Disebuah ruang tunggu sebuah rumah sakit swasta dipusat kota. Tampak suasana yang cukup riuh dikarenakan banyak orang sedang memperhatikan dan membicarakan seorang gadis. Namun, tak ada yang berani untuk menanyakan keadaanya.
Seorang lelaki muda pun tampak heran melihat gadis yang baru saja melintas didepannya itu. Gadis itu sangat tergesa-gesa dalam kondisi menangis sambil menceracau tak jelas, meluapkan emosinya. Ia tak peduli pada situasi dan kondisi disekitarnya. Ekspresi wajahnya menunjukkan bahwa ia sangat kacau sekarang.
"Rey, mau kemana? Mama belum selesai diperiksa, nak!" Ujar seorang wanita setengah baya yang terlihat masih cantik. Wanita itu adalah ibu dari lelaki muda itu.
"Sebentar ya ma, nanti aku balik lagi!" Jawab lelaki bernama Rey itu dengan terburu-buru seraya mengejar gadis yang baru saja melintas didepannya tadi.
Rey terus saja memperhatikan gerak gerik gadis itu. Gadis itu berjalan lurus tidak peduli beberapa kali ia bahkan menabrak tubuh orang lain.
Rey merasa pasti ada yang tidak beres dengan gadis itu.
Entah kenapa Rey terlihat begitu penasaran, padahal itu sebenarnya bukan urusannya.
Gadis itu lalu mematung dipinggir jalan. Ia bersandar pada sebuah pohon sambil memainkan kuku-kuku dijarinya. Pandangan matanya tampak kosong.
Rey mencoba mendekati gadis itu. Tapi ia urungkan karena tiba-tiba gadis itu menyebrang jalan. Karena rasa penasarannya, Rey terus membuntuti.
Jalanan didepan sana terlihat cukup padat. Beberapa kendaraan berhenti karena palang pintu kereta api mulai turun disertai suara alarm, pertanda sebentar lagi kereta api akan melintasi rel yang ada didepan sana.
Seperti diawal, gadis itu tetap berjalan tak peduli keadaan sekitarnya.Tanpa diduga, gadis itu masuk kedalam jalur kereta api.
Banyak orang berteriak untuk memanggil-manggil gadis itu. Suasana semakin riuh karena gadis itu sama sekali tak menggubris sekelilingnya.
"Apa yang dia lakukan. Apa dia sudah gila?" Batin Rey berteriak.
Entah keberanian dari mana Rey ikut masuk kedalam rel itu. Rey menarik paksa gadis tadi, yang hampir tak terselamatkan karena seketika itu juga kereta api dengan lajunya melintas dari sisi kanan.
Brukkkkk!!!
Kejadian yang begitu tiba-tiba membuat keduanya terjatuh ke sisi jalan. Rey dan gadis itu tergeletak dengan posisi tubuh Rey melindungi agar gadis itu tak terbentur aspal jalanan.
Gadis itu terdiam dalam kondisi syok. Perlahan-lahan ia membuka matanya. Ia melihat sosok yang menyelamatkannya. Perlahan ia bangkit, Rey pun demikian sambil menahan sakit dibagian belakangnya abibat benturan dengan aspal.
Suara orang-orang ricuh menanyakan keadaan mereka.
Gadis itu tetap diam dengan pandangan kosongnya.
"Kami tidak apa-apa!" Rey menjawab pertanyaan orang-orang yang tampak peduli sambil mengangkat satu tangannya menandakan tidak terjadi apa-apa.
Rey memperhatikan gadis yang kini juga terduduk disampingnya.
"Lo nggak apa-apa kan?" Tanyanya.
Gadis itu menggeleng. Rey menghembuskan nafas panjang.
Rey membantunya berdiri. Orang-orang disekitar tampak bubar dari kerumunan yang sempat terjadi akibat kejadian tadi.
Rey berdehem mengatur kata selanjutnya yang akan ia ucapkan pada gadis ini.
"Lo mau kemana? Biar gue anter!" Tawar Rey.
Gadis itu diam dan tertunduk. Merem*s jari jemarinya sendiri. Rey semakin bingung. Ia berinisiatif membawa gadis itu kembali kerumah sakit tadi saja. Karena mama Rey juga masih berada disana.
