Seorang pria tengah menatap nyalang ke luar jendela. Pikirannya tengah berperang hebat. Antara logika dan perasaan, tidak berjalan sejajar belakangan ini.
Fakta demi fakta yang tersuguh, membuat hatinya di Landa kegelisahan luar biasa.
Faisal........
Pria itu tengah memikirkan banyak fakta yang belakangan ini baru ia ketahui.
Dari Melati yang rupanya telah melahirkan putra sulung untuknya, kehidupan Melati yang terlunta-lunta karna kebodohannya, kemudian Fian, adiknya yang juga mencintai Melati. Apa lagi tidak ada penolakan yang Sekar tunjukkan saat Fian mengatakannya hari itu.
"Tapi Melati akan menikah denganku, kang mas. Kami sudah sepakat menikah dua bulan lagi".
Kalimat Fian hari itu, seperti bom yang jatuh mengenai hatinya yang sudah mulai terbuka pada Melati. Akibatnya, hati Faisal merasakan kehancuran yang luar biasa, tidak bisa sembuh sekalipun ia berusaha menerima takdir.
"Mas, belum tidur?"
Rianti datang dengan membawa secangkir wedang jahe untuk Faisal.
Bukannya tidak tau, bahkan tanpa menjawab pun, Rianti tau apa yang tengah di rasakan suaminya kini.
Faisal menoleh sekilas pada rianti, kemudian menyunggingkan senyum tipis.
Sebagai suami, Faisal nyaris tidak pernah menyakiti Rianti selama pernikahan mereka.
Dulu, ia pernah menyakiti Melati hingga sedemikian rupa. Tapi kini, ia tak mau menyakiti wanita lagi.
"Belum. Masih ingin lihat bintang".
Rianti tergelak demi menutupi rasa sakit di hatinya yang tiba-tiba semakin berlipat.
Tentu saja rianti tau apa yang baru saja suaminya katakan, adalah suatu kebohongan.
"Kayak anak kecil saja. Oh ya, bagaimana kabar Gibran?".
Suara Rianti tiba-tiba melirih.
"Baik. Dia jagoan yang hebat karna mampu menjaga ibunya hingga sekarang".
Senyum kecil tidak luntur dari bibir Faisal, namun rianti tau, ada luka yang coba Faisal tutupi dengan sempurna dari Rianti.
"Aku... aku ingin minta maaf pada Melati".
"Untuk?".
"Untuk kesalahanku yang udah ngerebut kamu dari dia, mas. Juga.... untuk sikapku yang pernah ngusir dia dua Minggu yang lalu dari rumah ini.
Aku... aku nggak tau kalau... kalua hari itu.... Gibran butuh kamu, dan.... dan aku.... aku udah nggak..... nggak mencerminkan sebagai istri..... Istri dari pria yang bermartabat."
Rianti terseguk kemudian. Faisal menatap rianti penuh iba.
"Semua saya yang salah. Dari awal, saya yang salah. Kehadiranmu dalam keluarga Winata, juga murni karna saya yang menyeretmu. Jadi nggak perlu menyalahkan diri kamu sendiri. Maaf, maaf karena saya telah menyeretmu ke dalam masalah yang rumit. Maaf karena sudah membuat kamu terluka dan menderita".
"Tapi ibu Gibran jauh lebih terluka dan menderita dari pada aku, mas."
"Saya tau".
Dan selanjutnya, hanya kebisuan yang melingkupi keduanya. Berkali-kali Faisal mendesah lelah dan membuang nafasnya dengan kasar. Membuat Rianti seperti tengah berada dalam posisi yang sulit.
"Ajak rujuk Melati, mas. Selama ini, dia sudah cukup menderita karna hidup sendiri.
Apa mas nggak memikirkan keadaan Gibran kalau mereka terus hanya hidup berdua?".
"Saya sudah mengajaknya rujuk, kalau kamu mau tau. Tapi.... Melati menolak keras apa yang saya tawarkan. Dan itu semakin membuat rasa bersalah saya kian tinggi, Rianti.
Apa saya dulu sejahat itu hingga Melati tidak bersedia menikah dengan saya?"
"Apa alasan dia menolak tawaran mas?"
"Karna dia tidak mau di madu. Juga....."
"Juga apa?"
"Karna Melati dan Fian sudah sepakat untuk menikah dua bulan lagi".
Faisal tidak sanggup, maka dia dengan segera meninggalkan Rianti yang di rundung duka.
Ada sisi lain hati Rianti yang bersorak girang karna ia tidak akan di duakan oleh suaminya.
