. Kinan menatapnya bingung sekaligus kecewa.
Bahkan Ammar tidak mendengar satu katapun dari mulut Kinan perihal kenapa Kinan melakukan hal bodoh ini. Ammar tidak meminta penjelasan kenapa Kinan sampai mau mengakhiri hidupnya.
Kinan menahan segala rasa berkecamuk dalam hatinya. Rasa amarah pada orang yang merusaknya dan kini rasa marah pada Ammar yang sama sekali tidak menanyai perihal apa yang telah Kinan lalui.
Kinan juga merasa kecewa dengan dirinya sendiri kenapa ia bertindak bodoh. Kinan merasa takut, malu, dan tidak berguna lagi.
Airmata Kinan sudah menggenang dipelupuk matanya, serasa ingin tumpah bagai air bah.
Setelah mengatakan hal itu, lagi-lagi Ammar meninggalkan Kinan yang tak berdaya. Ia tak bertanya bagaimana keadaan Kinan dan apa yang kini Kinan rasakan.
Kecewa. Lagi-lagi itulah pula yang ikut berkecamuk didalam dada Kinan melihat ulah Ammar ini.
Kenapa seolah Ammar tidak ingin tahu kenapa Kinan melakukan hal nekat? Kenapa Ammar menutup mata untuk hal ini? Kenapa malah Ammar menyimpulkan sendiri perihal Kinan melakukan ini hanya untuk menutupi kesalahannya yang seolah-olah telah menghianati Ammar.
Kinan terdiam menerima kenyataan yang ada. Bahwa, hidupnya yang sebatang kara didunia ini, kini terasa semakin sendiri.
Terlebih lagi, ia harus menjalani hidupnya yang sendiri itu dengan hati yang hancur dan tubuh yang sama hancurnya.
Mungkin dulu Kinan sebatang kara tanpa keluarga lagi seperginya Wina, satu-satunya sanak-saudara yang tertinggal.
Tapi dulu ia masih punya perasaan bahagia. Dan dulu ia punya semangat yang membara. Tapi sekarang? Ia benar-benar sendiri tanpa semangat dan merasa tidak berarti.
💠💠💠💠💠
Kinan menjalani perawatan dirumah sakit beberapa hari dan hanya ditemani oleh Minah. Hari ini ia sudah diperbolehkan untuk pulang.
Mau tidak mau Kinan harus pulang kerumah Ammar. Rasanya ia ingin lari dan tak tinggal disana lagi, ia begitu malu. Tapi status pernikahannya dengan Ammar seolah mengikatnya agar tetap tinggal dirumah Ammar.
Ammar tidak berkata apapun, bahkan ia tak berniat menceraikan Kinan setelah semua yang terjadi. Entah mengapa. Hanya Ammar yang tahu jalan pikirannya sendiri.
Kinan memasuki rumah didampingi oleh Minah.
Seperti biasanya, Kinan selalu disambut oleh suara Latifa yang selalu meremehkan dan mengintrogasinya. Tapi setelah semua yang terjadi, tampaknya Latifa bukan hanya melakukan itu sekarang. Sepertinya akan lebih parah.
"Benalu yang tak tahu diri! Sudah dihidupi malah menjerat orang yang menghidupinya! Wajahmu yang polos itu ternyata tidak menjamin kelakuanmu diluaran sana ya!" Kata-kata sambutan dari mulut Latifa ketika melihat Kinan pulang.
Kinan yang kini telah kecil hati, tak menggubris ucapan Latifa. Ia memilih diam tanpa kata dan melanjutkan jalannya yang perlahan menuju kamar utama.
Kinan masih mendengar Latifa mengejeknya sembari ia melangkah. Tapi lagi-lagi Kinan tak ada semangat untuk meladeni ucapan Latifa.
Sesampainya dikamar utama, Kinan mengambil barang-barangnya yang rasanya baru kemarin ia pindahkan kekamar ini.
Kinan memutuskan untuk pindah lagi kekamarnya yang dulu sebelum ia dan Ammar menikah.
Ammar sepertinya tidak ada dirumah. Ia sedang bekerja. Sehingga Kinan mudah untuk pindah ke kamar belakang.
Setelah semua barangnya beres, Kinan merebahkan diri dikamarnya. Ia memikirkan lagi bagaimana kejadian yang menimpanya kemarin bisa terjadi.
Kinan mencoba untuk tegar. Ia memasrahkan diri, tak tau harus melakukan apalagi. Terutama didepan Ammar. Ia seperti sudah tak punya harga diri. Padahal, Ammar tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
"Kalau mas Ammar tidak bisa membantuku mengungkap siapa pelaku yang melecehkan aku, maka aku harus mencari-taunya sendiri" Gumam Kinan sambil tersedu-sedu.
Sayup-sayup Kinan mendengar orang berbicara dari teras belakang. Karena kamar Kinan yang terletak dibelakang memungkinkan ia mendengar suara percakapan oranglain. Meskipun, entah apa yang sedang mereka bahas.
Kinan menghapus airmata dipipinya. Ia mengingat-ingat suara siapa yang sepertinya sedang berbicara dengan Latifa.
Terdengar mereka sedang tertawa dan sepertinya beberapa kali mengumpat dan menyebut-nyebut nama Kinan.
"Shirly?" Kinan menerka itu adalah suara Shirly.
Ia mengingat-ingat kejadian sebelum petaka pada dirinya itu terjadi.
"Bukankah waktu itu Shirly bilang akan pulang kerumah orangtuanya di Bali? Kenapa dia masih ada disini?" Gumam Kinan sendiri.
Kinan ingin tahu apa yang mereka bicarakan, karena Kinan yakin semua yang terjadi ini ada hubungannya dengan mereka.
Kinan ingat terakhir kali ia berada dirumah sebelum petaka itu terjadi adalah ketika ia bersama Shirly didapur.
.
.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 143 Episodes
Comments
???
lanjut aja lah. masi gedeg sm mereka
2022-10-05
0
meimei
ayo Kinan...bangkit lagi...
semangat tuk ungkap kejahatan shirly..
2021-12-03
1
Farida Wahyuni
kasian bgt sih kinan, biarin dia cerai sm ammar, dan pertemukan kinan sm orang yg memperkosa kinan thor.
2021-09-07
2