Gadis itu mengikuti Rey dengan diam. Tidak ada satu patah katapun lagi yang keluar dari mulutnya. Padahal diawal Rey melihatnya dirumah sakit tadi dia menceracau tidak jelas. Mereka berjalan dalam diam.
Sesampainya diruang tunggu rumah sakit, Rey meminta gadis itu duduk dikursi tunggu.
"Sebentar, gue telpon nyokap dulu!" Ucap Rey.
Setelah melakukan panggilan telepon, Rey mendapatkan jawaban bahwa mama nya sudah pulang bersama sopir. Rey bernafas lega. Akhirnya Rey kembali fokus melihat gadis yang duduk disampingnya ini.
"Nama gue Reyland. Lo siapa?" Ujar Rey memperkenalkan diri sembari mengulurkan tangannya.
Gadis itu menatap Rey tapi ia tetap diam. Rey berdecak.
"Ck! Nama lo siapa? Nggak mungkin kan lo nggak punya nama!" Ucap Rey mulai habis kesabaran.
"A-aku ti-tidak tau!" Ucap gadis itu ragu-ragu.
"Maksudnya lo nggak ingat nama lo? Hah?" Rey menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
Rey bingung mau melakukan apa lagi pada gadis didepannya ini.
"Kalo namanya aja dia nggak tau. Gimana gue mau nanya alamatnya? Apa dia beneran udah gila ya?" Batin Rey menerka-nerka.
"Yaudah. Gue tanya lo lagi, tadi kenapa lo masuk ke rel kereta api? Lo mau mati?"
"Aku nggak tau"
Rey menatap gadis ini dengan tatapan heran bercampur jengkel. Apa ia telah salah menyangka. Apa memang gadis ini seorang yang mengalami gangguan jiwa. Tapi penampilannya seperti orang normal.
Rey menghembuskan nafas kasar. Ia menarik tangan gadis ini menuju ruangan dokter umum. Ia ingin memeriksakan saja kondisi gadis ini agar ia tidak semakin jengkel mendengar jawabannya yang melantur.
"Dokter, bisa periksa dia. Sepertinya dia lupa jati dirinya!" Ucap Rey pada dokter yang memang ia kenal.
Dokter itu menatap gadis yang kini berada didepannya. Pasien yang beberapa jam lalu ia periksa.
"Ibu Kinanty?" Tanyanya.
Kinan menatap dokter itu heran. Begitu juga dengan Rey.
"Dokter kenal dia?"
"Dia baru saja saya periksa beberapa jam yang lalu" Ujar Dokter Malik menunjukkan data diri pasien yang terdaftar dimejanya.
"Dia sakit apa dokter? Kenapa dia lupa siapa dirinya? Siapa tadi namanya?" Tanya Rey kemudian.
"Namanya Kinanty. Apa maksud kamu, Rey? Ketika saya periksa tadi dia baik-baik saja. Hanya kelelahan dan ada faktor lain yang menyebabkan saya menyuruh suaminya memeriksa kebagian specialist." ujar dokter tak mau menjelaskan terperinci perihal dugaannya.
"Apa? Suami?" Rey hanya menangkap kata suami dari ucapan dokter Malik.
Dokter Malik tersenyum sambil mengangkat bahu melihat reaksi Rey yang terkejut.
"Kenapa? Kamu salah sasaran?" Ejek dokter pada Rey.
Rey mencebik mendengar ucapan Dokter Malik. Ia berpaling melihat gadis yang bernama Kinan ini.
"Apa kau mempermainkan aku? Jelas-jelas dokter bilang kau tidak apa-apa!" Batin Rey.
"Baiklah, gue anter lo pulang sekarang!" Ucap Rey pada Kinan.
Kinan tidak bergeming. Ia tetap duduk dengan pandangan kosong. Rey hendak bangkit tapi Dokter Malik menahannya.
"Tunggu sebentar, Rey!"
"Kenapa dok?"
"Sepertinya memang ada yang salah dengannya!"
"Maksud dokter?"
