"Tapi panjenengan yang ingin tahu dari awal, maka njenengan harus dengar ini sampai akhir".
"Tiga bulan setelah perceraian saya dan panjenengan, saya mencoba menggugurkan Gibran, Sayangnya Tuhan tidak merestui.
Setelah Ndoro Fian menyadarkan saya betapa pentingnya kehadiran Gibran dalam hidup saya sebagai satu-satunya keluarga yang saya miliki, pada akhirnya saya memutuskan untuk membesarkan Gibran..
Meski seorang diri, tetapi saya beruntung ada ndoro Fian yang sudah berjanji untuk merahasiakan keberadaan saya."
Faisal, Pram maupun Ratri masih setia mendengarkan penjelasan Melati.
"Ndoro Fian selalu baik dengan membantu saya mencari pekerjaan, terkadang sering juga membantu saya dalam segi materi.
Gibran lahir prematur saat itu, karna seringkali saya mencoba melukainya saat masih dalam kandungan. Setelah lahir, ndoro Fian sendiri menyatakan, kecacatan Gibran akibat kelakuan saya saat hamil.
Obat-obatan itulah yang membuat anak saya mengalami kecacatan seperti ini."
"Setelah Gibran lahir, saya menolak bantuan ndoro Fian sat itu. Karna malu. Dan saya mencoba untuk berjuang menghidupi saya sendiri dan Gibran seorang diri.
Saat Gibran berusia delapan bulan, saya menitipkan Gibran lada Yayuk, sahabat baik saya. Sepeserpun saya tidak memegang uang saat itu, bahkan untuk membawa Gibran ke dokter, saya tidak mampu.
Saya nyaris menjual diri saat itu..... saat... saat"
Melati semakin dalam menangis. Isakannya semakin menyayat hati. Ia sangat rapuh saat mengingat momen-momen menyedihkan kala itu.
"Saya nyaris jual diri saat itu andai saja ndoro Fian tidak datang memaki saya dengan segala caciannya. Dia datang dengan membawa segepok uang dan membawa Gibran ke rumah sakit ini. Andai Yayuk tidak menghubungi ndoro Fian. Mungkin saya akan menjadi pelacur saat itu"
Tanpa kata, Faisal bangkit dan memeluk melati dengan tangis mereka yang berderai dan bersahut-sahutan.
Melati hanya diam saja. Ia butuh sandaran saat sisi rapuhnya muncul ke permukaan seperti saat ini. Ia membiarkan Faisal memeluknya kali ini, meski sebenarnya perih di hatinya masih terasa jelas. Perih yang Faisal torehkan padanya di masa lalu.
"Saya...saya memang laki-laki bajingan. Kamu berhak membenci saya. Saya pantas untuk menerima kebencian kamu, Melati.
Hukum saya, hukum saya".
Pram Ratri hanya menatap sedih pada putra kebanggan mereka.
Faisal hancur saat ini. Seumur hidup, baik Pram maupun Ratri tidak pernah melihat Faisal se-hancur ini.
~~
~~
Sudah dua puluh sembilan jam Gibran tidak juga sadarkan diri. Wajahnya yang tenang masih nampak pucat.
Pagi tadi, Faisal yang tidak bisa tidur semalaman segera menghubungi Fian untuk memberi kabar rianti, bahwa dirinya tengah menunggu putra sulungnya bersama melati, di rumah sakit.
Kini, Faisal masih setia duduk di samping anaknya yang terbaring. Perasaan bersalahnya kian mencuat setiap kali melihat hembusan nafas putranya yang tampak teratur.
"Maafkan papa, Gibran. Papa mohon bangunlah. Apa Gibran nggak mau ketemu papa?".
Mata Faisal menatap nanar ke arah Gibran.
"Kamu makanlah dulu, le. Gibran akan sedih setelah bangun nanti, kalau melihat bapaknya sakit."
Ratri yang tetap tinggal di rumah sakit, entah untuk yang ke berapa kalinya dia membujuk Faisal far mau makan. Di sofa, Melati sengaja memilih tempat duduk yang sedikit jauh dari Faisal.
Bukan karena apa, melati cukup tau diri bahwa saat ini Faisal adalah suami wanita lain. Ia tidak mau dekat-dekat dengan Faisal karna takut akan fitnah.
Tiba-tiba, Melati teringat dengan ucapan demi ucapan yang keluar dari mulut rianti kemarin.
"Kamu..... Mau apa kamu ke mari?
Pergi dan jangan pernah datang mencari suamiku. Apa kamu datang mau mengganggu suamiku? Jangan mimpi!!".
