"Kamu cantik".
Suara Fian menyapa gendang telinga Melati yang tengah mencoba gaun pengantin untuk pernikahan mereka.
Melati semakin kacau dalam hatinya.
Melati hanya menunduk tanpa berniat membalas kalimat Fian. Sesungguhnya, Melati ingin menikah dengan pria yang ia cintai. Mengapa cinta tak juga kunjung hadir untuk Fian. Selama ini, Fian sungguh sangat baik padanya. Ingin sekali cinta di hati Melati tumbuh hanya untuk Fian. Sayangnya, mengapa justru bayangan sialan Faisal yang selalu hadir?
Fian yang melihat Melati hanya menunduk, mengira Melati hanya malu-malu. Padahal, Melati sedang memikirkan orang yang telah menyakitinya.
Melati nelangsa.
Dalam hati ia bertekad, ia akan terus membuka hati dan belajar mencintai Fian. Apapun yang terjadi.
Faisal tidak berhak lagi akan cintanya.
Pria itu, telah bersua bersama wanita lain.
"Apa...apa Ndak berlebihan, mas Fian? Saya hanya janda satu anak, memakai gaun seperti ini, seperti..... terasa aneh".
Kalimat polos Melati sontak menerbitkan tawa di bibir Fian. Fian geli sendiri saat melati mengucapkan kata janda satu anak. Padahal meski janda, tubuh Melati masih terawat dan nampak masih kencang dengan beberapa bagian tubuh yang menonjol sempurna.
"Janda rasa perawan, dong".
Fian berkata dengan terkekeh pelan.
"Jangan ngomong seperti itu".
Melati tersipu malu. Wajahnya sudah merona seperti kelopak sakura yang bermekaran.
Melati sungguh tersanjung. Hatinya menghangat. Candaan Fian, mampu menghangatkan hatinya, sesuatu yang tidak pernah Melati dapatkan dulu selama berumah tangga dengan Faisal.
"Jangan lama-lama melamun nya. ayo lepaskan gaunnya dan kita makan siang sebentar lagi".
Melati kemudian mendongak dan tersenyum, mengangguk patuh dan kemudian berlalu ke ruang ganti. Fian menatap punggung Melati hingga menghilang di telan pintu ruang ganti.
Entahlah.....
Berjuta rasa ia rasakan dalam hatinya.
Fian jadi tidak sabar untuk segera mengucap ijab qobul dan memiliki Melati seutuhnya.
"Mari, mas...."
Fian segera bangkit dan menautkan jemarinya pada jemari Melati. Melati mengikuti langkah Fian dengan langkah kaku. Ia menatap lama jemarinya yang saling bertautan dengan Fian.
Senyum simpul lantas tercetak dari bibir Melati hingga langkahnya tiba di mobil Fian.
Pria yang berprofesi sebagai dokter SpOG itu, lantas membukakan pintu mobil untuk Melati. Fian benar-benar memperlakukan Melati layaknya seperti ratu. Melati lagi-lagi terharu.
"Kamu mau makan apa, Melati?"
Tanya Fian yang kemudian melajukan mobilnya perlahan dari basement butik ternama di Yogya.
"Saya... saya ingin makan di rumah saja, mas. Kasihan Gibran, dia pasti bosan lama-lama menunggu saya. Biar masak sendiri saja, nanti saya masakkan untuk panjenengan. Masakan rumahan lebih bersih".
Fian lagi-lagi tersenyum. Melati benar-benar telah menaklukkannya sepenuhnya. Bukan hanya kepolosannya, tetapi juga sebenarnya Melati adalah wanita yang cerdas.
"Ya sudah. Kita langsung saja ke rumah bapak dan ibu."
Hati melati semakin berdebar-debar hatinya. Ini adalah pertama kali dirinya menginjakkan kakinya di Yogya, semenjak perceraiannya dengan Faisal kala itu.
Ada rasa ragu dan cemas saat bayangan ia akan bertemu lagi dengan Faisal.
Setibanya dari temanggung pagi menjelang siang tadi, Fian hanya menurunkan Gibran yang mengeluh bosan karena terlalu lama dalam perjalanan. Lantas Fian segera membawa Melati ke sebuah butik langganan keluarga Winata untuk mencoba beberapa gaun pengantin, meninggalkan Gibran yang di sambut ramah oleh Ratri dan Pram.