Tapi sisi terdalam hatinya tercubit ketika melihat Faisal begitu frustasi sebenarnya oleh penolakan Melati.
"Kuatkan aku, tuhan!!".
Rianti merintih lirih dalam sunyinya malam.
...
...
"Ibu.... Apa ibu nggak mau kembali lagi sama ayah?".
Malam ini, Melati tengah duduk di teras rumahnya. Kedua pahanya tengah memangku kepala Gibran yang merubah di sepanjang kursi kayu dengan bentuk memanjang.
Ubi ungu rebus dengan teh jahe hangat segelas besar, menjadi camilan mereka malam ini.
Jemari Melati mengusap pelan kepala putranya dengan penuh rasa sayang.
Ada banyak kalimat yang ingin ia ungkapkan.
Ada banyak kata yang ingin ia sampaikan.
Ada banyak bahasa yang ingin ia katakan.
Tapi semua seolah hanya terhenti sebatas dada tanpa bisa sampai ke tenggorokan.
Suara Melati tercekat.
"Ingin. Sangat ingin, nak. Tapi ibu sadar. Ibu nggak mau kalau nanti bila ibu kembali dengan ayah, istri ayah pasti akan terluka. Jelas di sini akan menjadi sebuah kesalahan bila ibu memaksakan untuk tinggal bersama ayah di Yogya.
Bukankah ibu pernah bilang sama Iban, Sebagai manusia yang bermartabat dan memiliki harga diri, kita Ndak boleh memaksakan kebahagiaan kita di atas penderitaan orang lain?"
"Ya. Jadi, kalau misalnya ayah berpisah dengan istrinya, apa ibu mau kembali sama ayah?"
"Belum tentu. Ada beberapa alasan yang nggak boleh Iban tau karna Iban masih kecil."
Gibran diam. Dalam otaknya yang cerdas itu, Gibran tengah menerka-nerka, ada masalah apa gerangan di masa lalu yang membuat orang tuanya berpisah?
"Kenapa Iban harus jauh dari ayah, Bu?"
Suara Gibran lirih.
Hening sejenak, Melati tengah merangkai kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan putranya. Ia tidak mau gegabah dan salah ucap nantinya hingga berakibat fatal pada pengertian Gibran.
"Karna Gibran dan ibu, adalah orang-orang istimewa dan kuat yang di pilih sang pencipta, untuk menjalani ujian ini.
Tuhan tau kita kuat, tuhan tau kita tegar dan tangguh. Itulah mengapa kita diuji.
Dengarkan nasihat ibu, semakin tinggi ujian dan cobaan yang tuhan berikan pada kita, maka akan semakin tinggi pula tempat kita kelak di sisinya.
Kita orang-orang terpilih, nak. Jangan pernah mengeluh atas apa yang Tuhan ujikan pada kita. Toh selama ini, kita mampu kan menjalaninya?".
Dan Gibran bangkit untuk duduk menghadap ibunya. Tangan kokoh nan mungil Gibran, kemudian terulur untuk mengusap pipi Melati yang sudah berlinangan air mata.
"Jangan nangis lagi, Bu. Iban janji nggak akan mengeluh meski ayah nggak bisa bersama kita."
Dan Pramono serta Fian yang berdiri tak jauh dari mereka, merasakan teriris hatinya melihat sisi rapuh Melati. Mereka berdua datang dan hendak membawakan sesuatu untuk Gibran, namun sebelum mereka sampai, langkah Pram dan Fian terhenti ketika mendengar suara Gibran dan Melati.
Beruntung mobil Fian tengah mogok saat tiba di ujung gang menuju rumah Melati. Baik Melati maupun Gibran, sama sekali tidak mengetahui kehadiran Pram dan Fian.
"Terima kasih. Terima kasih karna Iban sudah jadi anak yang hebat dan kuat untuk ibu.
maaf, maaf karena ibu sebelum bisa membahagiakan Iban sampai saat ini.
Tapi ibu janji, apapun akan ibu lakukan untuk masa depan Iban".
Melati menangis tersedu-sedu sembari merengkuh tubuh gagah putranya.
"Assalamualaikum, Melati.... Gibran".
Pram melangkah mendekat dengan sebuah maksud akan kedatangannya kali ini.
....
....
....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
kalea rizuky
karna pelakor mana nih
2024-09-13
0
🍒나는 천사🍒
knp typo laras neng,jdi mengingatkan cerita laras yg yg lanjut ku baca krn pindah😢😣
2022-06-02
1
Muhammadibnufadillah
dari bab pertama sampai yg ini kok banyak x bawangnya thor, sedoh, terharu aku thor 😢😢😢😢😢
2021-08-06
1