Bab 15

Langit nampak cerah hati ini. Mentari begitu terang bersinar, dengan awan yang menggantung indah sesekali menutup pantulan cahaya sebagian.

Ini adalah hari ke 4 Gibran di rawat, Meski kondisinya tidak sepenuhnya pulih, namun Gibran tetap kokoh pada pendiriannya untuk pulang hari ini juga.

Melati tengah mengepak seluruh barang-barang Gibran ke dalam tasnya. Wajahnya nampak cerah hari ini.

Tidak ada kabar yang lebih membahagiakan selain kesembuhan putranya.

"Buk..... Apa ayah dan eyang Uti akan jemput Iban?"

Gibran nampak kecewa dengan pandangan matanya mengedar ke seluruh penjuru ruangan, ketika tak mendapati ayahnya di sana.

Satu jam lalu, Fian menghubungi Melati dan akan menjemput Gibran dari rumah sakit.

Tapi hingga kini, Fian belum juga datang.

Ah, mungkin masih di jalan. Begitu pikir Melati.

"Sepertinya enggak, nak. Nggak usah bingung. Selama ini Iban bisa kan ngapa-ngapain tanpa ada ayah? Bukannya Iban udah biasa berdua saja Engan ibu?".

Pertanyaan Melati, berhasil membuat Gibran bungkam karna kecewa. Selama ini Gibran memang bisa tanpa ayah, tapi apa salah kalau Gibran berharap ayahnya akan antusias menjemputnya?

"Iban kangen ayah".

Gibran tertunduk lesu. Namun raut wajahnya berubah gembira ketika suara yang begitu familier, menyapa gendang telinganya.

"Assalamualaikum, jagoan ayah yang ganteng".

"Ayah......."

Gibran terlonjak kegirangan.

"Ayah datang untuk Gibran. Gibran mau pulang sekarang?".

"Iya, yah. Iban kangen sama ayah. kenapa telat to datangnya?".

"Tadi nunggu eyang Uti dandan, makanya lama. Di mobil ada eyang Uti dan eyang Kakung udah nunggu Iban."

"Wah, eyang Uti ikut ya, yah?"

"Iya........".

Dan Melati hanya diam tidak ikut menimpali.

Anak dan ayah itu saling bercerita dengan sukacita. Melati hanya menjadi pihak figuran yang tak memiliki peran penting.

"Ayah..... nanti ayah akan main di rumah ibu sampe malam. Apa istri ayah nggak marah?".

Faisal tersenyum tipis. Beberapa hari mengetahui bagaimana sang putra yang memiliki kecerdasan tinggi, membuat Faisal sudah menduga, tanya ini pasti akan muncul juga dari Gibran.

"Ayah sudah minta ijin. Dan istri ayah mengijinkan. Namanya Tante Rianti. Akhir pekan nanti, ayah sama Tante Rianti akan main kesini. Apa boleh?".

Faisal menggendong Gibran dan melirik Melati yang hanya menunduk. Sungguh, Faisal ingin mengajak Melati bicara, tapi karna Melati tidak juga menatapnya, Faisal bingung bagaimana caranya meminta persetujuan Melati, untuk memenuhi permintaan Rianti semalam.

"Buk..... apa boleh kalau ayah sama Tante Rianti maen ke rumah kita akhir pekan?"

Melati menatap Gibran dan Faisal bergantian. Mereka berjalan beriringan dengan Gibran yang masih setia dalam gendongan Faisal.

Mereka layaknya keluarga kecil bahagia dan penuh kehangatan.

Andai dulu Faisal tidak segera menendang Melati dari hidupnya, mungkin saat ini Faisal tidak akan merasa menjadi pecundang.

"Saya rasa Ndak usah, ndoro. Maaf, kalau saya lancang dan tidak sopan. Tapi saya tidak ingin merusak kebahagiaan orang lain, termasuk istri ndoro Faisal. Saya rasa, masa lalu biarlah menjadi kenangan. Ndoro Faisal boleh mengunjungi Gibran sesekali. Tapi saya tidak ingin merusak rumah tangga yang sudah ndoro bangun bertahun-tahun".

Dan sialnya, air mata melati luruh dengan tidak tau malu. Suara Melati bergetar. Melati dengan segera mengalihkan pandangannya. Ia tidak ingin Faisal melihat kerapuhannya.

"Jangan menangis. Saya janji saya akan memperbaiki semuanya. Maaf kalau saya adalah pemicu penderitaan kamu selama ini".