Memang....
Selama ini, Pram dan Ratri sangat mengidamkan cucu laki-laki sebagai penerus keluarga Winata.
Kehadiran Gibran, tentu saja mampu membuat Pram sangat menjaga hati-hati Gibran, seperti menjaga porselen paling langka dan berharga mahal di seluruh dunia.
Bahkan, kedatangan Gibran, mampu mengesampingkan kedua cucunya yang terlahir dari istri Faisal, Rianti.
Setibanya Fian dan Melati di rumah Winata, mereka di sambut ramah oleh dua penjaga yang bertugas di depan. Pak Didik dan pak Ngatmo namanya.
Fian segera membukakan pintu mobil untuk Melati.
Kedatangan mereka, tak luput dari tatapan tajam Faisal yang memang sudah datang dari pagi bersama rianti, karna ini memang hari ini hari libur.
"Fian.... Melati...."
Ratri menyambut keduanya dengan senyum merekah.
Ia nampak bahagia saat melihat Melati tersenyum lagi. Baginya, cukup sudah selama bertahun-tahun ini Melati menghabiskan harinya dengan tangis dan air mata.
"Injeh.... ndoro".
"Jangan ndoro. Kamu akan resmi jadi anakku sebentar lagi. Panggil ibu saja. Seperti calon suamimu kang mas Fian".
Melati tersipu malu.
Apa katanya tadi?
Kang mas Fian? Terdengar aneh, tapi mampu membuat Melati bergetar.
"Injeh, Bu".
meski agak kaku, tapi kata-kata Melati mampu membuat Ratri tersenyum lega.
"Ayo makan siang dulu".
Ajak Ratri yang segera menuntun mereka masuk ke dalam. Melewati Rianti dan Faisal yang hanya di sapa anggukan dalam oleh Melati serta Fian.
Sejujurnya, Melati merasa tidak nyaman saat lagi-lagi..... ia harus bertemu dengan Faisal.
Tapi lagi lagi, ini akan terus terjadi sepanjang hidupnya, selama ia menjadi nyonya Alfian Rizal Winata.
"Makanlah dulu, Bu. Fian ingin di masakkan khusus oleh Melati".
Ratri tersenyum jahil.
"Loh... kok...kok... kayak anak remaja saja, sih?".
"Kami kan masih pacaran, Bu.... Anggap saja begitu."
Kalimat Fian, rupanya membuat Melati geram dan segera mencubit pinggang Fian.
"Kalian ini...."
Ratri lantas geleng-geleng kepala dan meninggalkan Fian dan Melati untuk memanggil Gibran dan yang lainnya.
Saat semua telah berkumpul di meja makan, Fian sesekali menggoda Melati dan Gibran. Hari ini, adalah hari yang membahagiakan bagi Fian.
"Iban, nanti kalau om yg Fian dan ibu sudah menikah, Iban mau adik berapa?"
Ucap Fian yang berhasil membuat semua orang memusatkan pandangan padanya.
Senyum jahil tercetak jelas di bibirnya.
Gibran nampak berpikir dan meletakkan jari telunjuknya ke pelipis kanannya, seolah sedang berpikir keras.
"Emmm... empat boleh. Dua adek cowok, dua adek cewek".
Jawab Gibran dengan sumringah.
"Empat, Melati.... Empat...."
Pandangan Fian lantas beralih menatap Melati dan berucap lirih.
Melati tersipu dan mencoba membuang pandangannya.
"Jangan seperti ini, mas. Saya.... em...."
Fian terkikik geli, membuat Pram dan Ratri geleng-geleng kepala.
Selama ini, Fian tidak pernah selepas ini dalam mengungkapkan kebahagiaannya.
"Atau banyak juga Ndak apa-apa to, Bu. Kan jadi ramai kalau Iban punya banyak saudara".
Faisal menatap anak, mantan istri dan adiknya dengan perasan nelangsa.
Selera makannya hilang secara tiba-tiba.
....
....
....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Fa Rel
mampus lu faisal laki menjijikan
2022-06-09
1
Hertjina Saselah
rasain kamu faisal
2021-08-29
1
Sulati Cus
sakit y mas Faisal sakit tak berdarah, sama itu yg dulu istri slh mantan istri mu rasakan
2021-06-20
2