Dokter Malik bangkit dari duduknya. Melihat Kinan yang terdiam dari jarak dekat, dokter Malik melihat tatapan kosong dimata Kinan.
"Bagaimana dia bisa bersamamu? Dan dimana kau menemukan dia?" Tanya dokter. Ucapannya sudah tak seformal tadi, karena Rey sebenarnya adalah anak dari sahabatnya.
Rey pun menceritakan kejadian sebenarnya, dokter mendengarkan dan terkejut lalu ia tampak paham dan mengerti.
"Rey, sepertinya dia memang lupa jati dirinya."
"Hah? Tapi tadi dokter bilang dia tidak apa-apa!"
"Iya, itu tadi diawal aku bertemu dengannya beberapa jam lalu."
"Maksud dokter, hanya beberapa jam saja ia bisa lupa sekarang siapa dirinya sendiri?" Rey heran dan merasa makin dipermainkan.
"Ayolah dokter! Cukup dia saja yang mempermainkan aku. Dokter tidak perlu ikut sandiwaranya begini!" Ucap Rey.
Dokter Malik menggelengkan kepalanya pelan.
"Aku tidak main-main Rey, lihatlah dia tidak menanggapi apa yang kita bicarakan. Padahal kita sedang membicarakannya! Coba kau bawa dia periksa dan tanyakan pada ahlinya. ke psikiater mungkin!"
Rey terperangah mendengar kata-kata dokter Malik.
"Aku menduga dia mengalami syok berlebih!" Ujar dokter Malik kemudian.
"Apa aku bisa minta alamat atau nomor handphone keluarganya?" Rey tidak mungkin meninggalkan Kinan dalam kondisi seperti ini. Entah kenapa Rey benar-benar tidak bisa melepaskan Kinan sendiri begitu saja. Apalagi sekarang Rey tahu bahwa Kinan mengalami syok.
Dokter meminta asistennya memberikan data pribadi Kinan yang memang ada karena Kinan sempat mendaftarkan diri sebagai pasien.
Rey keluar ruangan dokter untuk menelepon keluarga Kinan.
"Hallo" suara seseorang diseberang sambungan telepon.
"Hallo, dengan keluarga Kinanty?"
"Iya, saya suaminya. Apa kau tau dimana dia? Saya mencarinya kemana-mana!" Ujar lelaki diseberang sana dengan nada khawatir.
"Dia dirumah sakit tempat tadi dia sempat diperiksa. Saya tunggu bapak agar segera kesini"
******
Ammar tiba dirumah sakit dan tak lama ia bertemu dengan Rey. Rey sedikit terkejut ternyata benar Kinan telah menikah. Setelah Rey menjelaskan pada Ammar apa yang telah terjadi. Ammar tampak diam dengan pikirannya sendiri.
Melihat Ammar yang diam, Rey mencoba memberi saran.
"Bagaimana kalau lo bawa dia ke psikiater!" Ucap Rey datar mencoba bicara nonformal karena sepertinya Ammar hanya beda tiga atau empat tahun diatas umurnya.
Ammar terperangah.
"Tapi Kinan tidak gila!" Ujarnya tak terima.
"Gue tau. Tapi lo harus pastiin istri lo itu kenapa!"
Ammar mengangguk dan mengucapkan terimakasih kepada Rey. Ammar melihat Rey yang tak juga pergi setelah ucapan terimakasihnya.
"Apa anda ingin tahu kondisi istri saya selanjutnya?" Sindir Ammar pada Rey yang tak kunjung beranjak.
Rey tersenyum kikuk. Akhirnya ia undur diri karena telah merasa Kinan kini sudah bersama orang yang tepat untuk ia tinggal.
"Suami lo memang tempat pulang lo yang paling tepat!" Gumam Rey dalam hati sambil tersenyum miring.
.
.
.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 143 Episodes
Comments
???
hah syok yg berlebihan bisa bikin gitu ya😳 setauku cuma depresi tp gk smp linglung
2022-10-05
2
meimei
Rey....??? kamu g tanda sama Kinan...???
2021-12-03
2
niktut ugis
andai Rey tau siapa Kinan 😭😭😭😭
2021-10-02
2