Faisal berkata lirih. Langkahnya terhenti dan hatinya tersayat perih saat ia melihat Melati menumpahkan air matanya.

"Ya sudah. Kita pulang. Ibu ku sudah menunggu di mobil."

~~

~~

Rianti baru saja usai mandi sore ini. Kedua anaknya terlelap bersamaan setelah seharian mereka belajar dan bermain bersama, meski sesekali kedua anak itu bertengkar karna berebut mainan.

Ia pandangi wajah damai kedua putri nya.

Jemarinya refleks terulur mengusap bahu kedua nya.

"Ternyata kalian punya kakak.

Mama menyesal sudah berlaku egois dan ikut berperan dalam kepergian mantan istri papa kalian dan anak papa kalian darinya."

Rianti menangis kembali. Jemari kirinya meremas dadanya, untuk mengurangi rasa sesal yang tiba-tiba muncul menaungi hatinya.

"Apa yang harus mama lakukan? Apa mama ini orang jahat, karena telah membuat wanita lain menderita karna ego mama untuk di nikahi papamu."

Rianti tidak tau lagi harus dengan siapa ia bercerita.

Fakta demi fakta Yang saling terkait dengan masa lalu, kini tersuguh dan tersaji sempurna di depan matanya.

"Bagaimana cara mama untuk menebus segala dosa mama di masa lalu, nak?"

Rianti bangkit dan berlalu pergi menuju kamarnya. Ia tak ingin meraung di kamar kedua anaknya hingga nanti bisa mengusik tidur anak-anak Faisal yang cantik-cantik itu.

~~

~~

Ratri dan Faisal duduk di ruang tamu rumah kecil milik Melati. Namun Melati tidak menyebut ini rumahnya melainkan rumah milik Fian yang baik hati karna ia memberikan Melati dan Gibran tempat tinggal yang layak.

Pandangan Faisal beredar ke seluruh penjuru ruangan. Rumah minimalis dengan cat putih tulang dengan design sederhana ini, sangat menggambarkan kepribadian penghuninya yang juga sederhana.

Di samping Faisal, Gibran nampak kewalahan membuka seluruh oleh-oleh yang Ratri bawakan. Juga tak lupa mainan-mainan mahal keluaran terbaru yang Faisal bawakan.

"Mainan milik Gibran yang sebelumnya, mana?"

Tanya Faisal ketika pandangannya beredar ke seluruh ruangan, namun tak di dapatnya satupun mainan khas anak lelaki.

"Itu di depan tv".

"Hanya itu?".

"Iya, yah. Penghasilan ibu dari menjahit, cuma cukup buat makan sama sekolah Iban.

Di lemari kamar Iban, ada sih mainan yang bagus, om Fian Yangs selalu bawakan.Tapi selalu Iban simpan, biar Ndak cepet rusak.

Dan hati Faisal terasa nyeri luar biasa saat matanya hanya menangkap bayangan mainan yang terbuat dari triplek dengan bentuk truk mini.

Dan di saat bersamaan, Melati muncul dengan membawa nampan berisikan beberapa minuman buah.

"Monggo, ndoro. Maaf kalau ini hanya seadanya".

"Duduklah di sini, nduk. Ada yang mau saya bicarakan denganmu".

"Injeh, ndoro".

Melati menurut dan segera duduk di sofa tunggal di ujung ruang tamu. Jarak ini begitu jauh dari Faisal dan Gibran. Melati perlu tempat yang cukup aman. Sebab dirinya tak ingin kembali merasakan gelenyar asing yang terkutuk setiap kali berdekatan dengan Faisal.

"Ibu mau bicara mumpung kamu, Faisal dan anak kalian ada di sini".

Ratri lantas meraup oksigen dalam-dalam sebelum mengungkapkan tujuannya ikut Faisal kemari.

"Apa Ndak sebaiknya kalian rujuk, mengingat ada Gibran di antara kalian?".

Melati memucat.

....

....

....

Terpopuler

Comments

Sri Wahyuni

Sri Wahyuni

klau s melati mau d ajak rujuk itu cwe goblog dong walau alesan nya anak klau gue ogah

2022-11-09

1

Endang Werdiningsih

Endang Werdiningsih

jika melati rujuk sama aja melati menyakiti hati rianti....... sedangkan diawal. kan rianti ga tahu kalo. faizal. sdh menikah,,, rianti tahu jg sdh. proses perceraian melati dan faizal......

2021-12-22

1

Femiilyaa Setyanto

Femiilyaa Setyanto

ojo sudi melati

2021-10-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!