Kalimat rianti terdengar jelas masih membayangi Melati. Melati menatap Faisal dengan pandangan kosong. Faisal tidak juga mau makan. Dalam ruangan Gibran di rawat, hanya ada kesunyian yang mencekam.
Pintu terbuka dari luar, Sosok Fian yang tinggi menjulang muncul bersama Rianti di belakangnya dengan wajah sembab.
Pandangan Melati fokus pada rianti yang baru datang, menatap Faisal yang menunggui Gibran dengan mata sembab.
"Assalamualaikum".
Suara Rianti berhasil membuat Faisal menoleh seketika. Air mata rianti kembali luruh.
Rasa bersalah tiba-tiba menghinggapi hatinya saat teringat dengan kedatangan Melati kemarin ke rumahnya. Ia telah menuduh Melati hendak mengambil Faisal darinya, nyatanya dia sendirilah yang telah merebut Faisal dari Melati dan anaknya.
"Ri.... kamu datang? Maaf, maaf karna saya nggak bisa menjemput kamu".
Faisal bangkit dan menghampiri istrinya. Sebagai suami, ia tidak akan membiarkan istrinya salah paham. Biar bagaimana pun, Rianti harus tau bahwa Faisal telah memiliki anak bersama mantan istrinya, Melati.
"Iya, mas. Bagaimana keadaan anak kamu?
Siapa namanya?".
Suara Rianti berusaha tegar meski bergetar.
"Kamu..."
"Fian sudah menjelaskan semuanya".
Faisal mengangguk dan menatap adiknya.
"Terima kasih".
Fian hanya tersenyum tipis sebagai respon.
Melati diam membeku di tempatnya.
"Kemarin Melati datang ke rumah dan kamu mengusirnya?".
Pandangan mata Faisal beralih pada Rianti. Rianti mengangguk mengiyakan.
"Iya, karna aku nggak tau kalau....."
Rianti menatap Melati dengan takut-takut. Padahal Melati sama sekali tidak ingin bertatapan mata dengan Rianti.
Rianti melangkah mendekat ke arah Melati yang menunduk.
"Saya minta maaf..."
Rianti tidak melanjutkan kalimatnya ketika sebuah erangan kecil keluar dari bibir Gibran....
"Eennggghhh..... Ibu......"
Suara Gibran begitu parau.
Semua orang refleks beralih memandang pada Gibran dan menghampirinya.
"Iban.... iban sayang, ini ibu, nak..... kamu sudah sadar?"
Melati bergetar. Ada rasa haru saat melihat putra semata wayangnya sudah sadar.
Perlahan, Gibran membuka matanya dan mengerjap beberapa kali.
"Iban dimana........ Bu......?"
"Kamu di rumah sakit nak, kemarin kamu mengalami kecelakaan di kelas. Gibran ingat?"
Gibran hanya mengangguk. Kemudian pandangan matanya beralih pada semua orang yang ada di sana dengan sorot kebingungan.
"Om Fian......"
Gibran menggumam lirih ketika netranya menangkap siluet Fian yang tengah tersenyum tipis padanya.
"Hai jagoan yang kuat.....Om Fian datang jenguk Iban. Lihat...... ini ayah Iban...... Ayah Faisal. Ayah yang selalu ingin Iban peluk. Iya kan?
Gibran selalu bilang pengen peluk ayah, kan?".
Mata Fian berkaca-kaca ketika ingat setiap bertemu Gibran, Gibran selalu berkata ingin memeluk ayahnya.
Gibran mengangguk dan matanya berbinar. Ada kaca-kaca bening di kedua sudut matanya.
"Ayah".
Tanpa menjawab, Faisal segera mendekap pelan putranya, dengan sangat hati-hati.
Wajah Gibran, sangat mirip dengan wajah anak yang selalu hadir dalam mimpi-mimpi malamnya.
"Ayah sayang Gibran.... cepet sembuh ya, nak".
Tangis Faisal kembali pecah. Semua orang yang ada di ruangan Gibran di rawat menangis karna terharu.
Dalam pelukan Faisal, Gibran mengungkapkan perasaannya yang terdalam.
"Iban nggak mau sembuh, yah. Biar ayah di sini terus. Kalau Iban sehat, ayah pasti nggak mau jenguk Iban kayak kemaren-kemaren".
....
....
....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Bun Yian Cu Dumpit
terharu ak Thor sampai mewek 😭😭😭
2023-08-06
1
Yen Margaret Purba
orgtua masalah anak sasaran
2022-02-13
1
Diana Tetroman
mewek😭😭😭😭
2022-02-03
1